Figur Inspiratif Agus: Kuliah Modal Gorengan!
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIBAgus Ramelan, pemuda desa yang telah berhasil menempuh gelar sarjana dengan segudang prestasi. Ia mulai belajar mandiri dengan menjadi pedagang gorengan.
“Alhamdulillah, Allah SWT telah mengatur rezeki hamba-Nya dengan sebaik-baiknya dan sesuai dengan prasangka hamba-Nya pula. Realitasnya, dari lubuk hati paling dalam saya sampaikan beribu terima kasih kepada petugas kebersihan dan satpam fakultas dengan segala pengertiannya. Terkhusus kepada Mas dan Bapak petugas kebersihan yang sudah begitu akrab dan seringkali bergurau dan berbagi bersama saya. Tersampai terima kasih jua kepada Bapak/Ibu Dosen JPTE, dengan segala kemasan motivasi beliau saya benar-benar percaya diri. Dan tentunya, tanpa rekan-rekan lintas angkatan, lintas prodi, dan bahkan lintas jurusan yang telah menjadi langganan setia, berjuta bintang di langit bagaikan kilaunya ucapan terima kasih dari saya. Maaf terkadang rekan mengetahui saya, tapi saya belum sempat mengenal rekan-rekan. Rekan-rekanlah yang sangat berjasa dalam perjalanan jajanan pasar “Gorengan Masram”. Seringkali saya bergumam, “Apakah rekan-rekan tidak bosan makan gorengan setiap hari?” (Ungkap Agus Ramelan, saat ditemui penulis pada 20 Februari 2016).
Memperjuangkan sebuah kesempatan pendidikan yang terkendala permasalahan finansial adalah sebuah cerita klasik. Benar, itu adalah cerita klasik bagi pembaca namun bukan untuk yang bersangkutan. Adalah Agus Ramelan, pemuda mungil dari Kabupaten Wonogiri ini mengisahkan perjuangannya menempuh pendidikan sarjana. Bukanlah dunia yang menjadi milik kita, namun ceritalah yang pernah kita miliki. Cerita yang menggambarkan dimana, kemana, untuk apa, dan dengan siapa kita mengembara. Cerita pengembaraan Agus dimulai ketika ujian menimpa keluarga yang alhasilnya Allah SWT memanggil Ayahnya lebih cepat sebelum cita dan angannya untuk didampingi ketika wisuda dan ijab kabul di KUA kelak terkabul. Air mata Ayahnya adalah alasan terkuat Agus untuk tetap mengerjakan lembaran hidup dengan penuh keikhlasan dan kepercayaan diri.
Agus bercerita bahwa dosennya di awal semester pernah berkata tentang godaan buat mahasiswa itu ada tiga, yaitu IP, Pacar, dan Uang Saku. Tapi menurutnya Godaan Terbesar bagi mahasiswa adalah kuliner. Kalau tidak percaya silahkan datang saja di sekitaran kampus. Sampelnya sebut saja jalan geger kalong girang, samping kampus UPI. Sepanjang jalan mayoritas di penuhi penjual makanan yang target pasar utamanya adalah mahasiswa. Berjalan belum ada 5 meter sudah terlihat minuman dan makanan yang merengek-rengek untuk dicicipi tapi harus beli. Ehm, kalau tidak kuat ketangguhan lidah, perut, dan kantongnya dapat dipastikan mahasiswa sudah tergoda.
Mahasiswa teknik ada yang bilang tipikalnya praktis dan ekonomis, termasuk jikalau mau jajan. Tak banyak berpikir, ini adalah peluang usaha yang bagus di mata seorang Agus. Di pertengahan semester satu, Agus mulai menjanjal keberuntungan untuk menjual gorengan di kampus. Banderol 2.000 dapet 3 dan siap sedia di dalam kelas adalah implementasi dari teori praktis dan ekonomis. Awalnya hanya melirik pasar teman-teman sekelas saja. Dan pada akhirnya, hampir satu fakultas berlangganan gorengan Agus. Semakin lama semakin terkenal dengan brand “Gorengan Masram”. Peluang jualan di kampus inilah yang mengubah status pekerjaan Agus dari mahasiswa penjual ayam potong di pasar cimindi, kota cimahi menjadi mahasiswa penjual gorengan di fakultas. Di semester 3, Agus berani menerapkan model jualan yang tergolong baru saat itu. Bertempat di pojok lantai 4 gedung fakultas, Ia gelar dagangan tanpa ditungguin. Singkatnya adalah “Lapak Jujur”. Seakan mempunyai karyawan bayangan, Agus dapat dengan leluasa kuliah, ikut kegiatan mahasiswa, dan main ke sana kemari hanya dengan bermodal kotak uang yang bertuliskan label harga. Sebagai pionir, branded Masram Gorengan lantai 4 cukup merajai pasar. Sampai-sampai, rekan-rekan kalau ketemu dengannya pasti mengucap “Gus, gorengan aya keneh?”. “Ckckck, ketemu saya bukan kabar yang ditanyakan, eh malah gorengan, Ih syebelll”(kenang Agus sambil tertawa).
Kemajuan pesat ini tidak bertahan sangat lama, banyak kawan-kawan mahasiswa yang mengikuti jejak untuk membuka lapak jujur. Dan puncaknya ada peraturan resmi dari fakultas untuk tidak boleh berjualan lagi di beberapa lantai di fakultas. Bukan itu saja, beberapa kali Agus ditegur dan dipanggil pihak fakultas. Yang jualan itu banyak, tapi yang dipanggil hanya Agus. Inilah efek terkenalnya branded Masram Gorengan. Namun Agus malah merasa cukup senang telah memberikan ide untuk kawan-kawan yang awalnya enggan untuk berjualan, walaupun hanya sebagai penyandang status pedang kaki lima kampus. Agus tidak mempunyai wewenang apapun bahkan untuk menolak mengikuti peraturan yang telah dicap stempel merah. Ada parodi, “Gelar Sarjana itu Penting, Tapi Gelar Dagangan itu untuk Menyambung Hidup juga” katanya. Nekat adalah upaya Agus dalam keadaan kepepet. Walau dilarang Ia tetap jualan di tempat semula. Di pojok lantai 4, tersembunyi tapi dicari. Pernah berkejar-kejaran dengan pihak yang berwenang juga.
KTM disita petugas keamanan, mengangkat barang berkilo-kilo ke lantai 4, dan berangkat kuliah bak pulang belanja dari pasar adalah cerita indah yang pernah Ia dapati. Saat ini apakah sudah saatnya Agus untuk “Gantung Box”? Sepertinya begitu, selain waktu sudah memberikan tugas yang berbeda, sepertinya Allah SWT telah mulai menunjukkan baiknya hasil ujiannya. Agus kini sudah berhasil menempuh pendidikan sarjana dari salah satu kampus pendidikan terbaik di Indonesia, Universitas Pendidikan Indonesia. Semangatnya selagi mahasiswa yaitu jadi mahasiswa yang sesuai dengan Tri Dharma perguruan tinggi, yaitu pendidikan, pengabdian pada masyarakat, dan penelitian. Baginya ada satu lagi yang perlu ditambahkan yaitu kemandirian. Memang ke empat aspek itu telah menjadi prioritas aktivitasnya selama menjadi mahasiswa. Di bidang pendidikan, Agus berhasil lulus sebagai lulusan terbaik ke-tiga tingkat jurusan. Di bidang pengabdian pada masyarakat, Ia aktif di kegiatan pengabdian dengan membina desa. Hal ini agus Ia lakukan melalui program hibah bina desa DIKTI pada tahun 2013 dan 2014. Di bidang penelitian, Agus berkencimpung di lembaga penelitian mahasiswa. Alhasil, puluhan penghargaan dari lomba karya tulis ilmiah tingkat nasional telah Ia raih. Bahkan ia juga pernah terbang ke Malaysia dan Jepang melalui sebuah event keilmiahan. Hal yang paling berkesan baginya di bidang ini adalah dapat berjabat tangan dan mendengarkan langsung motivasi dari Bapak Ignasius Jonan, Menteri Perhubungan RI. Untuk aspek kemandirian, selama kuliah Agus sudah membuktikannya. Aneka ragam barang telah ia jajaki untuk dijajakan seperti kaos, pulsa, ayam, boneka, dan gorengan. Menurutnya yang paling berkesan adalah gorengan. Jajanan khas Indonesia ini berhasil mengantarkannya untuk tetap bisa mempertahankan status mahasiswanya. Agus menyadari bahwa skenario Allah yang Indah ini adalah amanah. Amanah untuk disyukuri dan juga untuk dibagikan. Oleh karenanya, Agus sangat senang berbagi dalam acara diskusi dan sharing dengan mahasiswa-mahasiswa lainnya. Harapannya lebih banyak anak muda yang bermimpi besar dan bekerja lebih keras dalam aksi nyata.
Di akhir wawancara dengan penulis, Agus menyampaikan sebuah closing statement “Kalau lirik lagu bilang bahwa : Muda tanpa Cinta Bagai Taman Tak Berbunga hai begitulah kata para pujangga. Kalau kata saya “Muda tanpa Karya lebih Menderita daripada Muda tanpa Cinta”.
Tulisan ini dibuat dalam rangka mengikuti Lomba Blog Indonesiana Figur Inspiratif. Rekan juga dapat mengikuti lomba ini dengan mengunjungi link berikut : https://indonesiana.tempo.co/lomba/figur-inspiratif
Good Luck!
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Figur Inspiratif Agus: Kuliah Modal Gorengan!
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler