Toleransi dan Keberagaman dalam Piagam Madinah
Kamis, 29 Mei 2025 16:22 WIB
Piagam Madinah merupakan salah satu dokumen tertulis di dalam sejarah Islam yang menjadi dasar pembentukan masyarakat multikultural
***
Di dalam sirah nabawiyah dikenal istilah hijrah atau perpindahan Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah, perpindahan menjadi titik terpenting di dalam sejarah peradaban Islam, peristiwa hijrah itu kemudian menjadi tahun pertama kalender Islam di mulai, serta di Madinah Nabi Muhammad SAW berhasil membangun sebuah masyarakat ideal memiliki toleransi tinggi, saling menghargai dan menghormati satu komunitas dengan komunitas lain.
Sebelum Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah, di kota itu sudah terdapat berbagai komunitas sosial yang beragam, terdapat banyak sekali klan. Klan merupakan kelompok sosial terdiri dari orang-orang memiliki hubungan kekerabatan, berdasarkan garis keturunan yang sama. Salah satu klan di Madinah saat itu adalah kelompok Yahudi yang memiliki sekitar dua puluh klan, dengan tiga kelompok klan terbesar Yahudi, yaitu Qainuqa, Nadhir, dan Quraizhah (Miswari, 2009)
Kemudian terdapat juga klan Arab yang jumlahnya mayoritas dengan dua klan dominan yaitu Aus dan Khazraj. Klan Aus dan Khazraj kerap bermusuhan, bahkan keduanya terlibat konflik bersenjata selama puluhan tahun, kemenangan serta kekalahan dipergilirkan diantara mereka, karena sering terlibat konflik antar komunitas, tidak aneh di Madinah setiap klan memiliki benteng dan kastel sebagai tempat perlindungan, di dalam catatan sejarah klan Yahudi memiliki 59 benteng, sedangkan klan Arab mendirikan 19 benteng, pendirian banyak benteng ini menjadi bukti sebelum kedatangan Nabi Muhammad SAW, Madinah merupakan wilayah tidak stabil penuh dengan konflik sosial dan peperangan (Asy-Syarif, 2023).
Meskipun menjadi wilayah sering terjadi konflik horizontal, Madinah dikenal memiliki tanah sangat subur, hal ini ditandai luasnya lahan pertanian ketika itu, serta banyaknya kebun-kebun kurma. Madinah juga menjadi tempat strategis untuk bertahan dari serangan musuh dari luar, wilayah ini dikelilingi lereng bukit lava hitam berwarna kemerahan, menjadi pertahanan alami yang mengagumkan, serta banyak benteng yang didirikan setiap klan, sehingga Madinah sangat cocok sebagai tempat bertahan dari serangan militer (Cole, 2019).
Peran Masjid
Sejak pertama kali tiba di Madinah, bangunan pertama kali Nabi Muhammad SAW dirikan adalah masjid, sebagai langkah strategis di dalam membangun masyarakat Islam yang kuat, terorganisir, dan berlandaskan nilai-nilai keimanan. Masjid menjadi tempat (1) berkumpulnya umat Islam, (2) didirikannya syiar-syiar agama, (3) tempat memusyawarahkan perkara umum, (4) menerima delegasi dari luar Madinah (Asy-Syarif, 2023).
Berkumpulnya umat Islam, masjid menjadi titik kumpul umat Islam setiap hari di dalam lima waktu, artinya Nabi Muhammad SAW melakukan interaksi sangat intens dengan para sahabatnya di dalam masjid, tujuannya untuk membentuk komunitas Islam yang kuat, serta menjadikan masjid sebagai fondasi utama membangun kehidupan beragama. Ibadah shalat di dalam masjid tidak saja sebagai bentuk relasi vertikal antara Tuhan dan hamba-Nya, juga sarana membangun soliditas sosial diantara umat Islam, mereka datang ke masjid saling menyapa, berjabat tangan, dan membentuk barisan yang kokoh.
Didirikannya syiar-syiar agama, masjid tidak hanya tempat melaksanakan ibadah shalat, tetapi juga menjadi pusat penyebaran dakwah Islam, melalui masjid disampaikan syiar Islam untuk mengajak umat kepada Allah SWT, juga sarana pendidikan tempat mengajarkan isi kandungan Al-Qur’an dan Hadis, melalui masjid di Madinah umat Islam merintis lembaga pendidikan pertama, terbentuklah institusi pendidikan disebut al-Suffah sedangkan komunitasnya disebut Ashab al-Suffah, lembaga pendidikan al-Suffah mengkaji isi kandungan Al-Qur’an dan Hadis di dalam masjid. Lembaga al-Suffah menghasilkan para ulama disegani seperti Abu Hurairah, Abu Dzar al-Ghifari, Salman al-Farisi, dan lain-lain (Muslih, 2020).
