Optimisme dalam Kurikulum Prototipe

Kamis, 6 Januari 2022 11:20 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kurikulum protipe memiliki sejumlah keunggulan dan itu menimbulkan optimisme. Optimisme dibangun pemerintah pusat dan sudah selayaknya mendapat dukungan semua kalangan agar dampak learning loss dapat teratasi. Optimisme itu setidaknya mengarah pada tiga bagian penting, meliputi keunggulan substansi, proses implementasi dan implikasi yang ditimbulkan. Simak penjelasannya dalam tulisan ini.

Iwan Kartiwa, CKS SMA Tahun 2021 KCD Pendidikan Wilayah VIII Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, Guru SMAN Rancakalong Kabupaten Sumedang)

Pandemi Covid-19 secara sangat masif telah menyebabkan dunia pendidikan Indonesia mengalami kehilangan pembelajaran (learning loss). Menghadapi situasi sulit tersebut pemerintah telah menawarkan kepada setiap satuan pendidikan untuk melaksanakan tiga opsi kurikulum yang bersifat fleksibel. Ketiga pilihan ini mengacu pada dasar hukum Kepmendikbud Nomor 719/P/2020. Hasilnya ada sebanyak 59,2% yang menggunakan Kurikulum 2013 secara penuh, 31,5% menggunakan “Kurikulum Darurat” (Kurikulum 2013 yang disederhanakan Kemendikbudristek), dan sisanya 8,9% yang memilih melakukan penyederhanaan kurikulum secara mandiri.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Melalui berbagai kajian dan evaluasi akhirnya disimpulkan bahwa pemilihan opsi penggunaan “kurikulum darurat” waktu itu menunjukan hasil yang lebih baik dari 2 opsi pilihan lainnya. Hal tersebut ditunjukan dari beberapa temuan yang meliputi 1). siswa pengguna Kurikulum Darurat mendapat capaian belajar yang lebih baik daripada pengguna Kurikulum 2013 secara penuh, terlepas dari latar belakang sosio-ekonominya, 2). Secara numerasi manfaat penggunaan Kurikulum Darurat lebih besar pada siswa dari kelompok rentan, dan 3). Secara literasi manfaat penggunaan Kurikulum Darurat lebih besar pada siswa dari kelompok rentan (Slide Kebijakan Kurikulum Untuk Pemulihan Pembelajaran Setelah Pandemi, Kemdikbudristek, November 2021).

Memperhatikan berbagai kajian yang sudah dilakukan, maka pada masa pemulihan pendidikan inipun diperlukan satu model kurikulum yang mampu memitigasi learning loss secara lebih efektif dan efisien. Model kurikulum inilah yang kemudian disebut kurikulum prototipe. Kurikulum prototipe sendiri diberikan sebagai opsi tambahan bagi satuan pendidikan untuk melakukan pemulihan pembelajaran selama 2022-2024. Kebijakan kurikulum nasional akan dikaji ulang pada 2024 berdasarkan evaluasi selama masa pemulihan pembelajaran dilakukan.

Dari sisi inilah muncul optimisme bahwa model kurikulum prototipe akan memberikan solusi perbaikan dan percepatan ketertinggalan pendidikan yang selama ini terdegradasi akibat pademi Covid 19. Optimisme dibangun oleh pemerintah pusat dan sudah selayaknya mendapat dukungan dari semua kalangan agar dampak learning loss  dapat segera teratasi setahap demi setahap. Optimisme terhadap kurikulum protipe ini, setidaknya mengarah pada tiga bagian penting yang meliputi keunggulan substansi, proses implementasi dan implikasi yang ditimbulkan.  Gambaran penjelasannya sebagai berikut.

Kesatu, keunggulan substansi. Substansi atau karakteristik dari kurikulum prototipe ini memang menunjukan unifikasi dan memiliki perbedaan dengan kurikulum yang diterapkan sebelumnya. Beberapa keunggulan yang identik dengan kurikulum ini adalah mampu mendorong pembelajaran yang lebih sesuai dengan kemampuan siswa, serta memberi ruang yang lebih luas pada pengembangan karakter dan kompetensi dasar peserta didik.

Selain soal keunggulan, kurikulum prototipe ini juga memiliki  beberapa karakteristik utama yang mendukung pemulihan pembelajaran, antara lain:  1) adanya pengembangan soft skills dan karakter (akhlak mulia, gotong royong, kebinekaan, kemandirian, nalar kritis, kreativitas) mendapat porsi khusus melalui pembelajaran berbasis projek. 2). Fokus pada materi esensial sehingga ada waktu cukup untuk pembelajaran yang mendalam bagi kompetensi dasar seperti literasi dan numerasi, dan 3). Adanya fleksibilitas bagi guru untuk melakukan pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan murid (teach at the right level) dan melakukan penyesuaian dengan konteks dan muatan lokal.

Kedua, proses implementasi. Seiring dengan penerapan kurikulum prototipe pemerintah gencar menerapakan program merdeka belajar. Guna mengimplementasikan program merdeka belajar ini, Kemdikbud gencar pula merekrut dan menyiapkan sekolah penggerak, kepala sekolah penggerak dan guru penggerak. Mereka-mereka inilah yang secara langsung nantinya akan menjadi subjek terdepan dalam pelaksanaan program merdeka belajar termasuk didalamnya dalam penerapan kurikulum prototipe.

