Gelitikan Musiman Vanuatu Soal Papua dan Perlunya Diplomasi Warung Kopi ala Indonesia

Kamis, 1 Oktober 2020 10:46 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ibarat setitik panu di kulit, bahasan PM Vanuatu di Sidang Umum PBB ke-75 menggelitik, tidak sakit, tidak akan menyebabkan ‘kematian’ alias meruntuhkan posisi Indonesia dalam mata hukum internasional, toh ditelusuri pakai dokumen resmi manapun, posisi Indonesia tak bisa diganggu gugat sebagai negara berdaulat untuk mengatur masa depan Papua Barat.

Ibarat setitik panu di kulit, bahasan PM Vanuatu di Sidang Umum PBB ke-75 menggelitik, tidak sakit, tidak akan menyebabkan ‘kematian’ alias meruntuhkan posisi Indonesia dalam mata hukum internasional, toh ditelusuri pakai dokumen resmi manapun, posisi Indonesia tak bisa diganggu gugat sebagai negara berdaulat untuk mengatur masa depan Papua Barat.

Untungnya saja Indonesia baik hati berbudi pekerti, ‘gelitikan’ musiman ala Vanuatu cukup dibalas lewat komentar tegas gak sampai angkatan yang menggertak.

Perjanjian New York 1962 antara Indonesia dan Belanda menyepakati penyerahan Papua Barat ke badan PBB yaitu United Nation Temporary Executive Authority (UNTEA) paling lambat 1 Oktober 1962. Yang dilanjutkan dilaksanakannya Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) Papua Barat pada tahun 1969. Hasilnya, rakyat Papua memilih bergabung menjadi bagian NKRI, artinya West Papua sudah merdeka, menentukan nasibnya sendiri.

Gelitikan musiman Vanuatu sejak tahun 2016 ini memang tak bisa dicegah di Sidang Umum PBB, karena forum ini membolehkan negara anggota membahas isu apapun.

Barangkali pernyataan Menlu RI, Retno Marsudi di tahun 2017 lalu, usai memaparkan capaian kinerja Kementerian Luar Negeri di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo, akan jadi solusi menghalau gelitikan Vanuatu dan negara lain di Sidang Umum PBB bahas Papua.

Secara diplomatik, Indonesia sebenarnya secara konsisten berupaya membangun hubungan dengan negara-negara di Pasifik Selatan. Hubungan itu dijalin bukan hanya dengan secara aktif menghadiri forum multilateral yang digelar di kawasan, namun, kata Menlu Retno, Indonesia juga sempat membantu Fiji dan Vanuatu, dua negara di Pasifik selatan, yang dilanda bencana alam tahun 2015.”

Diplomasi-diplomasi warung kopi Bu Retno seperti itu akan efektif menihilkan bahasan kedaulatan negara kita. Malah obrolan warung kopi ini tak membahas Papua, misalnya bagaimana mengembangkan wisata bahari biar Vanuatu makin kaya dilirik dunia.

Bisa juga bagaimana meningkatkan swasembada pangan, biar gak kekurangan pangan, manusia tetap bisa berkembang biak dengan aman. Pun, Indonesia bisa belajar ke Vanuatu, bagaimana caranya jadi negara yang paling bahagia nomor 4 di dunia.

Atau, mungkin Vanuatu menunggu Indonesia jadi negara yang peka, makanya vokal terus di Sidang Umum PBB, peka untuk ngajak jadi bagian dari NKRI, biar gak hanya Papua yang jaya, tapi maju bersama VANUATUxINDONESIA. (*)

Bagikan Artikel Ini
img-content
Yanuar Nurcholis Majid

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler

Artikel Terbaru

img-content
img-content
img-content

test

Rabu, 17 Juli 2024 08:22 WIB

img-content
img-content
Lihat semua

Terpopuler di Peristiwa

Lihat semua