Pesohor Endorse RUU Cipta Kerja, Siapa yang Ngorder Mereka?

Minggu, 16 Agustus 2020 16:20 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pemanfaatan pengaruh pesohor terhadap masyarakat cenderung bersifat manipulatif. Para penggemar dan pengikut [followers] lebih mudah terpengaruh oleh pilihan-pilihan yang dibuat pesohor yang dikaguminya. Bila pesohor meng-endorse RUU Cipta Kerja tanpa tahu isi dan isunya, pengagumnya mungkin saja akan ikut-ikutan mendukung rancangan undang-undang ini tanpa pemahaman yang cukup.

Entah terkena embusan angin dari arah mana, mendadak para pesohor atau selebritas mengumandangkan seruan ‘gue butuh kerja, loe butuh kerja, kita butuh kerja’. Mereka sama-sama mengusung tagar #IndonesiaButuhKerja di akun media sosial mereka. Sebagian menyerukan dukungan pada Rancangan Undang-undang Cipta Kerja. Kompak. Serentak.

Wow, masyarakat bertanya-tanya: Ada apa gerangan sehingga para pesohor serentak membikin endorsement dukungan kepada RUU yang memicu penolakan masyarakat itu? Apakah mereka sudah membaca isinya dan setuju-setuju saja, sehingga secara sadar memberi dukungan tanpa sikap kritis?

Apakah sebagian musisi, artis film, komedian, dan seleb lain itu tidak tahu bahwa para pekerja turun ke jalan untuk memprotes rancangan undang-undang itu? Juga para pegiat lingkungan, akademisi, mahasiswa, jurnalis, dan unsur masyarakat lain menentang rancangan undang-undang itu?

Andaikan para pesohor itu hanya membaca judulnya lalu dapat bisikan bahwa rancangan undang-undang ini baik untuk masa depan Indonesia, baik karena akan mendatangkan investasi besar-besaran, baik karena akan menciptakan banyak lapangan kerja, tanpa membaca isinya; ini sama saja dengan membaca judul buku di sampul depan dan endorsement di sampul belakang, lalu mereka menyimpulkan bahwa buku ini bagus dan layak dibeli serta dibaca.

Andaikan mereka hanya membaca kemasannya, memang mungkin mereka dengan segera tertarik. Narasi yang disebarkan antara lain bahwa rancangan undang-undang ini disusun untuk mempermudah investasi di Indonesia, untuk menciptakan lebih banyak lapangan kerja, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Narasi yang indah pada kemasan semestinya mengusik kita untuk ingin tahu apakah isinya indah, sebab sering terjadi kemasan yang indah tidak mencerminkan isinya.

Berusaha menarik investasi itu merupakan ikhtiar bagus dan penting, tapi menjadi tidak baik apabila menerabas banyak hal. Kemudahan investasi untuk penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi tidak boleh mengabaikan dan mengorbankan faktor-faktor lain, seperti hak-hak pekerja sebab menyangkut hidup manusia, kualitas lingkungan untuk jangka panjang, asas keadilan dalam mengakses dan memanfaatkan sumber daya alam, dan seterusnya. Ada hal-hal baik seperti kemudahan berusaha bagi UMKM, namun bobot potensi kerusakan yang ditimbulkan dinilai oleh banyak pihak tampak lebih besar.

Komnas HAM, misalnya, bahkan menyampaikan rekomendasi kepada Presiden Jokowi dan DPR agar tidak melanjutkan pembahasan RUU Cipta Kerja atau omnibus law dalam rangka penghormatan, perlindungan, pemenuhan HAM bagi seluruh rakyat indonesia. Di samping itu, menurut Komnas HAM, juga untuk mencegah terjadinya komplikasi sistem politik, sistem hukum, tata laksana, dan lain-lain.

Jika rekomendasi Komnas HAM seperti itu, apa pertimbangan para pesohor mengajak masyarakat untuk mendukung RUU Cipta Kerja? Kesimpulan bahwa RUU ini baik serta perlu didukung tanpa disertai sikap kritis memang menunjukkan bahwa para pesohor itu baru tahu judulnya lalu ada bisikan-bisikan yang menggoda untuk mengumandangkan dukungan .

Sebagian pesohor, di antaranya musisi Ardhito Pramono, mengatakan bahwa mereka dibayar untuk mengunggah tagar #IndonesiaButuhKerja dan membuat tulisan pendek terkait kampanye itu. Sembari mengatakan bahwa dirinya tidak tahu bahwa tagar ini terkait dengan RUU Cipta Kerja, Ardhito meminta maaf kepada masyarakat dan mengembalikan bayaran yang ia terima. Sayangnya, ia tidak mengungkapkan siapa pihak yang memberi pekerjaan itu kepadanya.

Media mengabarkan, staf istana membantah bahwa mereka mengerahkan infuencer untuk membangun dukungan masyarakat kepada RUU Cipta Kerja. Jika Istana membantah, bagaimana dengan Kemenko Perekonomian yang memimpin penggodogan RUU ini atau kementerian lain? Jika mereka kompak membantah atau tidak mengakui, lantas siapa? Mungkinkah pihak-pihak lain yang berpentingan dengan disahkannya RUU ini? Atau hantu?

Pemanfaaan pengaruh pesohor terhadap masyarakat cenderung bersifat manipulatif. Para penggemar [fans] dan pengikut [followers] lebih mudah terpengaruh oleh pilihan-pilihan yang dibuat pesohor yang dikaguminya. Bila pesohor membuat pilihan tanpa disertai pemahaman yang cukup mengenai apa yang ia pilih—misalnya meng-endorse RUU Cipta Kerja, pengagumnya mungkin saja akan ikut serta mendukung rancangan undang-undang ini. Nah, sosok hantu itu memahami benar situasi ini dan tahu bagaimana memanfaatkannya.

Mengenai siapa hantu ini? Ah, ini mah bisa ditelusuri mulai dari pesohornya, ia memperoleh job dari siapa? Mestinya sih, sosok yang dikira hantu itu perlahan-lahan akan terlihat jelas. >>

Bagikan Artikel Ini
img-content
dian basuki

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler

Artikel Terbaru

img-content
img-content
img-content

test

Rabu, 17 Juli 2024 08:22 WIB

img-content
img-content
Lihat semua

Terkini di Pilihan Editor

img-content
img-content
img-content
Lihat semua

Terpopuler di Pilihan Editor

Lihat semua