Fenomena Serapan Bahasa Korea dalam Bahasa Indonesia di Media Sosial
Senin, 5 Mei 2025 19:49 WIB
Serapan bahasa Korea dalam bahasa Indonesia di media sosial merupakan cerminan dinamika budaya global dan lokal yang saling bertemu.
Dalam beberapa tahun terakhir, fenomena Korean Wave (Hallyu) telah membawa pengaruh besar terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat Indonesia, salah satunya adalah bahasa. Kehadiran budaya Korea melalui K-Pop, drama Korea, variety show, hingga makanan, tidak hanya mengubah selera hiburan dan gaya hidup, tetapi juga memperkaya kosakata sehari-hari, terutama di media sosial.
Serapan bahasa Korea dalam bahasa Indonesia kini menjadi tren yang menarik untuk dikaji, khususnya dalam ranah komunikasi digital generasi muda.
1. Bentuk Serapan dan Penggunaan
Serapan bahasa Korea di media sosial Indonesia umumnya berupa kata-kata yang tidak diterjemahkan dan digunakan apa adanya. Beberapa kata populer seperti oppa (kakak laki-laki bagi perempuan), unni (kakak perempuan bagi perempuan), aegyo (tingkah lucu menggemaskan), hingga daebak (keren atau luar biasa) sering ditemukan dalam komentar, cuitan, maupun caption.
Bahkan istilah seperti second lead syndrome, bias, dan comeback telah mengalami perluasan makna dan digunakan secara kontekstual dalam budaya K-Pop.
Tidak jarang pula pengguna media sosial mencampurkan kata-kata Korea dalam kalimat bahasa Indonesia atau Inggris, menciptakan bentuk komunikasi code-mixing yang khas:
"Oppa-ku ganteng banget pas di scene itu, aku nggak kuat!"
"Aduh, vibes-nya kayak drama Korea yang mellow itu, daebak!"
2. Faktor Penyebab
Ada beberapa faktor utama yang menyebabkan banyaknya serapan bahasa Korea di media sosial:
Paparan intensif terhadap konten Korea: Penggemar K-Pop dan drama Korea sering terpapar kosakata asli Korea, baik melalui subtitle maupun interaksi langsung dalam fandom.
Identitas kelompok dan ekspresi budaya: Penggunaan istilah Korea menjadi penanda identitas sosial di antara komunitas penggemar. Istilah seperti stan, maknae, atau sunbae menunjukkan keakraban terhadap budaya Korea.
Media sosial sebagai ruang ekspresi informal: Berbeda dengan komunikasi formal, media sosial memberikan kebebasan linguistik yang memungkinkan eksperimen bahasa, termasuk menyerap istilah asing.
3. Dampak Linguistik dan Budaya
Fenomena ini memiliki dua sisi. Di satu sisi, ia menunjukkan keterbukaan masyarakat terhadap budaya asing dan kreativitas dalam berbahasa. Di sisi lain, terlalu banyaknya serapan tanpa penyesuaian bisa memunculkan kekaburan makna atau menggeser penggunaan istilah asli Indonesia.
Misalnya, kata “oppa” yang secara budaya Korea digunakan dalam konteks usia dan hubungan tertentu, di Indonesia kerap digunakan bebas untuk merujuk pada idola laki-laki tanpa memperhatikan nuansa aslinya.
4. Respons dan Tantangan
Lembaga bahasa belum banyak memberikan regulasi khusus terhadap serapan Korea, berbeda dengan istilah serapan dari bahasa Inggris yang lebih mapan. Ini menjadi tantangan dalam menjaga integritas bahasa Indonesia di tengah arus globalisasi.
Namun demikian, fenomena ini bisa menjadi peluang untuk memperkaya bahasa jika dikelola dengan bijak. Misalnya, penyusunan kamus slang atau glosarium istilah populer bisa membantu pengguna memahami konteks penggunaan yang tepat.
Serapan bahasa Korea dalam bahasa Indonesia di media sosial merupakan cerminan dinamika budaya global dan lokal yang saling bertemu. Ia tidak sekadar tren, tetapi juga simbol dari bagaimana bahasa terus berkembang sesuai zaman. Tugas kita sebagai pengguna adalah menjaga keseimbangan antara apresiasi terhadap budaya asing dan pelestarian bahasa ibu.

Penulis Indonesiana
0 Pengikut

Fenomena Serapan Bahasa Korea dalam Bahasa Indonesia di Media Sosial
Senin, 5 Mei 2025 19:49 WIB
Kumpulan Pantun Nasihat: Mutiara Kebijaksanaan dalam Syair Tradisional
Senin, 8 Juli 2024 06:51 WIBArtikel Terpopuler