Merdeka Belajar yang Memanusiakan Generasi Milenial

Rabu, 24 November 2021 19:45 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Merdeka belajar jangan sampai hanya sebatas retorika semata tanpa implementasi nyata untuk generasi milenial di Indonesia. Mari semua pemangku kebijakan hingga praktisi pendidikan bahwa merdeka belajar jadikan sebagai momen dalam memanusiakan peserta didik di Indonesia. Jangan ada lagi perbedaan taraf hidup, kecerdasan, bahkan pengkastaan. Setiap generasi bangsa punya kekurangan dan kelebihan masing-masing. Generasi milenial harus benar-benar dididik dalam membangun kompetensi dan kemampuan berpikir tingkat tinggi yang relevan terhadap perkembangan zaman. Seperti halnya pesan dari Ali Bin Abi Thalib bahwa “Didiklah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup bukan di zamanmu.” Jadikan merdeka belajar sebagai sebuah momen revolusi pendidikan Indonesia yang jauh lebih baik mencapai pendidikan yang ideal. Hingga pada akhirnya menghasilkan output peserta didik yang tidak hanya cerdas namun memiliki karakter yang baik serta kompeten sesuai bidangnya.

Membicakan pendidikan di Indonesia akan selalu menarik, karena dalam perkembangannya menjadi tolak ukur keberhasilan membangun generasi hebat bangsa Indonesia. Terlepas dari berbagai persoalan yang ada mulai dari teknis di lapangan hingga peringkat dunia pendidikan di Indonesia berdasarkan (PISA) Programme for International Student Asesmen yang berada dalam posisi 74 dari 79 negara dalam bidang literasi, numerasi, dan matematika. Tentu menjadi sebuah keharusan perlunya gebrakan-gebrakan baru yang diharapkan mereposisi atau memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia. Bagaimana caranya? Salah satunya adalah paradigma baru mengenai konsep “Merdeka Belajar” yang dicetuskan oleh bapat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim.

                Mengapa harus merdeka belajar? Karena kebijakan dari merdeka belajar membawa cita-cita dan marwah untuk memberikan tawaran dan penataan kembali sistem pendidikan yang menekankan best process dan bukan best input. Sejalan dalam surat edaran Mendikbud Nomor 14 Tahun 2019 mengenai dihapuskannya ujian nasional dan diganti dengan asesmen kecakapan minimum berupa literasi, numerasi, dan survei karakter. Selain itu, jika kita lihat dalam praktik penerimaan peserta didik baru ketimpangan akses dan kualitas mulai diperabaiki dan diperbaharui yaitu pembagian sistem zonasi yang terdiri dari 50% zonasi, 15% afirmasi, 5% perpindahan, dan sisanya adalah jalur prestasi. Semua anak berhak bersekolah di mana saja, tanpa memandang taraf hidup, kecerdasan atau pengkastaan sekolah favorit dari sebuah lembaga pendidikan.              

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pendidikan yang memanusiakan

                Pada intinya dalam sudut pandang konsep merdeka belajar telah membuka paradigma baru  sebagai pendidikan yang memanusiakan manusia. Semua peserta didik memiliki kesempatan yang sama dan tidak lagi hanya diukur dengan rangkaian tes terstandar dan tidak mengukur sampai tahap berpikir tinggi. Pada intinya konsep merdeka belajar menkankan bahwa hasil belajar tidak hanya diukur melalui tes kognitif, namun yang tak kalah penting mempertimbangkan aspek perkembangan kompetensi yang komprehensif. Perlu digaris bawahi bahwa tujuan pendidikan di era ini adalah mengembangkan kompetensi dan kemampuan berpikir tingkat tinggi yang relevan terhadap perkembangan zaman.

                Setelah kebijakan-kebijakan yang juga sudah ditetapkan, tugas guru di lapangan adalah menerapkan sebaik mungkin guna mensukseskan konsep merdeka belajar. Dalam hal ini penulis sebagai seorang guru harus memposisikan peserta didik sebagai pelaku sentral yang memaknai pengalaman belajarnya guna menemukan potensi hingga mengembangkan kemampuannya. Oleh karenya jangan lupa peran guru membuat pembelajaan yang kreatif dan kontekstual untuk meningkatkan minat belajar dan menarik peserta didik mengikuti proses pembelajaran sampai usai. Dalam mewujudkan hal tersebut bukanlah sebuah hal mudah, karena perlu komitmen kuat dari seorang guru, bagaimana menjadikan pembelajarannya adalah pembelajaran terbaik yang bahkan tidak akan pernah dilupakan oleh muridnya. Jadilah seorang guru yang senantiasa dirindukan oleh muridnya dengan menjadikan pembelajaran bermakna yang tidak membosankan dan membuat jenuh peserta didik.

