Sebuah Perjalanan Menyadari Ketimpangan dalam Pendidikan

Kamis, 14 September 2023 12:56 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sebuah kisah perjalanan dalam menempuh pendidikan yang membuatku sadar adanya ketimpangan dalam pendidikan.

Menempuh pendidikan tinggi tidak pernah terbayang olehku sebelumnya. Semua berubah ketika aku mulai menyukai buku dan bahasa. Itu terjadi ketika masa SMA. Ada dua novel yang sangat mempengaruhiku, yaitu Sang Pemimpi karya Andrea Hirata dan Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi. Kedua novel tersebut berhasil meyakinkanku bahwa aku harus melanjutkan studiku di perguruan tinggi.

Sebagaimana kisah Ikal dan Alif yang penuh perjuangan, begitupun dengan kisahku. Meskipun menjadi siswa dengan nilai ujian tertinggi dan dinobatkan menjadi siswa terbaik jurusan IPS, namun aku harus menerima kenyataan tidak bisa melanjutkan kuliah saat itu juga. Ada banyak alasan. Singkat cerita, aku harus bekerja terlebih dahulu dan menundanya selama dua tahun. Tahun 2019 barulah aku bisa merasakan duduk di bangku kuliah.

Alasan Awal Menjadi Relawan

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Menjadi pendatang di kota besar seperti Jakarta tidaklah mudah. Aku harus beradaptasi dengan banyak hal, terutama bagaimana menjalin pertemanan dengan mereka. Dalam beberapa hal orang desa dan orang kota memanglah berbeda. Di sinilah aku menyadari kekuranganku dalam berkomunikasi. Aku juga sering merasa minder ketika berada di antara mereka.

Di sisi lain, aku menerima kenyataan pahit mendapatkan UKT yang cukup memberatkan karena tidak sesuai dengan keadaan keluargaku, yakni UKT tingkat 6 yang merupakan nomor dua tertinggi. Aku pun memikirkan cara bagaimana agar melanjutkan kuliah tidak menjadi beban orang tuaku. Ya, mendapatkan beasiswa adalah salah satu jalannya, selain dengan mencari pekerjaan sampingan.

Tentu ada banyak cara untuk mendapatkan beasiswa, mulai dari berprestasi di bidang akademis, aktif di bidang sosial, hingga dilihat dari status kelas sosial. Entah mengapa aku lebih tertarik untuk aktif di bidang sosial karena aku merasa kecerdasan sosial dan emosiku masih di bawah rata-rata. Jalur status kelas sosial sulit didapatkan karena biasanya mensyaratkan UKT 1-3, sedangkan berprestasi di bidang akademik kurang memantik minatku. Aku sudah terlanjur merasa muak ketika orang-orang mulai membandingkan-bandingkanku dengan orang lain karena menganggapku “lebih pintar”.

Sejak saat itulah aku mulai mengenal dunia kerelawanan dan komunitas. Ya, aku mencoba menjadi relawan dan bergabung di beberapa komunitas sekaligus. Aku belajar bagaimana berkomunikasi dengan baik dan belajar bagaimana mengatasi berbagai ketakutan-ketakutanku ketika bertemu dengan orang baru. Aku pun mulai serius belajar menulis karena posisi content writer merupakan salah satu yang paling dibutuhkan di komunitas. Hingga saat ini, menjadi penulis di komunitas merupakan posisi yang sering aku jalani.

Selalu Gagal Mendapatkan Beasiswa

Mencari beasiswa dengan kualifikasi selain prestasi akademik dan jalur status sosial tidaklah mudah. Meskipun begitu, masih ada beberapa platform yang menyediakan beasiswa tanpa memandang dua kategori di atas. Tentu saja ini menjadi kesempatan emas bagiku.

Aku sangat bersemangat ketika mengumpulkan berkas-berkas yang diperlukan, apalagi jika mensyaratkan sertifikat keaktifan sebagai relawan atau anggota organisasi. Yang membuatku lebih bersemangat adalah ketika pemberi beasiswa mensyaratkan untuk membuat tulisan, entah artikel atau esai, karena ini membuatku merasa tertantang dan bisa menjadi ukuran bagiku apakah hasil pemikiranku dapat meyakinkan mereka atau sebaliknya.

Akan tetapi, jalannya memang tidak semudah itu. Lagi dan lagi aku menerima kenyataan pahit ‘selalu’ gagal mendapatkan beasiswa. Jumlahnya memang baru 10 kali kegagalan, tetapi ini berhasil menjadi pukulan berat bagi mentalku.

Fase Menyerah dan Bangkit

Keadaan psikis orang berbeda-beda saat menerima kegagalan, apalagi kalau itu terjadi berkali-kali. Aku sempat berada di posisi sangat sedih dan tidak dapat menerima kenyataan yang terjadi. Ditambah reaksi orang tua yang tadinya penuh harapan berubah menjadi dipenuhi kekecewaan. Aku merasa menjadi pecundang.

Aku menyerah dan itu berdampak buruk pada kondisi mental dan kesehatanku. Akhir 2021 lalu aku berada di titik terendah. Aku tidak bersemangat lagi melakukan apa pun, bahkan kegiatan di komunitas yang sebelumnya menyenangkan dengan begitu saja aku tinggalkan.

Aku lebih sering murung dan mengurung diri. Nafsu makanku pun terganggu. Makanan apa pun bisa membuatku diare. Sakit kepala dan asam lambungku sering kumat. Kebetulan aku sedang tinggal sendirian di rumah. Tidak ada yang mengetahui ini kecuali aku sendiri.

Meskipun begitu, aku selalu berusaha untuk keluar dari situasi ini, termasuk dengan mencari buku bacaan yang bisa menjadi perantara bangkitnya semangatku sambil terus memanjatkan doa kepada Tuhan. Lima buku berhasil membantuku.

Cita-cita Memberikan Beasiswa

Aku yakin di luar sana masih banyak anak-anak dan pemuda di Indonesia yang masih belum bisa merasakan kemudahan akses pendidikan, apalagi jika kita membandingkan pemerataan pendidikan di berbagai daerah. Aku juga yakin banyak yang sepertiku, bahkan berjuang lebih keras untuk menempuh pendidikan mereka.

Atas segala pukulan-pukulan berat yang menimpaku selama menempuh pendidikan, terutama di bangku kuliah, telah meyakinkanku untuk serius terjun di bidang ini, juga bidang literasi. Lebih dari dua tahun terakhir aku aktif di komunitas-komunitas yang concern di isu ini, baik menjadi relawan pengajar, penulis, maupun menjadi project manager untuk mengadakan kelas daring gratis.

Aku bercita-cita memberikan beasiswa untuk memudahkan akses pendidikan bagi orang lain. Aku memulainya dengan memberikan “beasiswa” belajar bahasa Spanyol dan Prancis gratis untuk tingkat dasar sejak Januari 2022 hingga sekarang dan semoga akan terus berjalan hingga masa yang akan datang.

Saat ini program belajar tersebut telah berkembang menjadi komunitas dan akan menyediakan program belajar bahasa asing lainnya. Dengan memanfaatkan platform pembelajaran online, aku berharap dapat menjangkau lebih banyak pemuda yang ingin belajar bahasa asing tanpa merisaukan biayanya.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Deva Yohana

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler

Artikel Terbaru

img-content
img-content
img-content

test

Rabu, 17 Juli 2024 08:22 WIB

img-content
img-content
Lihat semua

Terkini di Pendidikan

img-content

test

Rabu, 17 Juli 2024 08:22 WIB

img-content
img-content
img-content
Lihat semua

Terpopuler di Pendidikan

Lihat semua