Cinta Ibu Sepanjang Jalan, Cinta Pasangan Hanya Sampai Persimpangan
Kamis, 13 Juli 2023 15:18 WIBTulisan ini merupakan bagian dari penelitian orangutan di Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan Tengah, yang mempelajari perilaku beberapa orangutan. Terutama hubungan induk orangutan dengan anak, atau sebaliknya.
Seperti ceritera sinetron atau cerpen, sebuah kisah tentang beberapa orangutan yang mempunyai perilaku yang unik tentang sebuah cinta, bila diterjemahkan ke dalam bahasa manusia. Orangutan Yuni yang menunggu kuburan anaknya atau Sugarjito yang diam di dahan melihat kuburan induknya. Menyedihkan bila menatap wajah-wajah yang kehilangan mahluk yang dicintai.
Suatu hari di musim panas, musim kemarau yang cukup panjang di kawasan Taman Nasional Tanjung Puting, khusunya di seputaran Camp Leakey. Beberapa orangutan rehabilitansi terlihat kulit berwarna putih, selalu garuk-garuk dan menurut dokter, itu penyakit scabies, atau dalam bahasa masyarakat gudik.
Petugas Orangutan Foundation International (OFI) dan staf lapangan taman nasional, berusaha menangkap, memandikan dan mengobati. Satu persatu disumpit, dimanna ujung anak panahnya (damak) diberikan obat tidur (bius) sementara. Tim gabungan ini dengan cepat, memandikan dengan sabun, menaburkan obat serta memberikan suntikan. Khawatir kalau tidak cepat kilat, keburu orangutan itu siuman.
Petugas terus mencari dan mencari, baik orangutan yang setiap pagi atau sore datang ke feeding station, atau di jembatan pelabuhan Camp Leakey, barang kali ditemukan orangutan yang gatal-gatal.
Sudah tak terlihat. Namun ada staf OFI yang melihat Yuni, menggendong anaknya, yang sepertinya sudah mati, digendong sepanjang Jalan Toges. Kemudian diam di ujung dapur. Benar, anak Yuni sudah mati, dan sepertinya sudah beberapa hari, karena tulang-tulang anaknya sudah lunglai dan ada bau yang tidak sedap.
Semua staf yang ada di Camp Leakey berembug, bagaimana caranya bisa mengambil bangkai anak Yuni itu. Tak mungkin bisa diambil begitu saja, tentu Yuni tak tinggal diam dan pasti akan menyerang. Orangutan Yuni cukup besar dibanding dengan orangutan lain. Kalau hanya satu atau dua orang memegang, Yuni dalam keadaan sadar tanpa dibius, tentu tak akan kuat melawannya.
Kemudian ada ide cemerlang dari ibu-ibu bagian dapur, untuk memancing Yuni diberi makanan, dengan harapan dia meletakkan dan meninggalkan anaknya di tanah, kemudian staf lain mengambil anaknya untuk dikubur.
Ibu-ibu yang di dapur memanggil manggil nama Yuni. “Yuni, Yuniiiii… teng…teng”, sambil memukul-mukul panci dan memperlihatkan makanan ke pada Yuni.
Benar Yuni tertarik, terlhat memang lapar, peluh membasahi wajahnya.
“Makanan akan diberikan kalau Yuni meletakkan anaknya, sehingga bisa diambil”, kata salah satu staf. Perlahan Yuni meletakkan anaknya, sambil melihat dan mengambil beberapa semut yang sudah berkerumun di tubuh anaknya. Kemungkinan, Yuni selama di hutan tidak menggendong di pohon atau malah berjalan di tanah, sehingga anak yang telah mati itu ada semut-semut yang ada di tubun anaknya.
“Yuni, Yuni, Yuni” terus dipanggil dan dipancing dengan makanan.
Yuni mulai bergerak, anak ditinggalkan. Staf yang lain secara sembunyi sembunyi melihat Yuni. Bila sudah jauh, baru bisa diambil. Namun bila masih terlalu dekat, khawatir Yuni menyerang.
Kira-kira jarak antara Yuni dengan bangkai anaknya lebih dari 20an meter, staf yang sudah siap dengan membawa karung, bergerak cepat mengambil bangkai anaknya.
DEMOKRASI ATAU KUDETA PADA BANGSA KERA
Yuni menoleh ke belakang dan meninggalkan makananya yang sudah digenggam. Yuni teriak dan mengejar. Namun tak lama Yuni berhenti menatap staf yang membawa bangkai anaknya. Mungkin Yuni tahu, kalau anaknya sudah mati. Tim lain membuat lubang untuk mengubur anak Yuni. Tak lama berselang, setelah anaknya dikubur, Yuni, tsudah terlihat di dahan tak jauh dari lubang yang digali untuk menguburkan anaknya. Setelah tahu kalau ada Yuni, staf yang mengubur, langsung menjauh dengan cepat, khawatir kalau Yuni menyerang.
Lain ceritera dengan anak orangutan yang diberi nama Sugarjito, kira-kira umurnya 4 tahun, dan masih belum bisa terpisah dengan induknya, kemana pergi. Hanya saja Sugarjito sudah jarang digendong sama induknya.
Kalau bisa dibilang, Siswoyo, orangutan titipan dari seorang perwira polisi di Jakarta ini, menjadi Ratu Di Camp Leakey. Karena semua orangutan yang ada di pusat rehabilitasi itu, tidak berani atau takut atau segan (bahasa manusianya) dengan Siswoyo yang mempunyai perawakan besar. Sifat sosialnya, dia tidak suka dengan orangutan yang jahil, dan kepada anak-anak orangutan bekas peliharaan, sangat sayang, cuek, hanya saja tidak pernah mengambil anak orangutan menjadi anak angkatnya.
Siswoyo sangat produktif, artinya sering melahirkan anak. Hanya berjarak dua - empat tahunan dari anak yang satu dengan yang lain. Hal ini sangat berbeda dengan kehidupan di alam. Dimana Dr. Biruté Galdikas, dari hasil penelitiannya, mengatakan bahwa anak pertama dan kedua, rata-rata jarak kelahiran lebih dari 6 tahun. Hal menyebabkan rahim Siswoyo mati ketika malahirkan, bahkan ari-ari tertinggal di dalam perutnya, menyebabkan radang pada kemaluan dan rahim.
Pertolongan demi pertolongan dari tenaga medis rumah sakit Panhkalan Bun, tidak dapat menyelamatkan Siswoyo. Siswoyo mati di kandang, dan Sugarjito nampak di pohon dan berada tak jauh jari kandang. Ketika Siswoyo diangkat sataf OFI untuk dikuburkan, Sugarjito hanya melihat dan mendesah perlahan. Setelah usai menguburkan, tahu-tahu Sugarjito ada di pohon melihat staf ofi yang usai menguburkan induknya.
Sugarjito dikasih makan, menampik. Kadang diterima, hanya tak dimakan. Menjelang sore hari, petugas akan memberikan makanan tambahan kepada orangutan rehabilitan yang ada di Camp Leakey. Berteriak dan memanggil satu perasatu orangutan yang ada di Camp.
Tak lupa memanggil Siswi, kaka Sugarjito. Petugas berusaha mendekatkan Siswi kepada Sugarjito dengan makanan. Entah mengapa, Siswi pun menurut dan mendekat adiknya. Petugas yang lain menuju jembatan sambil mendorong gerobag berisi makanan tambahan dan susu. Siswi jalan di tanah menuju jembatan dan Sugarjito, adiknya mengikuti dari belakang, dan sesekali menoleh ke belakang.
Sungguh terharu melihat perilaku orangutan, yang konon memiliki genetika yang mendekati manusia, lebih dari 90 %.
*Penulis adalah staf Orangutan Foundation International
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Berkunjung ke Negeri King-Kong
Selasa, 3 Oktober 2023 18:41 WIBPara Dokter, Where Are You?
Senin, 25 September 2023 16:10 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler