Pensiunan PT Chevron Pacific Indonesia. Menjadi Pemerhati aspal Buton sejak 2005.
Hilirisasi Aspal Buton: Mimpi Kemandirian yang Dikhianati?
Selasa, 8 April 2025 22:15 WIB
Hilirisasi aspal Buton bukan hanya sekadar pilihan, namun keharusan untuk tetap terus berjuang melawan para pengkhianat bangsa.
Indonesia memiliki cadangan aspal alam terbesar di dunia, tetapi ironisnya tetap mengimpor lebih dari 90% kebutuhan aspal nasional. Hilirisasi aspal Buton seharusnya menjadi tonggak kemandirian, namun realitanya justru penuh pengkhianatan terhadap potensi besar negeri sendiri. Janji-janji pemerintah terus diulang, regulasi dibuat setengah hati, dan mafia impor masih terus bercokol, menghambat industri dalam negeri berkembang.
Aspal Buton seharusnya menjadi solusi bagi pembangunan infrastruktur nasional, menciptakan lapangan kerja baru, dan menghemat devisa negara. Namun, alih-alih mendukung produksi dalam negeri, kebijakan pemerintah lebih berpihak pada kepentingan impor. Dimana keberpihakan pemimpin negeri kita ini? Jika hilirisasi hanya sebatas wacana tanpa tindakan nyata, maka ini bukan sekadar kegagalan, melainkan pengkhianatan terhadap mimpi kemandirian yang seharusnya sudah terwujud sejak lama.
Pemerintah telah berbicara tentang hilirisasi aspal Buton selama bertahun-tahun, tetapi implementasinya selalu berjalan di tempat. Ada apa ini? Berbagai kebijakan yang dikeluarkan lebih sering menguntungkan impor daripada memajukan industri dalam negeri. Mafia impor aspal terus bermain di belakang layar, menguasai tender proyek infrastruktur dan memastikan aspal Buton tidak mendapatkan tempat yang layak dalam skema pembangunan nasional.
Setiap tahun, Indonesia mengimpor jutaan ton aspal dari luar negeri, membuang devisa negara dalam jumlah besar yang seharusnya bisa digunakan untuk mengembangkan industri aspal Buton. Padahal, jika dikelola dengan serius, hilirisasi aspal Buton tidak hanya akan menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat lokal, tetapi juga menghemat anggaran negara yang selama ini bocor ke luar negeri.
Pemerintah harus mengambil langkah konkret. Kebijakan setengah hati tidak lagi cukup. Hilirisasi aspal Buton harus menjadi prioritas utama, bukan sekadar jargon politik. Mafia impor aspal harus diberantas, regulasi harus berpihak pada industri dalam negeri, dan investasi harus difokuskan pada pengolahan aspal Buton agar memiliki daya saing global.
Jika pemerintah terus membiarkan situasi ini, maka hilirisasi aspal Buton akan selamanya menjadi mimpi indah yang terus dikhianati. Saatnya berhenti berpihak pada kepentingan segelintir elite dan mulai bekerja untuk kemandirian ekonomi bangsa.
Hilirisasi aspal Buton seharusnya menjadi langkah strategis untuk membangun kemandirian ekonomi Indonesia. Dengan cadangan aspal alam terbesar di dunia, Indonesia memiliki peluang besar untuk mengurangi ketergantungan pada impor aspal dan memperkuat industri dalam negeri. Namun, kenyataannya, potensi ini justru dibiarkan terbengkalai, sementara impor aspal terus merajalela. Mengapa negara dengan kekayaan alam melimpah justru memilih menjadi pelanggan tetap produk luar negeri? Apakah ini murni kelalaian, atau ada faktor kepentingan yang sengaja mengkhianati mimpi kemandirian bangsa?
- Mafia Impor: Penguasa Bayangan yang Menentukan Kebijakan
Salah satu faktor utama yang menghambat hilirisasi aspal Buton adalah keberadaan mafia impor aspal yang memiliki pengaruh sangat besar dalam menentukan kebijakan. Mereka mengendalikan distribusi, harga, dan bahkan regulasi yang seharusnya berpihak pada industri dalam negeri. Selama puluhan tahun, kartel ini menikmati keuntungan sangat besar dari kebijakan impor yang justru merugikan ekonomi nasional. Bukankah aneh jika sebuah negara yang memiliki sumber daya melimpah justru terus bergantung pada produk asing?
Kebijakan yang setengah hati dan lemahnya komitmen pemerintah dalam memberantas praktik monopoli ini semakin memperpanjang rasa ketidakadilan. Pemerintah kerap berbicara tentang kemandirian, dan realitas di lapangan menunjukkan bahwa industri aspal nasional justru dikorbankan demi kepentingan segelintir elite. Jika pemerintah benar-benar ingin mewujudkan hilirisasi aspal Buton, maka langkah pertama yang harus diambil adalah membongkar semua jaringan mafia impor aspal ini dan memastikan bahwa kebijakan yang dibuat berpihak pada kepentingan nasional.
- Regulasi yang Tidak Berpihak: Janji Kosong atau Ketidakmampuan?
Dalam beberapa tahun terakhir, hilirisasi sumber daya alam menjadi fokus utama pemerintahan Jokowi. Sektor seperti nikel dan bauksit mendapatkan perhatian serius, tetapi mengapa aspal Buton tetap terpinggirkan? Jawabannya sederhana: karena tidak ada keberpihakan nyata dari pemerintah.
Beberapa regulasi memang telah dibuat untuk mendorong penggunaan aspal Buton dalam proyek-proyek nasional. Namun, implementasinya masih jauh dari harapan. Porsi penggunaan aspal lokal tetap minim dibandingkan dengan impor. Bahkan, ada indikasi bahwa beberapa aturan justru dirancang untuk membuat aspal Buton terus kalah bersaing, baik dari sisi harga maupun spesifikasi teknis yang dibuat dengan standar tertentu. Apakah ini murni kelemahan kebijakan, atau ada tekanan kuat dari pihak-pihak yang ingin melanggengkan dan mempertahankan dominasi impor aspal?
- Prabowo: Harapan Baru atau Pengulangan Sejarah?
Kini, kepemimpinan beralih ke Prabowo Subianto. Sebagai seorang nasionalis yang sering berbicara tentang kemandirian dan kedaulatan bangsa, ia memiliki peluang besar untuk memperbaiki kesalahan masa lalu. Namun, pertanyaannya adalah: apakah Prabowo akan berani menghadapi mafia impor aspal, kepentingan besar yang selama ini menghambat hilirisasi aspal Buton?
Jika Prabowo benar-benar memiliki komitmen terhadap kemandirian dan kedaulatan ekonomi, maka ia harus segera mengambil langkah konkret. Langkah pertama adalah menghentikan kebijakan impor aspal yang sangat merugikan dan memastikan bahwa proyek-proyek infrastruktur nasional menggunakan aspal lokal. Kedua, ia harus menindak mafia impor aspal yang selama ini menjadi penghalang utama. Ketiga, ia harus mendorong investasi besar-besaran di sektor pengolahan aspal, agar aspal Buton memiliki daya saing dan mampu memenuhi standar internasional.
Namun, jika Prabowo hanya melanjutkan kebijakan lama tanpa perubahan signifikan, maka ia hanya akan menjadi bagian dari rantai panjang pengkhianatan yang terus berulang. Janji tentang kemandirian akan tetap menjadi ilusi, dan Indonesia akan terus kehilangan kesempatan untuk berdikari di bidang infrastruktur.
- Kesimpulan: Apakah Indonesia Siap Memutus Rantai Panjang Pengkhianatan?
Hilirisasi aspal Buton bukan sekadar isu ekonomi, tetapi juga cerminan dari bagaimana negara ini mengelola sumber dayanya sendiri. Jika pemerintah tetap terus membiarkan dominasi impor aspal dan tidak mengambil langkah nyata untuk membangun industri aspal dalam negeri, maka ini bukan hanya sekadar kelalaian, melainkan sebuah pengkhianatan yang terstruktur, sistematis, dan masif terhadap kemandirian bangsa.
Saatnya Prabowo berhenti berbicara dan mulai bertindak. Jika tidak, maka Indonesia akan terus menjadi negara yang kaya sumber daya, tetapi miskin kebijakan dan terjebak dalam lingkaran ketergantungan zona nyaman impor aspal yang seharusnya sudah sejak lama diputus. Akankah pengkhianatan terhadap kemandirian bangsa berlanjut? Dimana suara rakyat pendukung aspal Buton?
Para pendukung aspal Buton, akademisi, pemerintah daerah, kontraktor, masyarakat, dan pemimpin nasional harus bersatu dan bersuara lebih lantang dan keras. Jika mereka tetap bungkam, maka mimpi kemandirian ini akan terus dikhianati oleh kepentingan segelintir elite yang ingin mempertahankan dominasi impor aspal.
Indonesia tidak boleh terus menjadi bangsa yang kaya sumber daya tetapi miskin kebijakan. Hilirisasi aspal Buton bukan hanya sekadar pilihan, namun keharusan untuk tetap terus berjuang melawan para pengkhianat bangsa.

Pemerhati Aspal Buton
6 Pengikut

Diamnya Presiden, Matinya Aspal Buton, dan Sumringahnya Aspal Impor
Senin, 9 Juni 2025 08:25 WIB
Swasembada Aspal Itu Wajib Negara, Bukan Pilihan Pasar!
Sabtu, 7 Juni 2025 15:30 WIBArtikel Terpopuler