Manusia Semesta

Minggu, 4 Juni 2023 10:34 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sebuah puisi narasi ...

MANUSIA SEMESTA

Aku rasa aku selalu ada bersama semesta.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Aku pikir diriku selalu ada pada galaxy raya.

Tapi itu hanya rasaku.

Tapi itu hanya pikirku.

Tapi apa demikian pula inginku.

 

Semesta menatapku dengan bijak,

 

Duhai sang penyair.

Senyummu selalu menyapa semesta sedini waktu.

Ingatmu selalu menatap alam raya sepagi hari.

Hatimu selalu terkait gelombang angkasa.

Langkahmu selalu bersama labirin lautan dalam.

Harimu selalu menata relung samudera.

Mimpimu selalu melompati ranah zamrud khatulistiwa.

 

Engkaulah sang api dalam luasnya gelombang yang tiada henti berpacu ..

 

Dengan apa duhai semesta? selaku.

 

Duhai sang penyair.

Seingat kami engkau selalu mengajarkan kesabaran.

 

Bukan. Bukan semesta. Selaku lagi.

 

Aku yang belajar kesabaran dari semesta.

 

Bergerak sesuai poros semesta.

Pagi, siang, sore, malam.

Fajar, matahari, senja, bulan, bintang.

Matahari muncul dari ufuk timur.

Matahari tenggelam dari ufuk barat.

 

Begitu selalu.

 

Baiklah sang penyair.

Engkau mengajarkan sesuatu yang lain lagi.

Ketelitian.

 

Bukan. Bukan semesta. Aku yang belajar dari semesta.

 

Baiklah sang penyair.

Engkau mengajarkan sesuatu yang lain lagi.

Disiplin.

 

Bukan. Bukan semesta. Aku yang belajar dari semesta.

 

Baiklah. Engkau pastilah yang mengajarkan sesuatu yang pasti kali ini.

Harapan.

 

Bukan. Bukan semesta. Aku yang belajar dari semesta.

Pagi sehabis malam.

Terang sehabis gelap.

Pelangi sehabis hujan.

 

Aah ... sang penyair.

Engkau kan yang memilih untuk menatap semesta dengan rajinnya.

Karena engkaulah semesta.

Semesta raya.

Engkaulah cermin yang begitu terang.

 

Bukan. Bukan semesta. Aku bukan cermim semesta raya.

Aku cuma manusia biasa.

Yang suka menatap alam semesta.

Angkasa.

Awan.

Derai hujan.

Riak gelombang.

Hembusan angin.

Seperti simfoni merdu terdengar.

Seperti alunan nada yang harmoni terasa.

Menyentuh hidup yang sedari dini tak berkenalan dengan ... (waktu!).

 

Yach ... begitulah.

Cermin semesta raya berkata.

Dengar is mulai bersenandung ...

Ajari aku untuk bicara tanpa kata-kata.

Untuk bisa ungkapkan rasa.

Dia tak ada pada waktu dan gelombang yang sama.

Some other time, perhaps.

Salam.

Renungan.

Tanbu, 3 Juni 2023.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Esther Dwi Magfirah channel

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

img-content

Angin Sampaikan Padanya

Rabu, 5 Juli 2023 21:39 WIB
img-content

Siang yang Terik

Rabu, 5 Juli 2023 21:38 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler

Artikel Terbaru

img-content
img-content
img-content

test

Rabu, 17 Juli 2024 08:22 WIB

img-content
img-content
Lihat semua

Terkini di Fiksi

img-content
img-content
img-content
img-content
img-content
Lihat semua

Terpopuler di Fiksi

Lihat semua