Bangsa Pemakan Cacing dan Revolusi Mental
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB“Kau akan membangunkan infrastruktur untuk kami, agar distrbusi cacing-cacing impor ini lebih lancar ke seluruh Nusantara, demi kekayaan kami!"
Salam cacing!
Kali ini 300 ton bawang putih impor dari China dan Taiwan ketahuan mengandung cacing nematoda sehingga tidak layak konsumsi. Tapi menurut berita media lainnya jumlah bawang yang diimpor dari China dan Taiwan itu 30 ribu ton. Kementerian Perdagangan telah memberikan izin impor bawang putih sebanyak 196 ribu ton kepada 13 perusahaan, dari rekomendasi Kementerian Pertanian yang merekomendasikan impor bawang putih 450 ribu ton kepada 41 perusahaan.
Bawang putih tersebut harga asalnya sekitar Rp 5.600,-/kg, dijual kepada konsumen di negara ini Rp 45 ribu – Rp 60 ribu/kg. Keuntungan segelintir saudagar bawang (yang dihitung keuntungan 5 pedagang bawang putih) tersebut sekitar Rp 19 T / tahun.
Kita tentu tidak perlu meributkan bahwa ternyata selama ini mungkin kita juga telah makan cacing nematoda rasa bawang putih. Kan mungkin baru ketahuan sekarang toh? Kenapa? Orang yang menjadi simbol kesehatan Indonesia, yakni Menteri Kesehatan, pernah bilang bahwa dalam kasus cacing ikan kaleng impor yang juga baru katahuan itu katanya cacing itu mengandung protein. Jadi, kita ternyata mendapatkan protein dari ikan kaleng impor dan bawang putih impor. Lah pantesan bangsa Indonesia ini sehat-sehat dan enerjik.
Karena saking sehat dan enerjiknya, berkat sering makan cacing impor itu maka orang-orang Indonesia bisa loh kalau cuma meratakan gedung media massa yang beritanya dianggap menghina tokoh Pancasilais. Maka, bangsa Pancasilais adalah bangsa yang suka atau tidak suka telah sering makan cacing impor.
Soal impor pangan ini saya pun jadi ingat semangat berapi-api yang berkobar-kobar dari Pak Jokowi saat pidato kampanye pilpres tahun 2014 lalu. Kata bliao, petani harus dimuliakan, sehingga jika bliao terpilih jadi presiden maka bliao akan ambil kebijakan “stop impor pangan.”
Apakah janji kampanye Pak Jokowi sudah jandi kenyataan alias ditepati? Menurut saya sudah. Orang-orang salah menafsirkan kebijakan yang ada. Sebenarnya Pak Jokowi sudah memerintahkan stop impor pangan, termasuk ikan kaleng dan bawang putih itu. Mungkin saja barang yang boleh diimpor adalah cacing untuk pakan ikan.
Tapi ternyata menurut penelitian lembaga Semilikithi Prikitiw, cacing yang bagus itu adalah cacing parasit yang bersemayam di dalam ikan kalengan dan cacing nematoda yang bersemayam di dalam bawang putih. Jadi, aslinya itu impor cacing, bukan impor ikan kaleng dan bawang putih. Tapi kok cacing-cacing itu malah dimakan manusia Indonesia? Nah, itu kesalahan ada pada kita bangsa yang kekurangan protein ini. Lha cacing untuk pakan ikan kok dimakan. Saya jadi ingat waktu kecil memancing ikan di kali dan waduk menggunakan umpan cacing tanah. Mungkin ikan zaman now suka dengan makanan cacing parasit, tapi sayangnya cacing parasit itu dimakan manusia bangsa Indonesia. Yah, cacing aja kok rebutan.
Ada yang bilang, bahwa Indonesia ini negara yang kebangetan. Lha 2/3 wilayahnya lautan, lahannya pun luas sampai dibuat kebun sawit yang hamparan luasnya mengalahkan luas langit. Tapi mengapa kok pangan selalu impor dan itu menguntungkan mafia pangan yang minoritas dengan memanfaatkan kebutuhan penduduk mayoritasnya?
Ah, kau terlalu sentimental, tak paham revolusi mental, sehingga cara pikirmu mentul-mentul seperti pegas bantal. Emang bantal berpegas? Ini saya bikin kalimat asal berakhiran “al” saja.
Akhi dan ukhti harus paham, bahwa pangan yang diimpor itu bukan hal yang sengaja. Jadi nggak ada kesengajaan impor pangan. Maunya impor cacing, tapi kan cacingnya bersemayam di dalam bahan pangan manusia. Gitu cara mikirnya. Ingat nggak kasus dugaan korupsi pembelian lahan Sumber Waras di Jakarta yang dihentikan KPK itu? Nah, di situ kan KPK bilang itu tidak ada unsur kesengajaan. Jadi, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta maunya membeli lahan untuk rumah sakit, tapi tanpa sengaja duitnya kelebihan atau terlalu banyak. Kura-kura ditimpuk batulah. Kira-kira begitulah. (mana emoticon nyengir???).
Apa antum ingat kasus korupsi impor daging sapi yang menyebabkan presiden PKS (Luthfi Hasan) ditangkap KPK dan akhirnya dipenjara dengan tuduhan menerima uang suap dari importirnya dulu itu? Masih ingat juga Ahmad Fatonah yang ditangkap bersama dengan gadis cantik seharga Rp 10 juta dulu itu? Antum tahu, bagaimana keadaan wanita boss perusahaan importir sapi yang ditahan dan penjara di dalam Rutan Pondok Bambu Jakarta?
Saya tahu, karena saya pernah ke Rutan Pondok Bambu beberapa kali. Tapi saya nggak mau cerita, karena ini bulan puasa. Antum tahu bagaimana keadaan lapas Sukamiskin langganan terpidana korupsi yang ditangani KPK? Kalau tak percaya, silahkan korupsi yang banyak dan usahakan dipenjara di Sukamiskin, mungkin antum akan sukakaya. Tapi saya juga tak mau berkisah bagaimana dalemannya penjara Sukamiskin. Cobak ada media massa yang ngintelejini untuk investigasi.
Saya sebenarnya mau bicara soal mafia impor yang sebenarnya tak jauh dari kisah kasus impor daging sapi tersebut. Mengapa impor pangan daging zaman SBY, dan impor cacing-cacing zaman Jokowi ini tetap berlangsung dan pemerintah hanya bisa ngomong, “Mereka segelintir orang untung Rp 19 T per tahun, tapi rakyat yang dirugikan!” Tapi mengendalikan harga saja kok tak mampu?
Apakah dengan dibekukannya perusahaan-perusahaan importir bawang, eh cacing, itu akan membuat korporasi-korporasi impor cacing will end alias tamat? Anda bisa membunuh perusahaan, tapi tahukan Anda bahwa badan hukum perusahaan itu sakti mandraguna mempunyai ilmu rawe rontek plus plus, bahkan punya ajian neopancasona. Kau mungkin bisa membunuhnya, tapi dia hanya akan mati sebentar, lalu bisa hidup lagi dengan nama dan wajah yang baru dengan pengurus baru pula, di bawah kendali orang-orang yang ada di dalam penjara.
Hanya di negeri yang rakyatnya diberi makan cacing, bisa terjadi ada para bandar di dalam penjara bisa mengendalikan kekuasaan dan kekuatan di luar penjara dengan remote control. Karena penjara tak akan mampu memenjarakan jiwa dan kreativitasmu. Penjara tak mampu memenjarakan uang dan kenikmatan. Penjara tak mampu memutus jarak antara kejahatan dengan otaknya. Hanya kematian yang bisa memutuskannya. Selama segelintir otak pebisnis cacing itu masih hidup maka rakyat di negara ini tetap akan makan cacing.
Tapi apakah para penjahat itu adalah hanya mereka yang berada di dalam penjara? Tidak. Penjahat di luar penjara lebih banyak lagi. Mereka ada di mana-mana mengendalikan jalan hidup di negara ini.
Ketika sebelum menjadi presiden, tahun 2014 Jokowi mengancam, “Saya akan stop impor pangan jika saya menjadi presiden!” maka para penjahat tersenyum dan bergumam, “Hehehehe….” Apa maknanya? Saya cuma bisa menebak dengan tebakanku yang salah. Dengan gumanan “hehehehe” itu sebenarnya mereka dalam hati berkata, “Kau akan membangunkan infrastruktur untuk kami, agar distrbusi cacing-cacing impor ini lebih lancar ke seluruh Nusantara, demi kekayaan kami wahai sang Revolusioner Mental!”
Salam cacing!
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Masjid Pesing Kyai Kuro
Selasa, 2 Juli 2019 19:43 WIBBangsa Pemakan Cacing dan Revolusi Mental
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler