saya seorang tenaga pengajar di SMP Negeri 22 Bandar Lampung. saat ini menjadi Ketua MGMP PAI Kota Bandar Lampung, Pengurus APKS PGRI Propinsi Lampung. Pengurus Forum Guru Motivator Penggerak Literasi (FGMP;) Lampung. \xd Guru Penggerak angkatan 7 dan Pengajar Praktik angkatan 11 kota bandar Lampung.\xd saya aktif menulis di berbagai media elektronik daerah/nasional
Berkurban Bukan Sekadar Daging, Tapi Jembatan Welas Asih antar Sesama
Sabtu, 7 Juni 2025 12:46 WIB
Berkurban simbol pengorbanan terdalam, refleksi kepasrahan total kepada Tuhan dan cinta tak bersyarat kepada manusia.
***
Setiap tahun, gema takbir menggema dari masjid ke masjid, menandai tibanya Hari Raya Idul Adha. Hari tersebut tidak hanya tentang ibadah, tetapi juga tentang makna pengorbanan dan cinta kasih terhadap sesama.
Di tengah kemeriahan penyembelihan hewan kurban, tak sedikit orang yang hanya memandang ibadah ini dari sisi ritual semata. Daging dibagi, tradisi dijalankan, lalu semuanya kembali seperti semula
Padahal, ibadah kurban bukanlah seremonial kosong yang berhenti pada penyembelihan hewan. Ia adalah simbol pengorbanan terdalam, refleksi kepasrahan total kepada Tuhan dan cinta tak bersyarat kepada manusia.
Ibadah kurban mengajak kita untuk meneladani kisah Nabi Ibrahim dan putranya, Ismail. Bukan tentang pisau dan anak, tetapi tentang keikhlasan dan kepatuhan yang melampaui logika manusia.
Ketika Nabi Ibrahim diperintahkan untuk menyembelih putranya, itu adalah ujian cinta—cinta kepada Allah melebihi segala cinta lainnya. Dan Ismail pun merelakan dirinya, sebagai bentuk kepercayaan penuh kepada kehendak Ilahi.
Kisah ini mengajarkan bahwa pengorbanan yang tulus selalu berakar pada cinta. Cinta yang tidak egois, yang siap memberikan apa pun demi kebaikan yang lebih besar
Dari sinilah makna kurban sesungguhnya bersemi. Ia bukan sekadar tentang daging yang dibagikan, tetapi tentang jiwa yang dibersihkan dan hubungan antarmanusia yang diperkuat.
Dalam konteks sosial, kurban menjadi sarana yang luar biasa untuk menumbuhkan solidaritas. Ia mendekatkan yang kaya kepada yang miskin, yang mampu kepada yang tak berdaya
Di hari-hari biasa, mungkin banyak keluarga yang tak pernah mencicipi daging. Namun saat Idul Adha, mereka ikut merasakan kegembiraan karena adanya tangan-tangan dermawan yang berkurban.
Di sinilah kurban menjadi jembatan cinta. Ia menghubungkan hati yang terpisah oleh tembok-tembok sosial, menyatukan kembali masyarakat dalam semangat saling peduli
Sayangnya, masih ada sebagian orang yang menjalankan kurban sebatas simbol. Mereka membeli hewan terbaik, memamerkannya di media sosial, lalu menghilangkan makna ibadah di baliknya.
Kurban menjadi ajang gengsi, bukan pengabdian. Ia menjadi arena pencitraan, bukan ladang pengorbanan. Inilah yang perlu diluruskan dalam pemahaman umat.
Islam tidak pernah mengajarkan kesombongan dalam ibadah. Justru, setiap ibadah sejatinya meluruhkan ego dan menyadarkan kita bahwa semua hanyalah titipan Allah.
Dalam Al-Qur’an, Allah menegaskan bahwa yang sampai kepada-Nya bukanlah daging atau darah, melainkan ketakwaan dari orang yang berkurban. (QS. Al-Hajj: 37)
Ayat ini menegaskan bahwa aspek spiritual dan sosial dari kurban jauh lebih penting daripada aspek fisiknya semata.
Maka, kurban yang ideal bukan hanya memberi daging, tetapi juga menyalurkan kasih. Ia menyalurkan harapan, kepedulian, dan penguatan bagi mereka yang hidup dalam keterbatasan.
Di saat dunia dilanda berbagai krisis, kurban bisa menjadi oase kemanusiaan. Ia bisa menjadi solusi untuk mengurangi kesenjangan, mempererat persaudaraan, dan menumbuhkan empati.