                Menghadapi era pandemi covid 19 yang hingga kini belum usai sepenuhnya, pelaksanaan pembelajaran dari rumah atau daring masih menjadi prioritas dalam mencegah penyebaran covid 19. Meski hanya melalui pembelajaran daring jangan sampai mengurangi kualitas dan produktivitas dalam pembelajaran kepada peserta didik. Selain kemampuan pemanfaatan platfom teknologi, seorang guru harus memiliki perencanaan pembelajaran secara sistematis, rinci, dan menarik. Bagaimana seorang guru harus menyatukan konsentrasi dan presepsi peserta didik meski bejauhan dalam sebuah visi pembelajaran yang jelas. Guru harus menjadi penggerak memimpin pembelajaran yang holistik yang berpusat kepada peserta didik serta mewujudkan profil Pancasila. Pada akhirnya manjadikan bagaimana output peserta didik yang tidak hanya cerdas namun memiliki karakter yang baik serta kompeten sesuai perkembangan zaman.

 

Generasi Milenial

                Pada era Society 5.0, yang kian terasa penggunaan teknologinya, membuat dunia pendidikan juga harus siap menghadapi tantangan. Sebab, tidak dapat dipungkiri bahwa kecanggihan teknologi secara perlahan menggeser tenaga manusia di lapangan pekerjaan. Hal ini tentu tidak boleh dibiarkan karena diprediksi akan meminimalkan atau bahkan meniadakan penggunaan sumber daya manusia di industri. Generasi milenial harus benar disiapkan untuk menghadapi tantangan ke depan karena mereka adalah aktor-aktor yang mulai masuk dunia professional baik menjadi pekerja, seniman, pengusaha, bahkan pilihan karir masa kini. Berdasarkan data BPS pada tahun 2020 menunjukkan bahwa generasi Z Indonesia berjumlah 75,5 juta jiwa. Tentu itu bukanlah angka yang kecil untuk sebuah negara.

                Memang pada sisi lain bahwa tidak dapat dipungkiri jika generasi milenial adalah generasi yang beruntung karena hidup di era digital yang serba mudah segala urusannya. Generasi milenial juga sangat identik dengan penggunaan media sosial yang menjadi bagian hidup dari mereka, sehingga gaya belajarnya pun bersifat subjektif menyesuaikan minat dari masing-masing individu. Sehingga pendidik di Indonesia harus mengemas pembelajarannya dengan menyenangkan dan mengombinasikan gaya belajar klasik dengan berbagai aplikasi termutakhir menunjang proses pembelajaran. Pendidik masa kini terhadap generasi milenial harus membuka akses seluas-luasnya agar berkembang terutama terhadap keterampilan 5C.

                Keterampilan C pertama adalah compleks problem solving sebagai sebuah keterampilan memecahkan berbagai masalah. Kedua adalah keterampilan critical thingking yakni kemampuan berpikir kritis dan anlitis dalam berbagai aktivitas dan tujuan. Keterampilan C yang ke tiga adalah kreatif, bagaimana generasi milenial Indonesia adalah mereka-mereka yang melahirkan inovasi-inovasi baru dan berkembang. Keterampilan selanjutnya yakni coordinating with others, atau bagaimana keterampilan dalam berkolaborasi dan bekerjasama dalam menyelesaikan maslah dengan berkoordinasi dengan orang lain. Keterampilan yang tidak kalah penting adalah fleksibilitas kognitif sebagai sebuah keterampilan yang memadukan kreativitas hingga penalaran logika dalam menghadapi suatu masalah yang sedang dihadapi.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Mochammad Amsori

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler

Artikel Terbaru

img-content
img-content
img-content

test

Rabu, 17 Juli 2024 08:22 WIB

img-content
img-content
Lihat semua

Terkini di Pendidikan

img-content

test

Rabu, 17 Juli 2024 08:22 WIB

img-content
img-content
img-content
Lihat semua

Terpopuler di Pendidikan

Lihat semua