Saya merupakan mahasiswa aktif Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Problematik kehidupan Hanafi dalam Novel Salah Asuhan
Selasa, 27 Mei 2025 07:04 WIB
Perbedaan latar belakang budaya dan restu orangtua Corrie menghalangi hubungan mereka. Terjebak hutang budi, Hanafi menikahi Rapiah tanpa cinta.
Abdoel Moeis merupakan salah satu sastrawan Indonesia yang terkenal sebagai politikus, penerjemah, dan juga sebagai Pahlawan Nasional Republik Indonesia. Lahir di Sungai Pua Bukittinggi, Sumatera Barat pada tanggal 03 Juli 1886. Salah satu karyanya yang masih terkenal sampai saat ini adalah novel "Salah Asuhan" yang diterbitkan di Balai Pustaka pada tahun 1928. Novel "Salah Asuhan" ini merupakan bentuk kritik tentang dua kebudayaan yang saling bertolak belakang, yakni budaya Barat dan Budaya Timur. Kebudayaan Barat dan Timur ini sangat berpengaruh sekali di kalangan masyarakat Indonesia sampai saat ini. Contohnya seperti Hanafi yang lupa akan identitas aslinya sebagai pribumi yang lahir di Solok, Sumatera Barat. Selain itu juga Hanafi sudah berani melawan orang tua satu-satunya yang ia punya, yaitu Mariam. Hanafi merupakan anak yatim yang sedari kecilnya dirawat dan dibesarkan oleh sang Ibu.
Walaupun Mariam seorang janda yang telah ditinggal suaminya, ia bisa menyekolahkan Hanafi ke HBS dengan bantuan pamannya Hanafi juga. Setelah di sekolahkan di HBS ia memiliki teman Belanda yang bernama Corrie. Mereka berdua dekat karena selalu melakukan kegiatan bersama di sekolah, mulai dari kegiatan olahraga maupun belajar bersama hingga bermain bareng-bareng. Dari kebersamaan itu Hanafi menaruh rasa kepada Corrie. Namun Corrie menjauhi Hanafi setelah mengetahui perasaannya itu. Corrie sempat bimbang terhadap perasaannya sendiri, namun saat ia memberanikan diri untuk berbicara terhadap papahnya, ternyata papahnya Corrie tidak mengizinkan anaknya memiliki hubungan dengan seorang pribumi.
Saat itu Hanafi merasa sedih. Mariam, Ibu Hanafi berniat untuk menjodohkan Hanafi dengan Rapiah, karena keluarga Rapiah telah berjasa membayarkan biaya sekolah Hanafi. Walaupun Hanafi menyetujui untuk menikah dengan wanita yang tidak ia cintai, pernikahan itu banyak sekali problematik dari mulainya acara. Saat pernikahannya Hanafi menolak untuk memakai baju adat Minangkabau, ia sempat bertentangan dengan keluargnya tapi akhirnya ia menyetujui pakaian yang ia pakai itu. Dengan satu syarat, yakni mempelai wanita pun sama dengannya tidak 'digilakan' dengan 'anak joget' atau memakai rumbai-rumbai khas Minangkabau.
Setelah menikah, problematik yang terjadi pada Hanafi terus-terusan bermunculan, dari ia yang acuh terhadap Rapiah dan anaknya, hingga ia beradu mulut dengan sang Ibu. Hanafi menikahi Rapiah untuk membalas jasa budi yang telah dilakukan oleh keluarga Rapiah, tetapi Hanafi tidak bisa mencintai Rapiah, justru ia membentak, bersikap kasar, bahkan bermain tangan kepada istrinya itu.
Singkat cerita si Hanafi diam-diam menikahi Corrie, ia mengirimkan surat cerai kepada Rapiah yang membuat hati Rapiah dan ibunya sakit. Hanafi pergi ke Semarang untuk menemui Corrie kembali. Setelah itu, Corrie dan Hanafi mendapat balasan dari teman-temannya yaitu dibenci serta dijauhi karena telah berkhianat terhadap bangsanya. Selain itu juga si Hanafi menuduh sang istri berselingkuh dengan lelaki lain dan ia merasa sakit hati, dari problematik hubungan itu mereka menjadi renggang dan Corrie memutuskan untuk keluar kota tak lama ia terkena sakit kholera akhirnya meninggal dunia. Setelah Hanafi menikmati problematik kisah cintanya dengan Corrie, ia pulang ke Solok dan terkena penyakit pada perutnya. Dokter datang ke rumah Hanafi untuk memeriksa, tetapi tak bertahan lama Hanafi memandang ibunya dengan sedih dan menghembuskan nafas terakhir saat berjabat tangan dengan sang ibu.
Kesimpulan dari artikel di atas adalah bahwa Abdoel Moeis, seorang sastrawan, politikus, penerjemah, dan Pahlawan Nasional, melalui novelnya "Salah Asuhan," menyampaikan kritik terhadap benturan antara budaya Barat dan Timur yang berdampak signifikan pada masyarakat Indonesia. Novel ini menggambarkan bagaimana pengaruh budaya Barat dapat menyebabkan individu seperti Hanafi kehilangan identitas diri dan berkonflik dengan nilai-nilai tradisional serta keluarga. Kisah tragis Hanafi yang diwarnai oleh pilihan cinta yang salah, pengkhianatan, dan penyesalan, menjadi ilustrasi konsekuensi dari ketidakmampuan dalam menyeimbangkan kedua pengaruh budaya tersebut. Pada akhirnya, "Salah Asuhan" tidak hanya menjadi karya sastra, tetapi juga cerminan permasalahan sosial dan budaya yang relevan hingga saat ini.
Novel Salah Asuhan

Penulis Indonesiana
0 Pengikut

Menjelajahi Transformasi Midah
Rabu, 4 Juni 2025 14:30 WIB
Mimikri Tokoh Willem Walter dalam Novel Student Hidjo
Selasa, 27 Mei 2025 17:27 WIBArtikel Terpopuler