Semakin banyak guru penggerak maka penerapan kurikulum prototipe pun akan makin efektif dan efisien. Program guru penggerak banyak relevansinya dengan penerapan kurikulum prototipe. Kemdikbud menargetkan pada akhirnya tahun 2024 guru penggerak akan mencapai angka 405 ribu orang. Pada angkatan 1 sampa 3 berjumlah 2.800 orang per angkatan. Sementara pada angkatan ke 4 sampai 8 ditargetkan berjumlah 8.000 orang per angkatan. Sehingga pada tahun 2024 akan tercapai 405.000 orang guru penggerak (https://kemdibud. go.id).

Ketiga, terkait implikasi. Implikasi yang ditimbulkan dari penerapan kurikulum protipe ini cukup positif dan relative tidak menimbulkan gejolak. Sebelumnya penerapan kurikulum baru seringkali disertai dengan resistensi karena ada pihak yang merasa dirugikan. Pihak yang dimaksud khususnya adalah guru. Guru dalam sejumlah penerapan kurikulum baru merasa terganggu atau dirugikan karena jumlah jam mengajarnya yang hilang atau berkurang.

Nah, kurikulum prototipe tidak berimplikasi pada jam mengajar guru.  Dalam hal ini perubahan struktur mata pelajaran pada kurikulum prototipe tidak merugikan guru akibat berkurangnya jam mengajar misalnya. Selanjutnya semua guru yang berhak mendapatkan tunjangan profesi ketika menggunakan Kurikulum 2013 akan tetap mendapatkan hak tersebut sebagaimana biasanya. Inilah salah satu hal positif dan keunggulan dari kurikulum prototipe tersebut.

Terlepas dari ketiga keunggulan kurikulum prototipe ini, sebenarnya tetap terdapat tantangan yang menyertai dalam penerapan kurikulum tersebut. Tantangan tersebut menyasar pada tiga pihak yang sangat berkepentingan terutama sekali pada guru, siswa dan orangtua siswa. Pada penerapan kurikulum prototipe ini karena yang dituntut adalah pada penekanan materi esensial, maka guru dituntut untuk lebih rendah hati menanggalkan konsep transfer ilmu. Apabila sebelumnya mengejar materi secara kuantitas maka pada kurikulum nanti yang dikejar adalah kualitas materi. Proses KBM tidak lagi berorientasi pada hasil melainkan sangat memperhatikan proses sehingga tumbuh pribadi siswa yang mampu belajar mandiri, serta tinggi rasa kepenasaran dan keingintahuannya. Itulah sebagian kecil yang akan menjadi tantangan pada sosok guru.

Demikian pula pada diri siswa. Karena berorientasi pada materi esensial, maka jumlah pekerjaan rumah (PR) akan banyak berkurang. Pembelajaran akan berorientasi pada discovery, inquiry, problem base learning dan project base learning, dan semua akan tertuju pada implementasi proyek profil pelajar Pancasila. Oleh karenanya siswa dituntut menjadi pembelar sejati dan berorientasi pada kecakapan abad 21 dengan 4C nya (creative, critical thingking, communicative, collaborative).

Untuk orang tua siswa tantangan juga tidak kalah sederhana. Orang tua diminta jauh lebih bijaksana. Jangan menuntut anaknya supaya menjadi anak yang serba tahu mengenai banyak hal. Karena ya itu tadi di sekolah materi pelajaran akan bergeser dari kuantitas materi ke kualitas materi, yang diajarkan adalah materi-materi esensial saja. Orang tua diharapkan lebih mendorong dan menfasiltasi anaknya untuk focus pada minat, bakat, kemampuan dan potensi pada dirinya untuk digali dan diarahkan bersama-sama dengan pihak sekolah dimana dia bersekolah.

Kita semua berharap tantangan ini dapat direspon secara positif oleh semua pihak. Sejumlah keunggulan dari kurikulum prototipe sudah seharusnya dapat dimaksimalkan dan pada gilirannya dapat diarahkan untuk mampu mengejar ketertinggalan pendidikan yang sudah kita alami selama ini. Kata kuncinya adalah pada niat baik, komitmen dan kerja keras semua pihak. Mudah-mudahan penerapan kurikulum prototipe menjadi jawaban atas sebagai kecil persoalan pendidikan nasional kita pada saat ini dan masa yang akan datang. Wallahu a’lam bishawab (dan hanya Allah yang Mahatahu sesungguhnya)

(CKS SMA Tahun 2021 KCD Pendidikan Wilayah VIII Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat,

Guru SMAN Rancakalong Kab. Sumedang)

 

Bagikan Artikel Ini
img-content
Iwan Kartiwa

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler

Artikel Terbaru

img-content
img-content
img-content

test

Rabu, 17 Juli 2024 08:22 WIB

img-content
img-content
Lihat semua

Terkini di Pilihan Editor

img-content
img-content
img-content
Lihat semua

Terpopuler di Pilihan Editor

Lihat semua