Dalam masyarakat urban yang semakin individualis, nilai-nilai kurban penting untuk dihidupkan kembali. Ia mengingatkan bahwa hidup bukan hanya tentang diri sendiri, tetapi juga tentang orang lain
Kurban juga mendidik kita untuk melepaskan sesuatu yang kita cintai. Ini adalah latihan spiritual agar kita tidak terjebak dalam cinta duniawi yang menyesatkan.
Semakin sulit kita melepaskan sesuatu, semakin besar nilai pengorbanan yang kita lakukan. Dan di situlah letak keindahan kurban sebagai bentuk pengabdian.
Lebih dari itu, kurban adalah ujian tentang keikhlasan. Apakah kita memberi karena ingin dilihat orang, atau karena benar-benar ingin mendekatkan diri kepada Allah?
Pertanyaan ini penting untuk direnungkan oleh setiap Muslim. Karena hanya dengan keikhlasanlah, ibadah kita akan bernilai di sisi Allah.
Maka, mari kita kembalikan esensi kurban pada tempatnya. Ia adalah ibadah yang mengajarkan cinta, bukan kebanggaan. Ia membangun jembatan, bukan sekat
Dalam keluarga, semangat kurban bisa ditanamkan sejak dini. Anak-anak diajak untuk memahami bahwa berbagi adalah bagian dari cinta sejati.
Di sekolah, kurban bisa menjadi momen pembelajaran karakter. Siswa diajarkan tentang empati, tanggung jawab sosial, dan pentingnya berbagi kebahagiaan
Di lingkungan kerja, kurban bisa membangun solidaritas antarpegawai. Kebersamaan dalam berkurban mempererat relasi yang mungkin renggang karena kesibukan
Bahkan di ranah pemerintahan, semangat kurban harus menjadi ruh dalam pelayanan publik: memberikan yang terbaik bagi rakyat, bukan sekadar menjalankan formalitas.l
Kurban bukan hanya urusan agama, tapi juga persoalan kemanusiaan. Ia melatih kita menjadi manusia yang lebih peka, lebih lembut, dan lebih peduli.
Maka, jika kita menjalani ibadah kurban tanpa perubahan sikap, tanpa kepedulian yang tumbuh, maka kita hanya memotong hewan, bukan ego kita.
Sesungguhnya, kurban sejati adalah pemotongan terhadap sifat kikir, dengki, iri, dan cinta dunia yang berlebihan.l
Kurban mengajak kita menelusuri kembali jalan spiritual yang penuh kasih. Jalan yang mengajarkan bahwa semua yang kita miliki hanyalah titipan.
Ketika kita rela melepaskan sebagian dari yang kita punya, di situlah kita menjadi manusia yang utuh. Manusia yang tidak dikendalikan oleh kepemilikan, tetapi oleh cinta
Kurban juga menjadi momen persatuan umat. Ia menyatukan orang dari berbagai latar belakang dalam satu semangat: saling memberi dan menerima.
Dalam tatanan sosial, kurban harus menjadi gerakan bersama, bukan ibadah yang terkotak di masjid atau halaman rumah tertentu saja.
Bayangkan jika semangat kurban mewarnai seluruh aspek kehidupan: rumah tangga, pendidikan, politik, hingga ekonomi. Maka bangsa ini akan dipenuhi cinta dan kepedulian.
Kurban juga mengajak kita untuk merenungi siapa yang paling membutuhkan uluran tangan kita. Kadang bukan mereka yang mengulurkan tangan, tapi yang diam menahan lapar
Maka, jembatan cinta yang dibangun oleh kurban harus menjangkau semua: anak yatim, lansia, penyintas bencana, hingga tetangga yang tak pernah meminta
Kurban bukanlah milik orang kaya semata. Ia adalah ladang amal bagi siapa pun yang punya cinta dan niat untuk berbagi.
Sebab cinta itu tidak harus besar. Bahkan sepotong daging, bila dibagikan dengan hati yang tulus, bisa menguatkan ikatan antarhati.
Akhirnya, mari kita renungkan kembali: apakah kurban kita tahun ini hanya sebatas daging, atau sudah menjadi jembatan cinta yang menyentuh hati sesama?

Penulis Indonesiana
0 Pengikut

Menakar Ketakwaan Berkurban antara Keikhlasan dan Riak Sosial
Sabtu, 7 Juni 2025 19:33 WIB
Berkurban Bukan Sekadar Daging, Tapi Jembatan Welas Asih antar Sesama
Sabtu, 7 Juni 2025 12:46 WIBArtikel Terpopuler