Lahir, Bandar Lampung, Sekolah dan nyantri di Pesantren, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Sekarang Aktif Berkaligrafi dan menulis Puisi.
The Other, Lensa Kritis dalam Relasi Laki-laki dengan Perempuan
Rabu, 2 April 2025 06:14 WIB
Dalam diskursus feminisme kontemporer, konsep the other telah menjadi lensa kritis yang memungkinkan pemahaman lebih mendalam tentang relasi
Dalam diskursus feminisme kontemporer, konsep the other telah menjadi lensa kritis yang memungkinkan pemahaman lebih mendalam tentang relasi kuasa dan struktur sosial yang membentuk pengalaman perempuan. Feminisme tidak hanya berbicara tentang kesetaraan gender dalam artian sempit, tetapi juga tentang bagaimana pandangan masyarakat terhadap "yang lain" telah membentuk dan mempertahankan sistem ketidaksetaraan yang kompleks.
Ketika kita mengarahkan pandangan pada fenomena feminisme sosial, kita perlu memahami bagaimana konstruksi "orang lain" telah menjadi fondasi dari marginalisasi dan subordinasi sistemik.
Simone de Beauvoir, dalam karyanya yang monumental The Second Sex, mengungkapkan bagaimana perempuan seringkali dikonstruksikan sebagai the other dalam relasi dengan laki-laki yang dianggap sebagai subjek dan norma. Pandangan ini bukan sekadar refleksi perbedaan biologis, melainkan hasil dari konstruksi sosial dan historis yang menempatkan perempuan dalam posisi yang kurang diistimewakan.
Feminisme sosial mengembangkan pemahaman ini lebih jauh dengan menganalisis bagaimana sistem ekonomi dan struktur kelas turut memperkuat ketidaksetaraan gender. Dalam kerangka ini, the other tidak hanya didefinisikan oleh gender, tetapi juga oleh posisi dalam hierarki ekonomi dan sosial.
Interseksionalitas, konsep yang diperkenalkan oleh Kimberlé Crenshaw, telah memperkaya diskursus feminisme sosial dengan menunjukkan bagaimana berbagai bentuk identitas dan opresi saling bersinggungan. Seorang perempuan tidak hanya mengalami diskriminasi berdasarkan gendernya, tetapi juga berdasarkan ras, kelas, seksualitas, dan identitas lainnya. Dalam konteks ini, the other menjadi kategori yang semakin kompleks dan berlapis-lapis. Feminisme sosial kontemporer berusaha membongkar simplifikasi dan universalisasi pengalaman perempuan, mengakui keberagaman dan kompleksitas pengalaman "keoranglainan" yang dihadapi perempuan dari berbagai latar belakang.
Dalam ranah praktis, feminisme sosial telah mendorong transformasi institusi dan kebijakan publik untuk mengatasi ketidaksetaraan struktural. Dari advokasi untuk kebijakan upah yang setara hingga perjuangan untuk hak reproduksi dan penghapusan kekerasan berbasis gender, gerakan ini bertujuan untuk mengubah kondisi material yang mempertahankan perempuan sebagai the other dalam masyarakat. Upaya-upaya ini tidak hanya berfokus pada perubahan hukum dan kebijakan, tetapi juga pada transformasi budaya dan norma sosial yang membentuk persepsi dan ekspektasi tentang peran gender.
Dalam era digital dan globalisasi, feminisme sosial menghadapi tantangan dan peluang baru dalam mendefinisikan dan mengatasi konstruksi the other. Media sosial telah memberikan platform bagi suara-suara yang sebelumnya termarginalkan, memungkinkan artikulasi pengalaman dan perspektif yang beragam. Namun, pada saat yang sama, struktur kuasa yang ada seringkali direproduksi dalam ruang digital, menciptakan bentuk-bentuk baru dari eksklusi dan marginalisasi. Feminisme sosial kontemporer berusaha untuk menavigasi kompleksitas ini, menganalisis bagaimana teknologi dan globalisasi dapat dimanfaatkan untuk mengatasi—bukan memperkuat—konstruksi "the other".
Pada akhirnya, feminisme sosial menantang kita untuk melihat melampaui kategori-kategori biner dan hierarkis yang telah lama membentuk pemahaman kita tentang gender dan masyarakat. Dengan memahami bagaimana the other dikonstruksikan dan dipertahankan melalui praktik-praktik sosial, ekonomi, dan budaya, kita dapat mulai membayangkan dan menciptakan dunia yang lebih adil dan inklusif.
Dalam dunia semacam itu, perempuan—dan semua kelompok yang telah diposisikan sebagai the other—tidak lagi dipandang sebagai anomali atau penyimpangan dari norma, melainkan sebagai partisipan penuh dalam membentuk masa depan kolektif kita.

Penulis Indonesiana
5 Pengikut
Artikel Terpopuler