Penulis Partikelir, Menikmati hidup dengan Ngaji, Ngopi dan Literasi

Oase dari Rumput Hijau: Timnas U-17 dan Harapan yang Tumbuh di Tengah Efisiensi

Kamis, 10 April 2025 08:32 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Timnas U17
Iklan

Timnas U-17 menunjukkan bahwa dengan kerja keras, disiplin, dan sedikit kepercayaan dari publik dan pengelola, prestasi bukan hal yang mustahil

***

Ada yang beda di udara sepak bola Indonesia akhir-akhir ini. Biasanya kita hanya bisa menggigit jari saat melihat peluang lolos ke Piala Dunia lewat, atau merasa cukup puas dengan laga penuh semangat namun hasil nihil. Tapi kali ini, angin segar bertiup dari rumput hijau. Timnas U-17 Indonesia berhasil memastikan diri lolos ke Piala Dunia U-17 yang akan digelar di Qatar pada November mendatang. Dan jujur saja, ini bukan sekadar berita olahraga—ini adalah oase di tengah gurun kebijakan efisiensi dan pemangkasan anggaran di banyak sektor.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Lolosnya tim asuhan Bima Sakti ini bukan hanya tentang kemenangan di atas lapangan. Lebih dari itu, ini tentang bagaimana harapan bisa tumbuh, bahkan saat situasi nasional sedang penuh kehati-hatian, terutama dalam hal pembiayaan publik. Pemerintah sedang gencar-gencarnya melakukan efisiensi, termasuk di bidang olahraga. Pemangkasan dana pelatnas, revisi target medali, hingga penyederhanaan even kompetisi menjadi wajah keseharian dunia olahraga kita. Tapi di tengah keterbatasan itu, lahirlah semangat anak-anak muda yang bermain bukan hanya dengan kaki, tapi juga dengan hati.

Mari kita tarik sedikit ke belakang. Timnas U-17 sejatinya bukan tim yang dijagokan sejak awal. Ketika Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia U-17 tahun lalu, kita ikut sebagai tuan rumah, bukan hasil kualifikasi. Hasilnya? Tersingkir di fase grup, dengan sorotan tajam dari berbagai pihak. Tapi tahun ini, Indonesia benar-benar “lolos” lewat jalur resmi, menempuh proses kualifikasi yang keras. Ini bukan hadiah dari FIFA, ini hasil dari kerja keras.

Dalam konteks pembangunan nasional, khususnya di dunia olahraga, keberhasilan ini bisa dilihat sebagai titik balik. Selama ini, kita terlalu bergantung pada sistem top-down. Bakat dari daerah seringkali tidak terpantau karena minimnya infrastruktur dan kompetisi berjenjang yang berkelanjutan. Namun tim U-17 ini membuktikan bahwa ketika bibit diberi ruang tumbuh, hasilnya bisa melampaui ekspektasi. Pemain seperti Evandra Florasta, Fadly Alberto, atau kiper Daffa Fachrezi, adalah contoh generasi baru yang mulai menapak tanpa beban sejarah, tapi membawa semangat masa depan.

Lebih menarik lagi, lolosnya Timnas U-17 ini datang di saat publik sedang jenuh dengan berita-berita pemotongan anggaran, minimnya dukungan terhadap seni dan budaya, serta lesunya semangat nasionalisme dalam berbagai bentuk. Sepak bola—lagi-lagi—menjadi pemersatu yang ajaib. Stadion boleh sepi karena efisiensi, tapi hati para pendukung tetap ramai. Kemenangan mereka menjadi percikan semangat baru di tengah realitas yang makin mengencangkan ikat pinggang.

Di sinilah letak pentingnya melihat olahraga—terutama sepak bola—bukan hanya sebagai hiburan semata, tapi sebagai sarana pembangunan karakter dan identitas nasional. Kita sering mengeluh tentang minimnya prestasi Indonesia di panggung internasional. Tapi pertanyaannya, sudahkah kita menginvestasikan cukup banyak pada talenta muda? Sudahkah kita menganggap lapangan bola di desa-desa itu sebagai “laboratorium” masa depan bangsa?

Kita tidak perlu muluk-muluk ingin juara dunia. Cukuplah untuk saat ini, kita rayakan dulu keberhasilan lolos ke putaran final. Karena dari sanalah semangat nasionalisme tumbuh. Anak-anak muda yang melihat tim U-17 berjuang di Qatar nanti bisa membayangkan mimpi mereka sendiri. Bisa jadi, ada anak kampung yang selama ini bermain bola tanpa sepatu, lalu berkata, “Suatu hari, aku juga bisa sampai ke sana.”

Namun tentu saja, euforia ini tidak boleh berhenti di ruang tamu saat menonton siaran langsung. Pemerintah dan federasi sepak bola perlu menangkap momentum ini. Efisiensi dan pemangkasan memang penting dalam pengelolaan negara. Tapi bukan berarti kita memangkas mimpi dan semangat juang generasi muda. Justru dari semangat mereka, kita bisa belajar: keterbatasan bukanlah akhir dari segalanya.

Timnas U-17 sudah menunjukkan bahwa dengan kerja keras, disiplin, dan sedikit kepercayaan dari publik dan pengelola, prestasi bukan hal yang mustahil. Kini bola ada di kaki kita semua—apakah kita akan terus menumbuhkan harapan ini, atau membiarkannya layu karena kembali terlalu fokus pada angka-angka dan tabel efisiensi?

Piala Dunia U-17 di Qatar nanti mungkin bukan akhir cerita, tapi ia bisa menjadi awal babak baru. Babak di mana anak-anak muda Indonesia tampil percaya diri, bukan sebagai penggembira, tapi sebagai penantang. Dan siapa tahu, dari lapangan-lapangan kecil yang dulu kita anggap biasa saja, lahirlah generasi emas yang akan menorehkan sejarah.

Mari jaga semangat ini. Karena di tengah keringnya anggaran, lolosnya Timnas U-17 adalah oase yang menyegarkan. Tugas kita bukan hanya menonton, tapi memastikan bahwa oasis ini tidak menguap, melainkan mengalir—menyirami mimpi-mimpi lainnya yang sedang tumbuh.

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler

Artikel Terbaru

img-content
img-content
img-content
Lihat semua

Terpopuler di Olahraga

Lihat semua