Mahasiswi S1 Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Eksistensi Perempuan: Novel Belenggu Karya Armijn Pane
Sabtu, 31 Mei 2025 17:02 WIBSumartini memperjuangkan kesetaraan dan kebebasan individu sebagai perempuan di tengah dominasi patriarki.
***
Feminisme eksistensial merupakan aliran feminisme yang fokus pada konsep liyan, yaitu bagaimana seseorang sebagai subjek melepaskan kesadaran umumnya. Berdasarkan pemikiran Simone de Beauvoir dalam Wiyatmi (2012:87), strategi perlawanan dalam kerangka feminisme eksistensial terbagi menjadi empat bentuk, yaitu: bekerja, menjadi perempuan intelektual, melakukan perubahan sosial melalui kemandirian, dan menolak peran sebagai liyan (yang lain).
Tokoh Sumartini merupakan salah satu tokoh utama tambahan karena ia juga sering muncul dalam novel ini. Sumartini merupakan istri dari Sukartono. Sebelum menikah dengan Sukartono, Tini merupakan gadis yang gemar berpesta dan bersolek. Tini memiliki watak yang mandiri. Terdapat pada kutipan di bawah ini:
“Kami masing-masing berkemauan sendiri-sendiri”. (B, 53)
Kutipan tersebut menggambarkan watak Tini yang teguh pada pendiriannya.
Tokoh Tini digambarkan memiliki sikap yang selalu dapat mengambil keputusannya sendiri dan berpendirian teguh. Terdapat pada kutipan dibawah ini:
"aku manusia juga berkemauan sendiri".(B,53)
Kutipan tersebut menggambarkan watak Tini yang memiliki sifat yang selalu dapat mengambil keputusan sendiri dan berpendirian.
Bentuk penolakan tokoh Sumartini terhadap liyannya dilakukan dengan beberapa bentuk yang dianggap tidak wajar menurut masyarakat, yaitu:
1. Perempuan Bekerja sebagai Bentuk Perlawanan.
Sumartini juga memperlihatkan bahwa seorang perempuan juga bisa bekerja dan memilih pilihannya sendiri. Pilihan Sumartini untuk bekerja menjadi pemimpin perkumpulan rumah piatu di Surabaya. Terdapat pada kutipan dibawah ini:
“Aku hendak ke Surabaya dulu. Waktu kongres aku berkenalan dengan seorang nyonya dari sana, dia mencari perempuan untuk memimpin rumah piatu perkumpulannya. Besoklah aku pergi.” (B, 139)
2. Transformasi Sosial sebagai Bentuk Perlawanan.
Sumartini melakukan perlawanan dalam bentuk menjadi giat dalam sebuah organisasi merupakan sebuah eksistensi perempuan untuk keluar dari konsep liyan yang dibangun laki-laki. Dengan aktif dalam kegiatan sosial dan melakukan perubahan stigma dalam masyarakat pada kegiatan sosial seperti kongres dan giat dalam perkumpulan. Terdapat pada kutipan dibawah ini:
"Tini sangat giat dalam perkumpulan. Anak-anak di rumah piatu senang akan dia. Dia akan diutus ke kongres Perempuan Seumumnya di Solo.” (B, 94)
3. Penolakan Terhadap Liyan sebagai Bentuk Perlawanan.
Kesadaran perempuan terhadap posisinya sebagai liyan dapat melakukan perlawanan secara langsung terhadap tindakan atau perlakuan diskriminatif. Sumartinimemperlihatkan eksistensinya sebagai perempuan yang juga adalah manusia. Terdapat pada kutipan dibawah ini:
"Kami lain, kami bimbing nasib kami sendiri, tiada hendak menanti rahmat laki-laki.” (B,53)
Dalam Novel Belenggu Karya Atmijn Pane tokoh Sumartini menggambarkan perempuan terpelajar dan aktif secara sosial dengan jiwa emansipatif yang tinggi.

Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Banyak Indentitas Tiada Pendirian: Tokoh Rohayah dalam Novel Belenggu
Selasa, 3 Juni 2025 13:50 WIBEksistensi Perempuan: Novel Belenggu Karya Armijn Pane
Sabtu, 31 Mei 2025 17:02 WIBArtikel Terpopuler