Tempat memusyawarahkan perkara umum, Nabi Muhammad SAW menjadikan masjid sebagai tempat pengambilan keputusan penting, dengan melibatkan partisipasi para sahabat, artinya keputusan yang diambil itu melalui proses dialogis, hal ini membuktikan semangat keterbukaan pada masa kepemimpinan Nabi Muhammad SAW di Madinah, yang senantiasa melibatkan para sahabat di dalam mengambil keputusan, seperti ketika Perang Badar dan Perang Uhud, Nabi Muhammad SAW memusyawarahkan dengan para sahabat, antara bertahan di dalam kota atau menyongsong musuh di luar kota.
Menerima delegasi dari luar Madinah, masjid menjadi tempat menerima utusan dari suku-suku Arab yang datang untuk menyatakan keislaman atau menjalin perjanjian damai, tercatat di dalam sejarah terdapat beberapa klan yang datang ke Madinah bertemu dengan Nabi Muhammad SAW seperti Bani Thaqif (Ta’if) dan klan dari Najran.
Piagam Madinah
Untuk mempersatukan klan Arab, yaitu Aus dan Khazraj, sebelum hijrah Nabi Muhammad SAW kedua klan itu berseteru, maka ketika klan Aus dan Khazraj masuk Islam. Nabi Muhammad SAW, berusaha mewujudkan stabilitas sosial di Madinah, sebelumnya ikatan darah terbukti tidak mampu menyatukan masyarakat di kota itu. Nabi Muhammad SAW menjadikan ikatan darah dirubah menjadi ikatan akidah, memperbaiki hubungan antara Aus dan Khazraj, dengan menyatukan keduanya dengan satu nama, yaitu Anshar, sebuah identitas baru yang tidak menggunakan ikatan darah, tetapi ikatan akidah, dengan tujuan menjauhkan dari sikap fanatik kesukuan (Asy-Syarif, 2023).
Identitas baru bernama Anshar artinya sebagai komunitas penolong, yang menyambut Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya (Muhajirin) ketika berhijrah dari Makkah ke Madinah (Hitti, 2004). Kelompok Anshar memberikan pertolongan dengan menyediakan tempat tinggal, serta menyisihkan harta mereka untuk diberikan kepada kelompok Muhajirin, sehingga terbentuk satu ikatan sosial sangat kokoh di antara sesama umat Islam ketika itu, suatu identitas baru Anshar dan Muhajirin.
Bagaimana membangun soliditas antara umat Islam dengan komunitas non-Islam di Madinah?
Nabi Muhammad SAW menetapkan sebuah perjanjian ditandatangani oleh seluruh ketua klan disebut Piagam Madinah, perjanjian ini diakui menjadi konstitusi pertama di dunia, sebelum adanya Revolusi Prancis (1789), Revolusi Amerika Serikat (1776), dan Deklarasi HAM di PPB (1948).
Piagam Madinah memiliki 47 pasal yang mengatur keragaman dan toleransi di Kota Madinah, di dalamnya tertulis kelompok non-Islam seperti Yahudi, Nasrani, dan Majusi (Zoroaster) memiliki hak dan kewajiban sama dengan kelompok Islam.
Kelompok Islam dan non-Islam memiliki kebebasan untuk menjalankan kepercayaan agamanya, mereka semuanya mendapat perlindungan setara, serta semua komunitas (Islam dan non-Islam) bertanggungjawab penuh atas keselamatan komunitas lain, tidak boleh saling menyerang apalagi membunuh, serta setiap orang harus membantu siapa pun yang mengalami kesulitan secara ekonomi-finansial, disebabkan terlilit utang.
Berikut beberapa kisah menarik yang mencerminkan semangat keberagaman di Kota Madinah.
Saat itu Abdullah bin Sahal Al-Anshari terbunuh, tempat terbunuhnya terjadi di daerah klan Yahudi, ada kemungkinan besar pelaku pembunuhan adalah orang Yahudi, hal ini diyakini oleh mayoritas para sahabat, mereka meminta ditegakkan sanksi pada klan Yahudi. Namun, tidak menunjukkan adanya bukti. Karena itu Nabi Muhammad SAW tidak memberikan sanksi apapun kepada komunitas Yahudi, beliau memberikan satu tuntutan agar mereka bersumpah tidak melakukan pembunuhan itu, bahkan Nabi Muhammad SAW menjadikan dirinya sebagai wali untuk membayar diyat pada keluarga korban (As-Sirjani, 2019).
Kisah ini menunjukkan bukti bahwa Nabi Muhammad SAW sangat berhati-hati ketika akan memberikan sanksi kepada komunitas lain, bahwa perjanjian di dalam Piagam Madinah betul-betul dipatuhi dan dihormati.
Kelak kemudian hari klan Yahudi mengingkari perjanjian, Nabi Muhammad SAW bertindak tegas memberikan sanksi, klan Yahudi mendapatkan hukuman, bukan karena agamanya, tetapi mereka menghianati isi perjanjian Piagam Madinah, yaitu bersama-sama melindungi Kota Madinah dari invasi pihak luar. Ketika terjadi Perang Ahzab dimana pasukan Quraisy mengepung Kota Madinah, justru klan Yahudi ini memberikan bantuan kepada pasukan Quraisy untuk menghadapi umat Islam, padahal di dalam Piagam Madinah tertulis semua komunitas bekerjasama melindungi kota Madinah dari serangan pihak luar.
Prinsip kesetaraan di dalam Piagam Madinah konsisten dijalankan Nabi Muhammad SAW, ketika itu terjadi perseteruan antara seorang muslim dengan suku Yahudi, orang muslim itu memiliki keyakinan bisa lolos dari tanggungjawab atas kesalahan telah diperbuat, dengan menyalahkan seorang Yahudi. Kemudian turun wahyu kepada nabi mengungkapkan kesalahan seorang muslim tersebut (Ramadhan, 2017).
Prinsip kesetaraan ini dapat dilihat juga dari kata umat digunakan yang tertulis di dalam Piagam Madinah, bukan dengan istilah bani yang merujuk pada pertalian darah (keturunan), artinya aspek terpenting relasi sosial di Kota Madinah, tidak ditentukan oleh pertalian darah, tetapi menggunakan prinsip bersifat universal (ummatun wahidah), seluruh pihak yang terlibat dalam konsensus Piagam Madinah dianggap sebagai satu umat, tidak peduli latar belakang agama serta ras mereka, semua mendapat perlindungan yang setara ketika mendapatkan ancaman kekerasan dari luar Madinah (Miswari, 2009).
Menurut Nurcholish Madjid masyarakat Kota Madinah menjunjung tinggi kesetaraan, Nabi Muhammad SAW, tidak pernah membeda-bedakan satu kelompok dengan kelompok lain di tengah-tengah keragaman, semuanya mendapatkan tempat yang terhormat. Bahkan aturan hukum betul-betul bersifat adil ditegakkan, Nabi tidak pernah membedakan perlakuan hukum antara kelompok elit (saudagar) dengan masyarakat biasa. Rasulullah SAW pernah berkata “hancurnya peradaban sebuah bangsa di masa lalu, jika kelompok elit melakukan tindakan kejahatan dibiarkan, tetapi kalau yang melakukan tindakan itu dari masyarakat biasa pasti mendapatkan hukuman” (Madjid, 1996).
Pengembangan sikap toleran di Kota Madinah ini akhirnya menciptakan masyarakat yang damai (salam) sebagaimana diajarkan dalam agama Islam, bahwa penanaman prinsip non-sektarian menjadikan kehidupan lebih dinamis dan kreatif, masyarakat jadi termotivasi mengembangkan minat serta pemikiran tanpa sekat ketakutan, karena semua orang mendapatkan jaminan dari potensi akal yang dimiliki (Gaus AF, 2010). Berikutnya tradisi intelektual terbangun di Madinah, pasca Perang Badar para tawanan perang (Quraisy) menebus kebebasan setiap orang dari mereka dengan mengajarkan membaca dan menulis kepada sepuluh pemuda Madinah, dalam tradisi kesukuan bangsa Arab tebusan tawanan perang lajimnya menggunakan tebusan harta, hal ini menjadi bukti Islam mengajurkan umatnya mencintai ilmu pengetahuan (Ramadan, 2007).
Piagam Madinah merupakan tonggak penting dalam sejarah peradaban manusia, menunjukkan toleransi dan keadilan, bisa hidup berdampingan. Piagam ini menjadi inspirasi bagi konsep-konsep modern tentang hak asasi manusia dan tata kelola pemerintahan yang adil.
Referensi Artikel
As-Sirjani, R. (2019). Sumbangan Peradaban Islam Pada Dunia. Pustaka Al-Kautsar.
Asy-Syarif, A. I. (2023). Mekkah dan Madinah Sejarah Kuno Dua Kota Suci Menurut Sumber Otoritatif Islam. Pustaka Alvabet.
Cole, J. (2019). Muhammad Juru Damai Di Tengah Benturan Imperiun Besar Dunia. Pustaka Alvabet.
Gaus AF, A. (2010). Api Islam Nurcholish Madjid Jalan Hidup Seorang Visioner. Kompas.
Hitti, K. P. (2004). History of the Arab : Rujukan Induk dan Otoritatif Sejarah Peradaban Islam. Penerbit Qaf.
Madjid, N. (1996). Menuju Masyarakat Madani. Jurnal Kebudayaan Dan Peradaban Ulumul Qur’an, 2(No. 2/VII/1996).
Miswari, Z. (2009). Madinah Kota Suci, Piagam Madinah, dan Teladan Muhammad. Kompas Media Nusantara.
Muslih, M. K. (2020). Tradisi Intelektual Islam : Melacak Sejarah Peradaban Ilmu Pada Masa Kejayaan. Direktorat Islamisasi Ilmu Universitas Darussalam Gontor.
Ramadhan, T. (2017). Muhammad Rasul Zaman Kita. Serambi.

Dosen FISIP Universitas Singaperbangsa Karawang (UNSIKA), Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik PD Muhammadiyah Karawang.
0 Pengikut

Toleransi dan Keberagaman dalam Piagam Madinah
Kamis, 29 Mei 2025 16:22 WIB
Kelompok Studi Mahasiswa Melawan Orde Baru
Selasa, 6 Mei 2025 11:25 WIBArtikel Terpopuler