Feminisme Midah: Antara Perjuangan dan Ketidak berdayaan dalam Kehidupan Pribadi

Minggu, 25 Mei 2025 11:00 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Sejumlah karya sastra Han Kang
Iklan

Tulisan ini membahas pertentangan antara kesadaran feminis dan realitas tradisional yang dialami oleh tokoh Midah.

Perjuangan Feminisme Midah yang Tergeser oleh Tradisi

Midah memiliki karakter yang kuat, berani, dan penuh semangat untuk memperjuangkan hak-hak perempuan. Ia berbicara tentang kesetaraan, hak untuk menentukan jalan hidup, dan kebebasan memilih. Namun, dalam kehidupan pribadinya, Midah menghadapi kenyataan yang sangat berbeda. Ia menikah dengan seorang pria yang bukan pilihannya, selain itu, ia rela untuk dimadu demi mempertahankan pernikahan tersebut. Sikap ini jelas bertentangan dengan prinsip-prinsip feminisme yang selama ini ia perjuangkan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dalam konteks feminisme, seorang perempuan seharusnya diberi hak untuk menentukan pilihannya sendiri, termasuk dalam hal pernikahan. Namun, Midah justru terjebak dalam sistem patriaki yang mengharuskan perempuan untuk menerima keputusan orang lain, bahkan jika itu bertentangan dengan keinginan dan haknya sendiri. Perjuangan feminisme yang ia suarakan tampaknya hanya terbatas pada ranah publik dan sosial, sementara dalam ranah pribadi, ia terpaksa tunduk pada norma-norma tradisional yang membatasi kebebasan dan kemandirian dirinya sebagai individu.

Salah satu faktor yang memengaruhi keputusan hidup Midah adalah peran sepupunya, yang juga berperan sebagai indung semangnya. Sepupu Midah ini, meskipun berperan dengan niat baik untuk membimbing Midah, malah melarangnya untuk menikah dengan Idrus pria yang ia cintai dan berusaha menjodohkannya dengan teman sepupunya. Dalam konteks ini, peran sepupu Midah menunjukkan bagaimana kendali keluarga dan tradisi bisa mengontrol kehidupan seorang perempuan, bahkan yang memiliki kesadaran feminis sekalipun.

Sepupu Midah, sebagai sosok yang lebih tua dan berpengaruh dalam keluarga, membuat keputusan yang sangat menentukan dalam kehidupan pribadi Midah. Meskipun Midah berjuang untuk kebebasan dan hak perempuan, ia tetap berada dalam posisi yang tersudut oleh ekspektasi dan norma-norma keluarga yang lebih besar. Keputusan sepupu Midah untuk menggagalkan pilihan pernikahannya dengan Idrus mengingatkan kita pada realitas bahwa dalam banyak kasus, meskipun perempuan memiliki kesadaran akan hak-haknya, mereka tetap dibatasi tradisi yang ada. Hal ini menunjukkan bahwa perjuangan feminisme dalam kehidupan nyata sering kali berhadapan dengan tantangan besar yang berasal dari lingkungan sosial dan keluarga.

Menghadapi Pertentangan: Memilih Antara Perjuangan dan Kewajiban

Dalam hidupnya, Midah seolah terjebak dalam pertentangan antara perjuangan feminisme yang ia bawa dengan kewajiban tradisional sebagai perempuan dalam masyarakat patriaki. Meskipun dia menyuarakan hak perempuan, ketika dihadapkan pada pilihan hidup yang menentukan, ia justru memilih untuk menerima keputusan keluarga, bahkan jika itu mengharuskan dirinya menjadi istri yang patuh dan rela dimadu. Keputusan ini tentu saja menggeser nilai-nilai perjuangan yang selama ini ia percayai.

Hal ini menciptakan pertentangan besar dalam narasi novel, di mana perempuan yang seharusnya memiliki kebebasan untuk memilih hidupnya, justru terjebak dalam peran tradisional yang menuntutnya untuk mengorbankan keinginannya demi mempertahankan keharmonisan rumah tangga. Ini bukan hanya mencerminkan ketidakberdayaan pribadi, tetapi juga menunjukkan bagaimana nilai-nilai sosial dan budaya dapat menghalangi kebebasan individu, meskipun mereka memiliki kesadaran akan hak-haknya.

Kehadiran sepupu Midah, meskipun dilakukan dengan niat baik untuk melindungi dan membimbing, justru menunjukkan betapa besar pengaruh keluarga dalam menentukan jalan hidup perempuan. Dalam banyak kasus, keluarga masih dianggap sebagai pihak yang memiliki hak penuh untuk mengatur kehidupan pribadi seorang perempuan, termasuk dalam hal pernikahan. Kehadiran sepupu ini, yang melarang Midah untuk menikah dengan Idrus dan menggantinya dengan perjodohan yang sudah diatur, mencerminkan realitas bahwa meskipun perempuan berjuang untuk kesetaraan di luar rumah, mereka sering kali terjebak dalam peran-peran tradisional yang sangat membatasi.

Sepupu Midah, meskipun memiliki niat yang baik, berperan sebagai simbol dari kekuasaan patriaki yang masih menguasai kehidupan pribadi perempuan. Keputusan sepupu untuk memutuskan siapa yang cocok untuk menikah dengan Midah, meskipun dilakukan dengan kasih sayang, justru menunjukkan bahwa perjuangan feminisme di dunia pribadi sering kali terhalang oleh susunan sosial yang lebih besar.

Kesimpulan: Ketika Perjuangan Feminisme Tergeser oleh Tradisi

Kehidupan Midah memperlihatkan betapa kompleksnya perjuangan perempuan dalam masyarakat yang masih dipengaruhi oleh patriaki dan tradisi. Meskipun ia memiliki kesadaran feminis yang kuat, dalam kehidupan pribadi, ia harus menghadapi kenyataan bahwa keputusan keluarga dan tradisi sering kali menghalangi kebebasannya untuk memilih hidupnya sendiri.

Kehadiran sepupu Midah, yang berperan sebagai penghalang dalam memilih pasangan hidup, menjadi simbol dari bagaimana norma sosial dan keluarga dapat membatasi kebebasan seorang perempuan, bahkan dalam konteks perjuangan feminisme.

Pada akhirnya, perjuangan feminisme Midah tidak sepenuhnya tercapai dalam hidup pribadinya. Ia terjebak dalam ketergantungan pada pilihan orang lain, meskipun ia tahu bahwa hak-haknya sebagai perempuan seharusnya memberinya kebebasan untuk menentukan hidupnya sendiri.

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler

Artikel Terbaru

img-content
img-content
img-content
Lihat semua

Terkini di Analisis

img-content
img-content
img-content
Lihat semua

Terpopuler di Analisis

Lihat semua