Lelah, untuk Akhir Cerita (Bab 2)

Jumat, 10 Februari 2023 06:32 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Hidupku penuh dengan rintangan, tidak satu pun dari rintangan itu lepas dari seorang sosok keluarga yang hebat. Aku memilih untuk terus berdiri karena aku tidak memiliki pilihan lain. Tetapi, sosok keluarga yang hebat itu tumbuh dari keluarga kami. Itu adalah diriku sendiri, dimana aku memulai perjalananku untuk menembus rintangan bersama diriku yang sekarang. Aku tidak menyesal, hanya saja kenapa harus aku yang di berikan rintangan ini? Apakah tuhan tidak memiliki orang lain untuk di beri rintangan?

         Pagi harinya, 2 orang yang tidak di kenal datang dan mencari ayahku. Aku melihat dari kejauhan ayah menangis dan tunduk di kaki orang tersebut. Karena rasa penasaran di benakku, aku pun langsung menghampirinya. Depkolektor, sungguh ini membuatku binggung dan takut. Bagimana kami bisa membayar padahal rumah saja sudah habis terbakar. 2 depkolektor tersebut membawa ayahku ke pengadilan negri setempat. Aku pun di bawa juga oleh mereka, sekujur tubuhku menggigil gemetaran. Sampainya di pengadilan, aku melihat wajar ayah yang sudah pucat seperti bunga mawar yang tidak memiliki kehidupan. Aku tidak bisa membendung air mata yang terus keluar, tak hentinya aku berdoa kepada tuhan. Aku berharap tuhan menolong kami dengan keajaibannya,

   “Hakim Agung memasuki ruangan, harap semua orang berdiri!”. Aku pun berdiri, hakim itu masuk di kawal oleh beberapa polisi di sekelilingnya. Saat hakim itu berjalan menuju kursinya aku melihat dari ujung kepala sampai kakinya. Sungguh, aku kagum oleh baju yang dia pakai. Itu membuat air mataku berhenti dan membuat semangat yang tadi redup kembali membara. Andai saja aku bisa seperti dia, cantik dan berkharisma. Hakim itu pun langsung memberikan hukuman kepada ayahku. 2 tahun penjara dengan denda 200 juta. Seketika, suasana yang ceria akan pesona tadi menjadi gelap, air mataku membanjiri mukaku dan aku langsung memeluk ayahku. Ayah, memohon kepada hakim unuk tidak di penjara,

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

     “Tolong.. Tolong.. demi tuhan. Aku akan membayar hutang itu. Tolong, bagimana dengan anakku nanti?”

     “Keputusan telah bulat bapak Parman. Bapak di hukum 2 tahun penjara sesuai peraturan No.21 tentang pinjaman jangka pendek ‘dok .. dok .. dok’ (suara ketukan palu)”

     ayahku lansung di bawa oleh petugas. “Nak, jangan lupa jaga kesehatan. Ayah akan selalu bersamamu’

     “Ahhhh… ayah… jangan tinggalkan Nia sendirian” Teriakku. Aku pun langsung pingsan dan di bawa ke rumah sakit terdekat.

     “Bagaimana kabarmu nak?”. Aku pun terbangun dari pingsan.

     “Siapa ibu? Apakah ibu yang membawa saya ke sini?” Ucapku.

    “Saya ibu Ling Nia. Dulu, saya teman ibu kamu.”

    “Oh, bagaimana ibu tau saya ada di sini.”

    “Itu tidak penting, sekarang ikut ke rumah ibu. Di sana kamu akan tenang.” Ucap ibu Ling. Karena aku tidak memiliki pilihan lain, aku pun ikut ibu Ling ke rumahnya. Kami berbicara satu sama lain di perjalanan,

    “Bagaima ibu Ling mengenal ibuku?” Ucapku. “Ibu Anifa, dia seorang perempuan yang sangat hebat yang pernah saya temui. Dulu, di saat kami masih bersama belum berkeluarga. Ibumu memberikan kami kehidupan yang layak selama di rumahnya. Pada saat itu, ibu dan ibu teman Anifa lainnya belum memliki tempat tinggal karena tidak memiliki uang sepeser pun. Tapi, ibumu dengan baiknya memberikan kehidupan kepda kami.” Jelasnya. “Ibu Ling dulu pasti senang. Tetapi, itu semua hilang karena dia telah tidak ada.” Ucapku. “Nak, walaupun dia sudah tidak ada. Hati yang baik itu masih tersimpan di hati kami.”

     “Kami sangat senang nak, bisa bertemu ibu Anifa pada saat itu. Tapi, di saat ibu sudah sukses. Ibu, belum bisa membayar semua kebaikannya. Tapi, mungkin kebaikan itu untukmu nak. doakan ibumu nak, karena dia adalah penyelamat yang hebat.” Lanjutnya. “Itu pasti ibu Ling.”

     “Jangan panggil saya ibu Ling sekarang. Agar kita lebih dekat panggil mama saja. Anggaplah saya ibumu.” Ucap ibu Ling. “Baik Bu,”

     Beberapa percakapan berlalu, aku dan ibu Ling telah sampai di rumahnya. Aku pun keluar dari mobil. “Nia, ini rumah ibu. Dan sekarang ini juga rumahmu.” Ucap Ibu Ling. Sekujur tubuhku merinding melihat rumah ibu Ling. Ini benar-benar menakjubkan, seperti surga di dunia. Sungguh, aku melihat rumah yang begitu megah dan besar yang di dalamnya ada kolam renang, lapangan, kantor, taman, dan yang lainnya.

    “Ibu, kau sudah datang. Aku merindukanmu.”

    “Sini, peluk ibu anakku.”

    “Siapa dia ibu Ling?” Ucapku. “Perkenalkan Nia dia Ferdy anak pertama ibu Ling. Ferdy, ini Nia. Dia adalah anak dari teman ibu dulu.”

    “Saya Nia, salam kenal” Ucapku sambil mengulurkan tangan.

    Kenapa dia begitu keren sekali. Bahkan, dia tidak mau berjabat tangan denganku. Tiba-tiba hati ini berdenyut sangat kencang, apakah ini tanda dari cinta?

Bagikan Artikel Ini
img-content
Ruang baca by mbi ✍ Rifky Muhammad firdaus

pusat bantuan [email protected]

0 Pengikut

img-content

Lelah, untuk Akhir Cerita (Bab 2)

Jumat, 10 Februari 2023 06:32 WIB
img-content

Memahami Hak dan Kewajiban dalam Bermimpi

Minggu, 22 Januari 2023 06:00 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler

Artikel Terbaru

img-content
img-content
img-content

test

Rabu, 17 Juli 2024 08:22 WIB

img-content
img-content
Lihat semua

Terkini di Fiksi

img-content
img-content
img-content
img-content
img-content
Lihat semua

Terpopuler di Fiksi

Lihat semua