Mahasiswi aktif Program Studi pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2023. Saya memiliki hobi memasak dan mendengarkan musik.

Cerminan Nilai-Nilai Religus dalam Cerpen Robohnya Surau Kami Karya A.A. Navis

Kamis, 29 Mei 2025 07:32 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
kubah masjid modern minimalis
Iklan

Cerpen ini mengandung nilai pendidikan Islam tentang keseimbangan antara ibadah dan amal sosial, serta pentingnya tanggung jawab manusia.

***
Menurut Fransori (2017), karya sastra merupakan bentuk seni yang indah dari hasil kreativitas manusia yang menggunakan bahasa sebagai alat untuk menyampaikan pengalaman hidupnya. Dalam karya sastra, tidak hanya terdapat pesan moral atau nilai kehidupan, tetapi juga nilai estetikanya. Sementara itu, Priyatni (2010) menyatakan bahwa cerita pendek adalah salah satu bentuk karya fiksi. Dalam cerpen, pengarang bebas mengekspresikan berbagai peristiwa yang pernah dialaminya. Melalui pembacaan cerpen, pembaca bisa ikut merasakan emosi, memaknai isi cerita, dan menangkap pesan positif yang disampaikan penulis. Nilai-nilai yang terkandung di dalam cerpen dapat menjadi pembelajaran yang berharga dan layak dijadikan panutan.
 
Salah satu cerpen yang menarik untuk dibahas karena mengandung nilai-nilai religius adalah kumpulan cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A. Navis.  Kumpulan yang di bukukan pada tahun 1986 ini terdiri dari 10 cerpen.
 
Kumpulan cerpen ini menyuguhkan kisah tragis tentang seorang kakek penjaga surau kecil yang mengakhiri hidupnya dengan cara tragis setelah mendengar cerita dari Ajo Sidi, seorang pencerita ulung, mengenai seorang haji saleh yang tetap masuk neraka meskipun hidupnya dihabiskan untuk beribadah, persis seperti yang dilakukan sang kakek.
 
Cerita-cerita dalam kumpulan ini mengeksplorasi hubungan manusia dengan Tuhan serta relasi antarsesama. Melalui gaya bahasa yang khas, pengarang menyampaikan pesan-pesan keagamaan yang kuat dan menggugah. Cerpen ini mengajak pembaca untuk menumbuhkan sikap religius yang sejati, tidak hanya berfokus pada aspek lahiriah, tetapi juga menghayati makna spiritual secara mendalam.
 
Nilai religius yang terkandung dalam cerpen memiliki peran penting dalam menanamkan sikap dan perilaku positif serta dapat menjadi sumber pembelajaran moral bagi para pembacanya. Berdasarkan uraian di atas, penulis ingin mengungkapkan nilai-nilai religius yang meliputi aspek tauhid, fikih, akhlak, dan nilai-nilai keagamaan moral dalam cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A. Navis.
 
Nilai Religius Tauhid
 
Salah satu nilai religius yang terkandung dalam cerpen adalah nilai tauhid. Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa disebut Tauhid. Tujuan menegakkan Keesaan Allah dalam zat dan tindakan-Nya adalah menjadikan segala sesuatu semata-mata kepada-Nya sebagai tujuan dunia ini. Nilai ini mengajarkan kita untuk selalu beribadah kepada Tuhan, berdoa, berserah diri, bersabar, dan merasa menyesal ketika melakukan kesalahan. Berikut kutipan yang ada di dalam cerpen tersebut:

“... Karena aku percaya bahwa Allah itu ada dan Maha Pemurah lagi Maha Penyayang kepada umat-Nya yang beriman. Aku bangun pagi-pagi. Aku bersuci. Aku pukul beduk membangunkan manusia dari tidurnya, supaya bersujud kepadanya. Aku sembahyangsetiap waktu. Aku puj-puji dia. Aku baca kitabnya.” (Robohnya Surau Kami, 1986:5)

“Sudah begitu lama aku berbuat baik, beribadat, bertawakal kepada Tuhan. Sudah begitu lama aku menyerahkan diriku kepadanya. Dan Tuhan akan mengasihi orang yang sabar dan tawakal.” (Robohnya Surau Kami, 1986:4)

Berdasarkan dua kutipan di atas menggambarkan tokoh dalam cerpen Robohnya Surau Kami yang sangat taat menjalankan ibadah dan rutinitas keagamaan, seperti bersuci, memukul beduk, sholat, memuji Tuhan, dan membaca kitab suci. Ini menunjukkan bahwa sikap positif tersebut dapat memberikan dampak baik bagi pembaca, seperti menjalankan ibadah sholat yang digambarkan dalam kutipan sebagai bentuk ketaatan manusia kepada perintah Tuhan.
 
Nilai Religius Akhlak
 
Nilai Religius Akhlak yang terkandung didalam cerpen Robohnya Surau Kami tersebut digambarkan suatu perilaku yang baik dan buruk. Perilaku baik didalam cerpen yaitu menolong seseorang tanpa meminta imbalan dan bersikap sopan santun terhadap orang yang lebih tua. Adapun perilaku buruk yang tergambar di dalam cerpen yaitu sikap sombong, menganggap remeh orang lain, menghina orang lain, dan berbuat kasar. Berikut kutipan yang ada di dalam cerpen tersebut:

“...Ia lebih di kenal sebagai pengasah pisau. Karena ia begitu mahir dengan pekerjaannya itu. Orang-orang suka meminta tolong padanya, sedang ia tak pernah meminta imbalan apa-apa.” (Robohnya Surau Kami, 1986:2)

Kutipan ini menggambarkan sosok kakek sebagai pribadi yang tulus, rendah hati, dan ikhlas membantu orang lain tanpa pamrih. Nilai religius tercermin dari tindakan nyata yang dilakukan secara konsisten, meskipun tampak sederhana. Ini menunjukkan bahwa kesalehan tidak hanya ditentukan oleh ibadah formal, tetapi juga oleh perilaku sosial yang bermanfaat bagi sesama.

“Akhirnya sampailah giliran haji shaleh. Sambil tersenyum bangga ia menyembah Tuhan, lalu Tuhan mengajukan pertanyaan pertama. “Engkau?” “Aku saleh. Tapi karena aku sudah ke mekkah, haji saleh namaku.” “Aku tidak tanya namamu, nama bagiku tak perlu, nama hanya buat engkau di dunia” (Robohnya Surau Kami, 1986:6)

Kutipan tersebut menggambarkan percakapan imajinatif antara Tuhan dan Haji Saleh, A.A. Navis menyampaikan kritik tajam terhadap kesalehan yang hanya bersifat simbolik. Gelar "Haji" yang dibanggakan justru tidak bernilai di hadapan Tuhan jika tidak disertai dengan amal yang ikhlas dan bermanfaat. Pesan utamanya adalah: agama tidak diukur dari status sosial atau formalitas, tetapi dari ketulusan hati dan perbuatan nyata.
 
Nilai Religius Fiqih
 
Nilai Religi Fiqih yang terkandung didalam cerpen Robohnya Surau Kami ini dapat di ajarkan kepada siswa ha-hal yang diizinkan/tidak diizinkan sesuai dengan norma/aturan agama. Seperti yang tercermin di dalam cerpen yaitu di larang bersentuhan antara laki-laki dan perempuan, berprasangka buruk terhadap orang lain. Segala sesuatu yang melanggar aturan Tuhan pastilah akan mendapat dosa. Berikut kutipan yang ada di dalam cerpen tersebut:

“Kemudian aku duduk di sampingnya dan aku jamah pisau itu.” (Robohnya Surau Kami, 1986:3)

Kutipan ini menggambarkan kedekatan emosional dan rasa hormat tokoh aku terhadap si kakek, yang dikenal sebagai pengasah pisau. Gerakan “menjamah pisau” bukan hanya aksi fisik, tapi juga simbol penghargaan terhadap kerja keras dan kesederhanaan hidup si kakek. Tindakan ini merepresentasikan pengakuan terhadap nilai kerja dan ketulusan, sesuatu yang menjadi inti pesan religius dalam cerpen ini.

“Aku sembahyang setiap waktu. Aku puji-puji Dia. Aku baca Kitab-Nya. ‘Alhamdulillah’ kataku bila aku menerima karunia-Nya. ‘Astagfirullah’ kataku bila terkejut. ‘Masya Allah’. Kataku bila aku kagum.” (Robohnya Surau Kami, 1986:5)

Kutipan ini menampilkan ungkapan keagamaan yang sudah menjadi bagian dari keseharian tokoh, menunjukkan kedekatan batin dengan Tuhan. Penggunaan ucapan-ucapan seperti Alhamdulillah, Astagfirullah, dan Masya Allah menunjukkan bahwa agama tidak hanya dimaknai secara ritual, tetapi juga menjadi ekspresi spontan dalam merespons kehidupan. Ini mencerminkan nilai religius tauhid, yaitu kesadaran akan kehadiran Tuhan dalam segala hal.
 

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler

Artikel Terbaru

img-content
img-content
img-content
Lihat semua

Terkini di Analisis

img-content
img-content
img-content
Lihat semua

Terpopuler di Analisis

Lihat semua