Suara Perempuan dalam Novel Kehilangan Mestika Karya Fatimah Hasan

Sabtu, 31 Mei 2025 18:59 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
mawar
Iklan

Hamidah jarang mengungkapkan pemberontakan secara terbuka, tetapi pembaca dapat menangkap bahwa ia mengalami kegelisahan eksistensial.

Hamidah: Potret Perempuan yang Terpinggirkan

Dalam novel ini, digambarkan begitu jelas tentang benih konflik batin Hamidah—ia bukan sekadar kehilangan ibunya, tetapi juga kehilangan arah hidup, kasih sayang, dan hak untuk menentukan nasibnya sendiri.

Kisah Hamidah mencerminkan nasib banyak perempuan yang dipinggirkan secara struktural, baik oleh norma keluarga, adat, maupun sistem sosial yang patriarkal. Ia menjadi simbol dari perempuan yang tak punya kuasa atas tubuh dan kehidupannya, bahkan dalam urusan cinta dan pernikahan.


Bahasa Emosional sebagai Cermin Kejiwaan

Fatimah Hasan Delais menggunakan gaya bahasa yang lembut, mengalir, dan penuh ungkapan emosional. Pilihan diksi yang menyiratkan kesedihan, kesendirian, dan kerinduan menggambarkan kondisi psikologis Hamidah secara mendalam. Hal ini menjadi ciri khas narasi perempuan yang mengedepankan suara batin sebagai kekuatan utama dalam menyampaikan pesan sosial.

Hamidah jarang mengungkapkan pemberontakan secara terbuka, tetapi pembaca dapat menangkap bahwa ia mengalami kegelisahan eksistensial. Dalam dunia yang diatur oleh keputusan orang lain, Hamidah terus bergumul mencari makna dan tempat bagi dirinya. Dengan demikian, novel ini juga bisa dibaca dari sudut psikologi perempuan dalam masyarakat yang menindas secara halus.


Kritik terhadap Sistem Sosial dan Nilai Tradisional

Kehilangan Mestika menyampaikan kritik terhadap sistem sosial yang lebih mengutamakan kehormatan keluarga dan tatanan adat ketimbang kebahagiaan individu, terutama perempuan. Perempuan seperti Hamidah tidak diberi ruang untuk memilih: cinta yang tak direstui, pendidikan yang dibatasi, dan masa depan yang ditentukan oleh orang tua atau wali.

Novel ini juga menyinggung peran agama dan moralitas yang digunakan untuk mengendalikan perempuan. Fatimah tidak menyerang agama secara frontal, tetapi mempertanyakan tafsir moral yang terlalu berat sebelah dan menempatkan perempuan sebagai korban tetap dalam masyarakat.


Mestika sebagai Simbol Kehilangan

Meskipun tokoh utama novel ini adalah Hamidah, judul Kehilangan Mestika memuat simbolisme penting. Kata “mestika” berarti permata, sesuatu yang sangat berharga. “Kehilangan mestika” bukan hanya menggambarkan kehilangan literal dalam cerita, tetapi juga kehilangan nilai-nilai kemanusiaan: cinta sejati, keadilan, dan martabat perempuan.

Melalui judul ini, Fatimah Hasan Delais menyampaikan pesan bahwa masyarakat sedang kehilangan nilai-nilai sejatinya jika terus membiarkan ketidakadilan gender terjadi. Dengan kata lain, yang hilang bukan hanya mestika sebagai benda atau figur, tetapi mestika sebagai nilai luhur kemanusiaan.


Penutup: Suara Perempuan yang Harus Diingat Kembali

Kehilangan Mestika adalah karya penting dalam sejarah sastra perempuan Indonesia. Melalui tokoh Hamidah, Fatimah Hasan Delais mengangkat persoalan yang hingga kini masih relevan: keterbatasan ruang gerak perempuan, kehilangan hak untuk mencinta dan menentukan nasib, serta pentingnya memperjuangkan suara dan pilihan perempuan.

Membaca ulang novel ini bukan hanya mengenang sejarah, tetapi juga membangkitkan kesadaran tentang pentingnya kesetaraan, empati, dan keadilan sosial. Fatimah Hasan Delais, lewat Kehilangan Mestika, telah membuka jalan bagi lahirnya suara-suara perempuan di panggung sastra Indonesia.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Khamidan Akhdan

Mahasiswa Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler

Artikel Terbaru

img-content
img-content
img-content
Lihat semua

Terkini di Analisis

img-content
img-content
img-content
Lihat semua

Terpopuler di Analisis

Lihat semua