Demokrasi atau Kudeta Pada Bangsa Kera
Kamis, 13 Juli 2023 15:19 WIBPada bangsa kera besar, terjadi perebutan kekuasaan dengan mengkudeta atau perkelahian tanpa demokrasi. Tulisan ini merupakan pengalaman penulis ketika melakukan penelitian di Kalimantan dan ditambah artikel tentang perilaku kera besar lain.
Manusia pada umumnya menjalani hidup mengikuti insting hewani yang mencari kenikmatan, seperti makan, minum, seks, dan menghindari sakit. Ada sekelompok binatang, yang dipahami oleh para peneliti, merupakan “kedemokrasian” walaupun tidak dengan suara, namun ada tindakan atau perilaku yang menunjukkan setuju dan ketidak setujuan. Namun ada pula, sekelompok binatang yang melakukan kudeta terhadap pimpinan dengan sebuah perkelahian. Siapa kuat, dialah yang berkuasa.
Para ilmuwan, khususnya peneliti perilaku hewan, mulai memandang banyak spesies hewan melakukan demokrasi de facto, di mana kekuasaan pada mayoritas memastikan kelangsungan hidup lebih dari yang bisa dilakukan oleh penekanan pemimpin. Terutama dalam membuat sebuah keputusan kelompok, disetujui atau tidak sebuah tindakan pimpinan untuk mengambil sebuah keputusan.
Seorang peneliti perilaku binatang, Jennifer Smith di Mills College di Oakland, yang menyampaikan bahwa jika binatang memilih pemimpin yang salah, maka itu memiliki konsekuensi yang sangat mengerikan bagi mereka.
Menengok Perilaku Demokrasi dan Perebutan Kekuasaan Pada Binatang
Keputusan kolektif adalah bentuk ‘check and balances’ pada kepemimpinan pada berbagai satwa.
Pada Simpanse, kera cerdik dari Benua Afrika ini, tidak melakukan pemilihan formal dalam menentukan pemimpinnya. Namun, tidak ada alfa jantan (jantan pimpinan) yang dapat memerintah dalam waktu lama tanpa dukungan dari betina kawanan.
Dari hasil pengamatan, Simpanse jantan harus diterima oleh betina sebelum dia bisa mendapatkan statusnya. Sedangkan betina bisa sangat pemilih, dan jika betina tidak menyetujui jantan alfa, mereka tidak akan bersedia kawin dengan mereka. Setelah itu terjadi, dia mungkin akan segera digulingkan oleh lawannya.
Politik ala simpanse.
Terdapat sejumlah persamaan yang menakjubkan antara dunia politik dengan primata ini. Profesor James Tilley menemukan apa saja yang dapat pelajari terkait dengan politik dari perebutan kekuasaan di dalam kelompok simpanse.
Tetap akrab dengan teman, tetapi lebih bersahabat lagi dengan para musuh
Politik simpanse adalah persekutuan yang terus berubah. Agar menjadi pemimpin, kera ini harus siap meninggalkan teman dan bersekutu dengan para musuh.
Sebagian besar persekutuan adalah karena asas saling menguntungkan, bukan karena persahabatan.
Ketika membina kolaborasi, pilih pihak yang lemah bukannya yang kuat
Simpanse cenderung membentuk persekongkolan untuk mencapai kemenangan.
Artinya adalah dua simpanse lemah akan mengerubuti satu ekor yang kuat, bukannya satu simpanse lemah bersekutu dengan yang kuat.
Ini masuk akal jika dilihat dengan cara ini. Jika bersekutu dengan yang lemah, pembagian keuntungan akan lebih menguntungkan, dibandingkan berteman dengan yang kuat.
Baik jika ditakuti, tetapi lebih baik disukai
Para pemimpin simpanse adalah yang paling ditakuti dan berkuasa dengan menggunakan kekuatan, tetapi pemimpin seperti ini tidak akan bertahan lama.
Untuk menjadi pemimpin yang sukses, diperlukan dukungan untuk untuk bekerja sama di antara anggota kelompok.
Baik jika disukai, tetapi lebih baik lagi jika dapat memberikan sesuatu
Pemimpin yang bertahan paling lama adalah yang dapat menghimpun sumber daya pakan dan menggunakannya untuk mendapatkan dukungan dari anggota kelompok.
