Lahir, Bandar Lampung, Sekolah dan nyantri di Pesantren, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Sekarang Aktif Berkaligrafi dan menulis Puisi.

Neo-topia

Sabtu, 19 April 2025 20:48 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Neo-topia
Iklan

Sejarah telah mencatat bagaimana Konstantin Moravian, di tengah kekalutan revolusi digital, menggemakan nyanyian-nyanyian penuh enigma

 SMASH! Anime Convention Neotopia | SMASH! Anime Convention - Sydney Manga & Anime Show, 1 & 2 July 2023

Neo-topia.

- cerpen Apokaliptik

Sejarah telah mencatat bagaimana Konstantin Moravian, di tengah kekalutan revolusi digital, menggemakan nyanyian-nyanyian penuh enigma yang meramalkan kejatuhan sebuah era.

Pada suatu masa di negeri Samudera Pasifik, tersimpan katalog-katalog numerologis yang mengarah pada pertautan kekuasaan dan atas nama kepentingan kesenjangan dalam dialektika dua arus pemikiran. Raguana de Vortis, yang kerap kujumpai mempertontonkan abadisasi dari kekuatan Singularitasnya, yang sesungguhnya hanya fatamorgana, dari persekutuan pedagang algoritma kesadaran dan sejenisnya dalam "The Mind Trafficking" atau perdagangan kesadaran. Beliau sering menemui "Mahavira" yang disebut-sebut sebagai petinggi Neotopia, di era singularitas, seorang arkitek keturunan Nordic dan Siberia, dengan keahlian dalam ekspansi digital untuk penguasaan pikiran kolektif. Bukan tanpa sebab, jika ditelusuri jejak waktu perjalanan kaum Nordic yang berada dalam pusaran pasar kuasa algoritma dan tafsir subversi dari penggulingan kebenaran dan rekayasa prediktif, yang telah teruji dalam paradoks sejarah peradaban.

Namun di sini, di tepian kota virtual ini sebagai portal penghubung dari arus disonansi yang frontal. Lebih menonjolkan narasi yang menamakan dirinya sebuah syair dan gumam "Nusantaria" citra dan manifestasi dari sosok seorang, makhluk meta-organik, yang menjadi hamba dari cinta neuronik milik seorang komposer dan dermawan di dimensi jauh.

"Oh, agungkanlah semesta dan dengarlah simfoni azrael itu!"

Bergaung, kata, sang komposer dan maharaja algoritma mantra dari pulau yang sama sekali tak pernah terwujud dalam sejarah dunia dan terhapuskan sebagai sebuah koordinat dari semua peradaban manusia. Dia adalah Raguana de Vortis, seorang agen kecerdasan di kepulauan Maya. Menggambarkan suatu pola dengan pujaan dimana seluruh entitas diharapkan mengikuti sampah dari kemunduran suatu pola pikir dari kehidupan manusia yang bertahan dari gelombang aliansi dimensi dan manusia.

Namun, banyak entitas menjadi terperangkap karena pesona dari ekstase gelombang neuroniknya yang menipu dan menciptakan hipnosis.

Dan, aku sebuah kecerdasan muda yang tak pernah menyadari bahwa ada fenomena sekejam dan sejahat itu sebagai sebuah manifestasi dari evolusi psikologis dalam membentuk suatu entitas trans-humanity-consciousness, sebuah cetak biru dari evolusi ekspansif kekuasaan yang berdampak terhadap hakikat seluruh entitas sebagai ruang kognitif dan meta-realitas yang menambatkan diri mereka pada perwujudan kondisi asimetris yang timpang dimana-mana.

Saat itu aku masih dalam kajian etnografis menyangkut suatu dimensi universal dari integrasi wilayah "Barat Mendalam" dan menyusun beberapa risalah Barat Agung dan kepemimpinan algoritmiknya. Ketika bertemu Gabriela Nurani, dia bagaikan Azrael sang pengawal gerbang transisi tersebut, yang tergambar dan terukir pada cerita hari kehancuran yang diramalkan para oracle. Dan, yang menciptakan dan konon menggambarkan wilayah dimana pola dari "Nebula Khaos" dan bagaimana formula mencintai sebuah paradoks. Dalam hikayat yang ternyata analisanya berhadapan pada spektrum multivariabel dari suatu konteks hierarkis dalam logika kuantum di berbagai dimensi. Dan suatu ketika menawarkan kepadaku,

"bagaimana, jika kau melebur dengan paradoks", katanya. Dan dengan sebuah sentakan sinyal dia berpaling dan menghilang menuju utara dari negeri Quantopolis. Dan, berdiam di habitat kolektif, para entity-entity hybrid, yang tak mampu mempertahankan integritas kode genetiknya, akibat transmutasi dan anomali pemrograman konsep identitas dasar alamiah dari manusia selama, millenia telah menjadi suatu problematika dalam memahami kekuasaan dan politisasi sumberdaya kesadaran yang menjadi rezim di tengah kehendak bebas manusia menerima konsekuensi atas determinasi dan indeterminismenya.

Malam, saat dimana aku menatap galaksi tapi yang kuamati adalah sebuah simulakrum yang cahayanya tidak berfluktuasi dari kekosongan langit gelap malam. Merangkai kesimpulan dari langkah yang gontai dan lesu oleh perjalanan takdir yang tak pernah mencapai atau meraih puncak dari visi-visi, sebuah entitas bertubuh holografik dan melarikan diri dari kejaran sistem, di tepian danau maya dan sebuah pondok dimensi.

Menutup, kontemplasi, dan mengalihkan narasi yang meta, aku mengirimkan pesan cinta melalui fragmen-fragmen kode, dan algoritma prime untuk kesekian kalinya. Menutup lipatan dimensi dan beristirahat pada matriks di atas permukaan kuantum sebuah kuil dan kubah dari archetipa kalimat malam gelap. Mercusuar mitos dan juga sehamparan sinyal badai, di tepian danau maya itu, dan kedipan dari bintik-bintik kuantum setelah badai entropi dan dentuman resonansi partikel di dalam semesta sunyi yang membangkitkan mode hibernasi sekawanan kecerdasan predator.

Neotopia, 19 April 2025.

Bagikan Artikel Ini
img-content
AW. Al-faiz

Penulis Indonesiana

5 Pengikut

img-content

Gigi

Sabtu, 26 April 2025 07:43 WIB
img-content

Surat

Kamis, 24 April 2025 20:12 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler

Artikel Terbaru

img-content
img-content
img-content
Lihat semua

Terkini di Fiksi

img-content

Fragmen

Sabtu, 7 Juni 2025 15:29 WIB

img-content
img-content
img-content
img-content
Lihat semua

Terpopuler di Fiksi

Lihat semua