Mahasiswa Akuntansi
Dipaksa Hebat Setiap Hari: Budaya Self-Improvement yang Melelahkan
Selasa, 20 Mei 2025 10:53 WIB
Alih-alih berkembang, generasi muda justru terjebak tekanan jadi sempurna lewat budaya self-help digital. Haruskah menjadi hebat setiap hari?
Oleh: Hersa Widha Aulia, Mahasiswa Akuntansi, Universitas Pamulang
“Bangun jam 5 pagi, journaling, baca 10 halaman buku, lalu kerja tanpa distraksi.”
Itulah formula sukses menurut berbagai konten motivasi yang berseliweran tiap hari di TikTok dan YouTube. Tapi, apa kabar mereka yang justru merasa gagal hanya karena tidak bisa menjalaninya?
Di era digital, budaya self-improvement menjadi komoditas massal. Konten bertema motivasi membanjiri lini masa kita, menawarkan cara-cara instan untuk jadi pribadi yang 'lebih baik.' Sayangnya, banyak dari konten tersebut menyederhanakan konsep tumbuh menjadi hanya soal bangun lebih pagi, bekerja lebih keras, dan terus produktif—tanpa mempertimbangkan konteks sosial, ekonomi, atau mental seseorang.
Sebagai mahasiswa, saya menyaksikan langsung bagaimana banyak dari kami merasa harus selalu "on fire." Kami merasa bersalah kalau bangun telat, takut dibilang malas kalau istirahat, dan merasa gagal hanya karena tidak seproduktif algoritma yang ditampilkan para influencer.
Faktanya, banyak dari konten motivasi tersebut hanya mengulang-ulang narasi yang sama: "kalau mau sukses, tiru cara Elon Musk, Steve Jobs, atau Oprah Winfrey." Tapi benarkah semua orang bisa atau harus mengikuti jalan mereka? Apa tidak ada ruang untuk menjadi sukses dengan cara yang lebih otentik?
Buku-buku self-help pun kerap memberi kesan bahwa hidup kita bisa berubah drastis hanya dengan niat dan disiplin. Padahal dalam kenyataan, tak semua orang punya privilege atau kondisi yang sama. Akhirnya, muncul tekanan sosial terselubung untuk jadi ‘versi terbaik diri’ setiap saat, tanpa mempertimbangkan kebutuhan personal, kondisi mental, atau bahkan batas kemampuan manusia.
Kita perlu membangun kesadaran kritis. Self-improvement bukan berarti meniru orang lain sepenuhnya. Kita berhak memilih versi berkembang yang sesuai dengan diri sendiri, bukan versi yang dipaksakan algoritma atau standar digital.
Menjadi hebat bukan berarti harus selalu sibuk. Beristirahat, merasa cukup, dan menerima proses sebagai bagian dari pertumbuhan juga bentuk self-improvement—yang lebih manusiawi dan berkelanjutan.

Lagi belajar debit-kredit.
1 Pengikut

Dipaksa Hebat Setiap Hari: Budaya Self-Improvement yang Melelahkan
Selasa, 20 Mei 2025 10:53 WIB
Membangun Kesadaran Pajak Mahasiswa Sejak Dini Melalui Pengembangan Karier
Kamis, 15 Mei 2025 20:55 WIBArtikel Terpopuler