Ancaman dari luar dapat meningkatkan dukungan (jika ancaman tersebut memang nyata) Ketika menghadapi ancaman dari luar, kelompok primata bergabung dan melupakan perseteruan di dalam. Yang menarik adalah tidak terdapat cukup bukti apakah perang perpecahan secara sengaja dapat dilakukan di antara manusia, kecuali terdapat ancaman besar yang tidak diperkirakan sebelumnya
Perebutan kekuasaan atau kudeta.
Dalam kehidupan binatang untuk menjadi seorang pimpinan kelompok, ada yang dilakukan dengan perebutan dengan perkelahian, satu lawan satu atau besengkokol. Atau pimpinan yang sedang berkuasa melawan individu yang akan mengkudeta. Ada yang mengkudeta pimpinan kelompok namun ada pula yang mengkudeta penguasa yang menguasai wilayah baik sebagai sumber pakan, pasangan.
Simpanse.
Ada sebuah buku karya ahli primata dari Belanda yang diterbitkan tahun 1982, yaitu Frans de Waal, yang menulis tentang “politik Simpanse”. Dalam salah satu tulisan itu menjelaskan, bahwa simpanse merupakan primata yang agresif, serta berpoliitik. Tulisan itu menceriterakan dua Simpanse yang diberi nama Luit dan Nikkie, keduanya adalah jantan muda yang bersekongkol untuk menyingkirkan simpanse yang diberi nama Yaroen, yaitu jantan alfa atau jantan yang medominasi dalam kelompok.
Pesekongkolan Luit dan Nikkie, menyingkirkan dan atau membunuh Yaroen sangatlah kejam, mereka menyerang, menggigit dan merobek testis, hingga jantan alfa tersebut, mati terbunuh.
Orangutan
Terutama orangutan jantan yang menguasai wilayah dan seisinya, baik betina ataupun Kawasan/teritorial. Kawasan ditandai dengan sejauh suara yang didengungkan dengan suara, biasa disebut dengan long call. Suara ini menembus di keheningan hutan. Bila ada orangutan yang merasa sudah kuat, maka mendatangi suara itu untuk melawan. Dia akan membalas suara itu atau dengan tidakan lain, seperti merobohkan pohon mati, sehingga terdengar suara gemuruh. Sebenarnya di dalam daerah kekuasaan itu, banyak orangutan jantan yang berkeliaran, namun karena “kurang nyali” mereka diam, mencari selamat. Jantan yang taka da nyali ini, bila bertemu dengan penguasa di hutan, dia turun pohon, dan lari terbirit birit menjauh dan menghindari perkelahian. Bahkan seperti teriak (Bahasa manusia mungkin bilang ampun), sambal lari dan bahkan terkencing-kencing dan berak. Saking takutnya.
Bagi jantan penguasa, ada suara itu, menandakan sebuah tantangan yang ada di dalam wilayah kekuasannya. Sehingga “Si Jago” ini akan menghampiri di mana suara itu berada. Bila sudah bertemu, maka terjadilah perkelahian. Siapa yang kuat, dialah yang berkuasa. Bagi yang kalah, melarikan diri ke hutan, dan “Si Jago Baru” akan berkuasa, sampai ada jagoan-jagoan baru yang siap bertempur merebutkan daerah kekuasaan.
Bekantan
Bila orangutan yang hidup soliter, menyendiri, berbeda dengan Bekantan yang hidup berkelompok dan dipimpin oleh jantan yang dominan. Pada umumnya jantan dominan ini, sering mengusir, anak-anak bekantan jantan dari kelompoknya. Sehingga dalam kehidupan liarnya, sering terlihat kelompok yang isinya jantan muda, atau para peneliti sering menyebutnya “all male”.
Kelompok bekantan yang isinya para jantan muda ini, bisa disebut sebagai pemberontak yang ingin mengkudeta pimpinan kelompok. Bisa jadi memperkuat diri dan Ketika sudah mampu, akan mendatangi kelompok dan bertempur dengan pimpinan.
Sekilas tentang demokrasi, persekongkolan bangsa monyet dan kera, boleh jadi hal itu terjadi juga pada manusia.
(Penulis bekerja di Orangutan Foundation International)
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Berkunjung ke Negeri King-Kong
Selasa, 3 Oktober 2023 18:41 WIBPara Dokter, Where Are You?
Senin, 25 September 2023 16:10 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler