Saya merupakan mahasiswa aktif Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mimikri Tokoh Willem Walter dalam Novel Student Hidjo

Selasa, 27 Mei 2025 17:27 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Kegelisahan Setelah Membaca Student Hidjo Karya Mas Marco Kartodikromo
Iklan

Sejatinya, mimikri merupakan konsep peniruan yang tidak terjadi secara totalitas.

Mas Marco Kartodikromo dikenal sebagai seorang penulis novel terbitan di luar Balai Pustaka. Berprofesi sebagai jurnalis pada masa Hindia Belanda. Ia beraspirasi lewat tulisan melawan atau mengkritik pemerintah kolonial Belanda. Sebab kritikannya tersebut, beberapa buku yang Kartodikromo ciptakan dilarang untuk terbit oleh Belanda. Bahkan beliau pernah dipenjara oleh pemerintah Hindia Belanda karena perjuangannya sebagai tokoh komunis.

Kartodikromo banyak menghasilkan bacaan-bacaan liar yang terbit di luar Balai Pustaka, padahal saat itu Balai Pustaka merupakan penerbit resmi pemerintah Belanda. Salah satu tulisan liarnya adalah novel Student Hidjo yang terbit pada tahun 1919.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Student Hidjo merupakan novel yang ditulis oleh Kartodikromo saat dirinya sedang diasingkan ke negeri Belanda. Berlatar belakang pendidikan, novel ini menceritakan seorang anak bangsa bernama Hidjo yang diminta ayahnya untuk melanjutkan pendidikannya ke Delf, Belanda. Melalui tokoh Hidjo, Kartodikromo ingin membuktikan bahwa anak bangsa juga bisa menempuh pendidikan yang layak pada saat itu. Walaupun pada kenyataannya saat itu pendidikan di Indonesia tidak boleh memiliki taraf yang sama dengan Belanda, khawatirnya rakyat Indonesia akan menyadari betapa kejam perlakuan Belanda terhadap Indonesia.

Memilik sisi lain pada cerita tokoh utama dalam novel Student Hidjo, hal yang tidak kalah menarik juga ingin disampaikan oleh Kartodikromo kepada pembaca yang diwakili oleh tokoh Willem Walter. Walter merupakan laki-laki berkebangsaan Eropa yang diutus menjadi Controleur di Kabupaten Djarak. Dikisahkan sebagai orang berkebangsaan Eropa yang jatuh cinta dengan pribumi, yaitu Raden Ajeng Woengoe. Dia merupakan sosok yang ambisius dalam mengejar cinta Woengoe, hingga dia rela meninggalkan tunangannya.

Sosok ambisiusnya menjadikan dia mudah bergaul dengan pribumi, bahkan dia rela untuk belajar dan mengikuti adat Jawa. Sejalur dengan keadaan seperti ini, Homi Bhabha mengajukan sebuah konsep sastra, yaitu mimikri. Mimikri menggambarkan proses peniruan kebudayaan. Menurut Homi Bhabha mimikri tidak selalu menunjukkan ketergantungan sang terjajah kepada yang dijajah, tetapi peniru bermain dalam proses imitasi, dengan begitu mimikri bisa dipandang sebagai strategi menghadapi dominasi. Terbukti pada saat Walter ikut duduk dan ngobrol bersama Woengoe, Biroe, dan Wardojo pada kutipan berikut.


"Saya lebih suka melihat tandak daripada melihat orang berdansa," kata Controleur kepada R.M Wardojo sambil matanya melihat Raden Ajeng Biroe dan Wongoe (hlm 80)


Kutipan di atas menggambarkan dimulainya ketertarikan Walter kepada kedua Raden Ajeng tersebut. Sehingga pada saat ditanya oleh Wardojo tentang menandak dengan lantangnya Walter menjawab ingin belajar seperti orang jawa. Baik dari segi adat istiadat maupun kesenangannya.

"Apakah Tuan sudah paham betul-betul adat orang Jawa?" tanya Controleur dengan wajah cemberut. (h.154)


"Saya heran sekali, Tuan orang Belanda yang telah sepuluh tahun tinggal di Hindia berani berkata begitu!" kata Controleur dengan sabar. (H.155)

Sikap di atas merupakan bantahan dari Walter ketika Sersan menghina Jawa. Walter tidak terima ketika ada yang menghina adat istiadat orang Jawa. Padahal yang menghinanya merupakan orang yang sebangsa dengannya. Melalui kecintaannya terhadap Woengoe, ia pun mati-matian membela Jawa. Namun sayang, ternyata cinta Walter tidak terbalaskan. Pada akhirnya Woengoe menikah dengan Hidjo dan tunangan Walter pun sudah menikah dengan orang lain, sehingga Walter meneruskan pekerjaannya sebagai Assistant dan menikah dengan Betje dibuktikan oleh narasi berikut.

HIDJO TELAH kawin dengan R.A Wongoe dan hidup senang sebagai jaksa di Djarak. (H.185)
Walter sudah kembali dari verlof, ia menjadi Assistant Resident di Djarak dan mempunyai istri Betje. (H.185)

Proses mimikri tidak selalu tentang peniruan yang bersifat berhasil, seperti pada kutipan di atas. Walter yang sudah berusaha untuk meniru kebudayaan Jawa ternyata tidak berhasil untuk mendapatkan hati Woengoe. Sejatinya, mimikri merupakan konsep peniruan yang tidak terjadi secara totalitas. Gejala mimikri sendiri akan menghasilkan sebuah ambigu, resisten, dan kontradiktif. Tidak akan pernah sama, karena memiliki latar belakang yang berbeda. Ketidakmampuan ini justru menjadi celah bagi proses mimikri untuk menjadi proses resistensi yang bersifat kontradiktif.

Bagikan Artikel Ini
img-content
nafla yuniar

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler

Artikel Terbaru

img-content
img-content
img-content
Lihat semua

Terkini di Analisis

img-content
img-content
img-content
Lihat semua

Terpopuler di Analisis

Lihat semua