Kebijakan Tes PCR Berubah-ubah Hingga Buat Bingung Rakyat, Ada Motif Apa?

Sabtu, 6 November 2021 17:25 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kebijakan tes PCR sempat membuat heboh masyarakat belakangan ini, lantaran diberlakukan ke semua moda transportasi tetapi harganya tidak terjangkau oleh yang membutuhkan. Menambah huru-hara, kebijakan ini juga terus berubah-ubah sesuai dengan kepentingan yang memengaruhinya.

Salah satu tes untuk mendeteksi Covid-19 yaitu polymerase chain reaction (PCR) yang sempat dijadikan syarat perjalanan di semua moda transportasi sempat membuat heboh hingga menuai protes dari masyarakat.

Awalnya, tes PCR hanya diperuntukkan bagi penumpang pesawat dengan masa berlaku maksimal 2x24 jam, tepatnya pada 24 Oktober 2021. Namun selanjutnya, turun perintah Presiden untuk menurunkan harga tes PCR menjadi Rp275 ribu di Jawa Bali dan Rp300 ribu di daerah lain. Ini disahkan pada 27 Oktober 2021.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penurunan harga tes PCR ini dikarenakan adanya kritik dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) yang menilai bahwa harga PCR sebelumnya yaitu Rp495 ribu di Jawa Bali serta Rp525 ribu di daerah lain sangat mengintimidasi masyarakat.

1 hari setelahnya, yaitu 28 oktober, Mendagri Muhammad Tito Karnavian dan juga Menko Marves RI, Luhut Binsar Pandjaitan kompak mengumumkan bahwa masa berlaku tes PCR menjadi 3x24 jam. 

Ketika masyarakat, yang mungkin saja membutuhkan moda transportasi untuk kepentingan mendadak, bisa bernafas lega, muncul lagi kebijakan baru selain masa berlaku tes pcr berubah, yaitu seluruh perjalanan dengan moda transportasi darat dan laut juga wajib menunjukkan bukti tes usap RT-PCR.

Dan yang lebih membuat gaduh masyarakat lagi karena secara tiba-tiba di 1 November, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy menghapus kebijakan tes usap RT-PCR di moda transportasi pesawat.

Ragam Reaksi Publik Atas 'Labil'nya Pemerintah:

Adanya peraturan yang berubah-ubah ini tak pelak membuat publik menilai bahwa pemerintah tidak tegas dalam menentukan kebijakan menangani penyebaran virus Covid-19.

“Situasi ini cukup membingungkan seolah-olah pemerintah tidak punya evidence based atau fakta dan data dalam pengambilan keputusan,” ujar Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra.

Hermawan menyoroti jika memang tes PCR sebagai screening penting untuk dilakukan, harusnya PCR digratiskan agar terjangkau oleh seluruh masyarakat.

Senada dengan Hermawan, Epidemiolog Univesitas Airlangga Windhu Purnomo mengatakan tes PCR sebagai screening perjalanan merupakan gold standard yang harus tetap dilakukan dan tidak perlu mengubah aturan, seperti menghapusnya dari syarat perjalanan dengan moda transportasi pesawat.

Padahal Menko Luhut sendiri sudah memahami bahwa tracing dan screening itu adalah kunci untuk mengendalikan Covid-19, kala dia meminta maaf ke publik perihal tak maksimalnya pelaksanaan PPKM pada Juli kemarin. Mengapa tiba-tiba kebijakan ini dihapus untuk moda transportasi pesawat terbang saja?

Kalau dari pihak pembuat kebijakan yaitu Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, ini semua merupakan wujud kehati-hatian akan peluang kenaikan kasus Covid. Dan sangat wajar bila kebijakan-kebijakan mengenai syarat tes Covid-19 dilakukan.

Publik Tetap Curiga, Apapun Alasannya

Meski sudah dijelaskan seperti itu, kecurigaan- kecurigaan dari publik malah meningkat dan memunculkan dugaan-dugaan yang spekulatif. 

Direktur Pusat Kajian Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah menyatakan di balik perubahan aturan dari pemerintah soal tes usap RT-PCR ada suatu kepentingan penguasa yang mempengaruhi.

“Ini menunjukkan bahwa kebijakan itu merupakan usulan atau produk dari kelompok-kelompok tertentu. Paling tidak ada penguasa, politisi dan pengusaha mempengaruhi kebijakan. Artinya dia mempunyai akses terhadap kebijakan sehingga kemudian ada kepentingan entah bisnis, entah cuan yang kita lihat berkedok kebijakan. Jadi kebijakan ini dimanfaatkan untuk kepentingan-kepentingan pribadi,” kata Trubus.

Lebih lanjut Trubus membahas bahwa dengan adanya perubahan-perubahan secara cepat ini berarti pemerintah tidak transparan soal kebijakan PCR dan malah membenarkan apa yang dipertanyakan dan dicurigai oleh publik.

Terkuak Bisnis Tes PCR: Ada Nama Luhut Hingga Jadi Trending

Dan kecurigaan publik tidak perlu waktu lama untuk terungkap, Majalah Tempo melaporkan bahwa tidak hanya ada kepentingan bisnis dibalik tes PCR, namun ada pula nama-nama yang terlibat dalam pusaran bisnis tersebut, yaitu salah satunya yang paling membuat berang seluruh lapisan masyarakat ialah Menko Marves RI, Luhut Binsar Pandjaitan. Dua anak perusahaan terafiliasi dengan PT Genomik solidaritas Indonesia, perusahaan laboratorium penguji tes PCR.

Saking geramnya masyarakat, nama Menko Luhut langsung menjadi trending pertama di jagad media sosial Twitter pada Selasa, 2 November 2021. Warganet terlihat kompak menuliskan cuitan untuk menyindir keterlibatan Menko Marves di bisnis tes PCR.

Dan per 4 November, kebijakan tes usap RT-PCR di moda transportasi darat dan laut untuk jarak lebih dari 250 km telah resmi dihapus. Lalu apa motif dari pembuatan kebijakan seperti kemarin? Apakah kebijakan berkedok keselamatan rakyat adalah upaya dirinya untuk menyelamatkan bisnis senilai triliunan rupiah meski telah dijegal oleh Presiden yang meminta untuk menurunkan harga PCR? Yang jelas, banyak masyarakat yang menunggu sosok pejabar ini untuk klarifikasi yang sebenar-benarnya.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Sutri Sania

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler

Artikel Terbaru

img-content
img-content
img-content

test

Rabu, 17 Juli 2024 08:22 WIB

img-content
img-content
Lihat semua

Terpopuler di Viral

Lihat semua