[Indonesiana] Ketika Membaca Menjadi Kebutuhan

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Membaca belum menjadi kebiasaan bagi anak-anak dan belum menjadi kegiatan yang menyenangkan dibandingkan bermain game di handphone masing-masing

Saat ini Indonesia berusia 70 tahun, membutuhkan waktu tiga dekade untuk menuju usia seabad. Kemudian masih membutuhkan waktu dua abad, tiga setengah tahun lagi untuk bisa mengimbangi usia Indonesia di tangan penjajah. Ya, usia Indonesia memang sudah menjelang seabad. Namun lama Indonesia berada di bawah kekuasaan negara lain jauh lebih lama. Seakan sudah mendarah daging bagi nenek moyang karena bertahun-tahun “terbiasa” di bawah perintah orang lain, mengikuti keinginan orang lain, mencari keamanan maupun kenyamanan untuk bisa bertahan.

Jadi, jangan heran jika saat ini meskipun sudah merdeka namun belum sepenuhnya merdeka. Membutuhkan waktu yang lama untuk benar-benar merdeka. Hal tersebut harus disadari terlebih dahulu. Membiasakan diri bahwa harus masih berjuang untuk benar-benar lepas dari “kebiasaan” di bawah kendali orang lain.

Wilayah Indonesia secara keseluruhan memiliki keunikan tersendiri dibandingkan negara lain. Terdiri dari berbagai suku, budaya, agama, dan terpisahkan oleh lautan. Itulah mengapa setiap daerah pun memiliki perkembangan masing-masing. Ada yang sudah maju, ada yang sedang bahkan masih (maaf) terbelakang karena hampir (tidak) tersentuh kebijakan dari pemerintah pusat. Hal ini mencakup banyak bidang mulai dari ekonomi, kesehatan, pendidikan dan sebagainya.

Ketika berbicara pendidikan, bisa dikatakan ini adalah salah satu hal utama yang perlu memerlukan perhatian utama. Mengapa? Karena pendidikan akan mempengaruhi cara berfikir seseorang sehingga secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap perkembangan lingkungan yang berada di sekelilingnya.

Nah, pendidikan di Indonesia masih jauh dari sempurna. Mulai dari SDM pendidikan (guru), kurikulum, dan kemampuan masyarakat untuk bisa menyekolahkan anak-anaknya. Masih banyak guru yang mengajar bukan untuk menebar ilmu namun hanya sebagai sumber memperoleh uang dan tentu saja gengsi karena menjadi guru apalagi menjadi PNS. Masih banyak anak-anak berpotensi namun terpaksa tidak bisa melanjutkan sekolah karena biaya.

Hal ini juga diperparah ketika kebiasaan membaca belum menjadi kebutuhan. Membaca masih menjadi hobi yang tidak banyak orang melakukannya. Membaca bagi sebagian orang masih menjadi hal mewah karena mahalnya buku, belum tersebarnya perpustakaan, dan sulitnya akses memperoleh buku.

Selain itu tidak banyak guru yang secara sukarela menyebarkan kebiasaan membaca. Anjuran memang diberikan namun kesannya seperti dipaksakan karena tidak memberi contoh hanya menganjurkan. Tidak banyak guru yang menceritakan inti pelajaran dengan kebiasaan mendongeng. Mendongeng memang memerlukan kreatifitas. Misalnya memasukkan unsur pelajaran sejarah, agama, bahasa, dan sebagainya. Nah, tidak banyak guru yang melakukannya. Tidak banyak guru yang sukarela meminjamkan buku-buku untuk murid-muridnya yang memang suka membaca namun tidak bisa membelinya.

Membaca adalah Kunci Melihat Dunia

Membaca bisa dikatakan sebagai kunci untuk melihat dunia tanpa harus benar-benar melakukannya. Misalnya membaca mengenai sebuah tradisi yang dilakukan di daerah tertentu, dengan membaca buku atau berita mengenai hal tersebut membuat kita bisa mengetahuinya tanpa harus mengunjunginya. Membaca juga menambah kepercayaan diri untuk berbicara karena kosakata yang bertambah begitu pula ilmu. Membaca juga bisa menambah kemampuan berbahasa. Baik bahasa daerah, bahasa Indonesia maupun bahasa asing.

Anak-anak saat ini cenderung lebih bersahabat dengan televisi dan gadget. Televisi lebih diutamakan oleh keluarga masing-masing. Padahal tidak semua acara televisi benar-benar bisa memberikan pengetahuan yang sebenarnya. Membaca belum menjadi kebiasaan bagi anak-anak dan belum menjadi kegiatan yang menyenangkan dibandingkan bermain game di handphone masing-masing.

