Kuntoro Boga Andri. Alumnus IPB 1998, gelar Magister (2004) dan Doktor (2007) dari Saga dan Kagoshima University, Jepang. Peneliti Utama LIPI (2017) dan pernah sebagai Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (2016-2018), Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat (2018), sebelumnya Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementan (2018-2024), dan Kepala Pusat BSIP Perkebunan (2024-2025). Sejak 25 Maret 2025 menjabat Kepala Pusat BRMP Perkebunan, Kementan.
Menjemput Pasar Global: Momentum Baru Jamu Indonesia
Selasa, 27 Mei 2025 19:09 WIB
Hari Jamu Nasional yang diperingati setiap 27 Mei merupakan momen penting untuk merayakan sekaligus menelaah kekayaan warisan jamu Indonesia.
***
Secara ekonomi, jamu menyentuh hajat hidup jutaan petani, pengrajin, dan pelaku usaha. Pasar domestik jamu Indonesia bernilai puluhan triliun rupiah; pada 2020 diperkirakan mencapai sekitar Rp20 triliun, bahkan sebelum pandemi sempat melampaui Rp25 triliun. Tren gaya hidup kembali ke alam (back to nature) dan peningkatan kesadaran kesehatan pasca pandemi COVID-19 mendongkrak konsumsi jamu nasional.
Namun, potensi jamu Indonesia jauh lebih besar di pasar global. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengestimasi sekitar 80% penduduk dunia menggunakan produk herbal alami untuk kesehatan. Nilai pasar obat berbahan alam dunia pada 2023 diperkirakan mencapai USD 200,95 miliar (sekitar Rp2.900 triliun). Sayangnya, kontribusi ekspor jamu Indonesia masih tergolong kecil, yakni sekitar USD 86,5 juta pada 2023 atau hanya sekitar 0,8% dari total pasar herbal dunia. Sebagai pembanding, India dengan Ayurveda mengekspor produk herbal senilai USD 651 juta, dan Tiongkok dengan Traditional Chinese Medicine mencapai USD 5,46 miliar.
Hari Jamu Nasional yang diperingati setiap 27 Mei merupakan momen penting untuk merayakan sekaligus menelaah kekayaan warisan jamu Indonesia. Pencanangan Hari Jamu Nasional yang dimulai tahun 2008 di Istana Negara bertujuan menghidupkan kembali tradisi minum jamu sebagai gaya hidup sehat sekaligus potensi ekonomi nasional. Terlebih, pengakuan UNESCO pada 6 Desember 2023 yang menetapkan "Budaya Sehat Jamu" sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia ke-13, semakin mengukuhkan posisi jamu di panggung dunia.
Biodiversitas sebagai Modal Strategis
Indonesia memiliki keunggulan sebagai negara megabiodiversity dengan lebih dari 30.000 spesies tumbuhan, dan sekitar 7.500 di antaranya memiliki khasiat obat. Riset Kementerian Kesehatan mencatat 32.013 ramuan tradisional dan 2.848 spesies tanaman obat telah digunakan dalam jamu Indonesia. Ini adalah modal kuat untuk inovasi produk herbal, asalkan ditopang oleh peningkatan kualitas, standarisasi keamanan, dan branding global.
Di sektor hulu, pemerintah melalui Kementerian Pertanian dan Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balitro) mendukung penyediaan bahan baku jamu. Balitro telah mengembangkan berbagai varietas unggul tanaman obat seperti jahe merah, kunyit, temulawak, kencur, dan lain-lain. Benih unggul dan teknologi budidaya diberikan kepada petani di sentra herbal nasional, agar pasokan bahan jamu terjamin dan berkelanjutan.
Sementara itu, Kementerian Kesehatan menggulirkan program Saintifikasi Jamu sejak 2010. Program ini mendukung riset ilmiah atas resep jamu empiris untuk menghasilkan obat herbal terstandar dan fitofarmaka yang diakui medis. Upaya ini diperkuat peran BPOM dalam pengawasan mutu jamu serta fasilitasi sertifikasi produksi. Tantangan tentu ada, seperti investasi besar dalam sertifikasi dan uji klinis, namun dukungan pemerintah terus meningkat.

bahan jamu untuk kegiatan ekonomi UMKM
UMKM Jamu: Penjaga Tradisi dan Motor Inovasi
Di sektor hilir, industri jamu ditopang oleh jutaan pelaku UMKM. Sejak lama, jamu gendong menjadi ikon kearifan lokal yang tetap eksis hingga kini. Perusahaan besar seperti Sido Muncul telah menjadi lokomotif modernisasi industri jamu, namun mayoritas pelaku masih dalam skala UMKM yang perlu pendampingan.
Kemitraan besar-kecil menjadi kunci. Contohnya, program orang tua angkat antara PT Sido Muncul dan UMKM jamu di daerah membantu peningkatan kualitas produksi, desain kemasan, hingga akses pasar. Sinergi ini penting agar UMKM dapat naik kelas dan produk jamu lokal mampu bersaing di tingkat nasional bahkan ekspor.
Namun, masih ada tantangan dalam rantai pasok. Petani seringkali hanya menerima bagian kecil dari nilai tambah produk jadi. Studi menunjukkan bahwa petani lempuyang hanya mendapatkan 8% dari harga jual akhir. Ini menunjukkan perlunya perbaikan sistem tata niaga agar petani lebih sejahtera dan terdorong untuk tetap menanam tanaman obat.
Generasi muda juga mulai tertarik mengembangkan jamu dengan pendekatan kekinian. Inovasi produk bermunculan, seperti jamu dalam bentuk minuman kemasan, permen herbal, hingga jamu boba. Survei menunjukkan 56% konsumen muda tertarik mencoba jamu jika dikemas secara modern. Startup wellness berbasis jamu pun bermunculan, membawa semangat baru untuk mengangkat jamu ke pasar milenial.
Namun, pelaku jamu tetap menjaga nilai-nilai tradisional. Jamu bukan sekadar bisnis, tetapi juga penjaga warisan budaya. Filosofi jamu adalah perpaduan antara doa, pengobatan, dan kearifan lokal. Beberapa produsen bahkan menerapkan prinsip keberlanjutan: menggunakan bahan lokal, memberdayakan petani, dan melestarikan resep turun-temurun.
Dampak Pengakuan UNESCO bagi Industri Jamu
Pengakuan UNESCO terhadap Budaya Sehat Jamu sebagai Warisan Budaya Takbenda Dunia memberi nilai tambah strategis. Sidang UNESCO pada Desember 2023 menyebut jamu bukan hanya ramuan kesehatan, tetapi juga ekspresi budaya yang menyatu dengan alam. Ini membuka jalan promosi ekspor, wisata kesehatan (wellness tourism), dan diplomasi budaya.
Dampaknya sudah mulai terlihat. Pemerintah melalui Kemendikbudristek dan Kemenlu mulai mengintegrasikan jamu dalam pendidikan, riset, dan promosi luar negeri. Kedutaan besar RI aktif mempromosikan jamu di berbagai negara. Ini adalah momentum emas untuk meningkatkan kesadaran global dan membangun reputasi Indonesia sebagai pusat herbal tropis dunia.
Namun, pengakuan UNESCO juga membawa tanggung jawab. Kelestarian tanaman obat, pelibatan komunitas lokal, dan penghormatan atas pengetahuan tradisional harus dijaga. Pendekatan inklusif yang melibatkan masyarakat adat dan pelaku lokal penting untuk menjaga kesinambungan budaya jamu.
Pada akhirnya, Hari Jamu Nasional bukan sekadar seremoni, melainkan panggilan kolektif untuk membawa jamu Indonesia mendunia tanpa kehilangan akar budayanya. Dengan kolaborasi pemerintah, industri, akademisi, dan komunitas, jamu dapat menjadi ikon herbal Nusantara yang tak hanya mengharumkan nama bangsa, tetapi juga menyehatkan dunia.
Praktisi
20 Pengikut
Agroforestri Perkebunan, Opsi Ekonomi Hijau untuk Iklim dan Lingkungan
Sabtu, 7 Juni 2025 09:18 WIB
Berita Pilihan