Komunitas Book for Mountain

Ketika berbicara mengenai pengenalan kebiasaan membaca dan menyebarkan virus membaca maka tidak bisa melupakan peran Komunita Book for Mountain (BFM). Sebuah komunitas yang lahir dari sebuah kegiataan KKN (Kuliah Kerja Nyata). Memiliki kegiatan utama membangun perpustakaan di sekolah pelosok. Ya, sekolah adalah salah satu pintu untuk mengenalkan kebiasaan membaca. Hanya saja belum semua sekolah memiliki perpustakaan sendiri. Atau jika ada, belum banyak buku yang tersedia.

BFM membantu mengisi peranan tersebut. Membantu sekolah-sekolah (sebagian besar adalah Sekolah Dasar) yang berada di pelosok dan belum memiliki perpustakaan. Komunitas BFM membantu membangun perpustakaan dan mengenalkan kebiasaan membaca kepada anak-anak yang berada di sekolah tersebut. Anak-anak diajak berkenalan dengan buku, cinta dengan buku dan rajin membaca buku. Hingga saat ini ada 22 perpustakaan yang telah berhasil dibangun BFM di berbagai daerah di Indonesia.

Selain melalui pembangunan perpustakaan, Komunitas BFM juga berupaya menyebarkan virus cinta membaca dengan program lainnya yaitu Sekolah Berjalan (Sekber) bagi anak-anak usia SD. Sebuah kegiatan belajar sambil bermain utamanya di daeah-daerah seputaran Jogja. Kegitaan Sekber ini biasanya memiliki tema yang berbeda. Misalnya mengenalkan mengenai cinta lingkungan, cita-cita dengan mengenalkan profesi, mengenalkan Indonesia dan sebagainya. Dimana dalam kegiatan tersebut dikenalkan juga mengenai pentingnya membaca.

Ya, sebagian besar kegiatan yang dilakukan BFM ini adalah mengenalkan kebiasaan membaca bagi anak-anak usia SD. Ini bisa dikatakan sebagai salah satu pintu agar membaca akhirnya bisa menjadi sebuah kebiasaan dan kebutuhan. Apalagi anak-anak inilah yang akan menjadi masa depan Indonesia.

Tabungan Masa Depan

Apa yang dilakukan Komunitas BFM ini mungkin tidak bisa dirasakan dampaknya saat ini juga. Namun tentu kita berharap, apa yang dilakukan komunitas BFM tersebut bisa meninggalkan jejak bagi anak-anak yang telah ditemui, anak-anak yang dikenalkan dengan kebiasaan membaca. Kebiasaan membaca memang harus dikenalkan sejak dini dan terus dibiasakan. Apa yang dilakukan komunitas tersebut hanyalah awal. Perlu terus dan terus dikenalkan mengenai manfaat membaca.

Melalui membaca, tentu kita berharap anak-anak di seluruh Indonesia bisa mengenal berbagai informasi meskipun mereka kesulitan untuk meninggalkan tanah kelahirannya. Melalui membaca bisa mengenalkan anak-anak tentang dunia di luar tempat tinggalnya, membuatnya memiliki cita-cita dan harapan untuk masa depannya.

Seabad Indonesia nantinya bukan milik generasi saat ini namun milik generasi muda yang saat ini masih anak-anak. Jika menginginkan Seabad Indonesia menjadi lebih baik dalam segala bidang maka perlu mengupayakan sejak dini. Menabung hal-hal yang baik salah satunya untuk anak-anak melalui kebiasaan membaca sehingga bisa menuai keuntungan untuk kemajuan bangsa Indonesia.

Mungkinkah membaca akan menjadi kebutuhan? mungkinkah membaca bisa menjadi modal untuk masa depan generasi muda Indonesia? mungkinkah membaca bisa membuat Indonesia lebih baik? mungkin saja jika mulai dari sekarang terus diupayakan, mungkin dan kita tunggu saja, semoga kita masih bisa menjadi saksi Indonesia yang lebih baik di usia seabad nanti, semoga!!

 

*foto koleksi pribadi

 

Bagikan Artikel Ini
img-content
dian k. pamungkas

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler

Artikel Terbaru

img-content
img-content
img-content

test

Rabu, 17 Juli 2024 08:22 WIB

img-content
img-content
Lihat semua

Terkini di Analisis

img-content
img-content
img-content
img-content
Lihat semua

Terpopuler di Analisis

Lihat semua