Kisruh Kawasan Monas, Gubernur Anies Dua Kali Langkahi Pemerintah Jokowi?

Kamis, 23 Januari 2020 11:18 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kacau balaunya urusan revitalisasi kawasan Monumen Nasional (Monas) menggambarkan tidak harmonisnnya hubungan pemerintah DKI dan pemerintah pusat. Akibatnya proyek ini jadi berantakan setelah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jakarta menghentikan proyek revitalisasi kawasan Monas.

Kacau balaunya urusan  revitalisai  kawasan Monumen Nasional (Monas)  menggambarkan tidak  harmonisnnya  hubungan pemerintah DKI dan pemerintah pusat.  Akibatnya amat buruk setelah  Dewan Perwakilan Rakyat Daerah  Jakarta menghentikan proyek revitalisasi kawasan Monas.

Penghentian itu merupakan buntut dari rapat  Komisi D DPRD DKI Jakarta  mengadakan rapat dengan Dinas Cipta Karya Tata Ruang dan Pertanahan pada  Rabu, 22 Januari 2020.

"Karena berdasarkan Keputusan Presiden nomor 25 tahun 1995  Pemprov DKI harus mengajukan izin terlebih dahulu ke Sekretariat Negara (Setneg)," kata Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Ida Mahmudah, di Gedung DPRD DKI Jakarta.

Proyek  dengan anggaran tahun 2019 sebesar  Rp 114, 7 miliar itu seharusnya sudah beres tahun lalu, tapi molor. Kini rencana penataan itu akan semakin kacau setelah dihentikan.  Sekitar 205 pohon pun telah ditebang.

Selanjutnya: main tabrak...
<--more-->

Main tabrak aturan
Problem penting yang perlu diselesaikan tentu saja  soal pembuatan kebijakan yang diterima semua pihak. Sejak zaman Presiden Sukarno, kawasan Monas memang  dibangun dan kelola oleh pemerintah pusat. Hanya belakangan, penataan dan pengelolaannya diserahkan ke Pemda DKI.

Hal itu diatur dalam  Keppres 25/1995  tentang Pembangunan Kawasan Medan Merdeka di Wilayah Daerah Khusus Ibu kota Jakarta.  Inti aturan ini, Gubernur DKI  ditetapkan  secara otomatis sebagai ketua badan pelaksana  pembangunan dan pengelolaan.   Tugasnya merencanakan, melaksanakan dan mengelola  kawasan Monas.

Hanya, di luar itu ada Komisi Pengarah yang diketuai oleh Menteri Sekretaris Negara dan beranggotakan sejumlah menteri.  Komisi Pengarah inilah yang memberikan persetujuan atas perencanaan  beserta anggaran pembangunan.  Anggarannya bisa berasal dari APBN, APBD, dan sumber pendapatan lain yang sah.

Rambu-rambu itulah yang  diabaikan oleh Gubernur DKI Anies Baswedan.  Sang gubernur  sudah diberi wewenang mengelola Monas,  dan mungkin merasa tidak perlu berkomunikasi terus-menerus mengenai kebijakan pembangunan di kawasan ini.

 

Di masa kempimpinan Basuki Tjahaja Purnama  dan Djarot Syaifullah,  pemerintah DKI selalu menyingung Keppres itu saat menata Monas.  Ketika  merevitalisai  Air Mancur di kawasan ini,  sehinggap bisa “menari”  lagi pada 2017, misalnya, Djarot juga  tidak sembarangan.

 

Sang gubernur mengacu pada Keputusan Gubernur Nomor 792 Tahun 1997 tentang Rencana Tapak dan Pedoman Pembangunan Fisik Taman Medan Merdeka.   Keputusan gubernur ini dibuat setelah pemerintah DKI ditugaskan untuk membangunan dan mengelola kawasan Monas .

Kaitan pembangunan  kawasan Monas sekarang dengan kebijakan  yang sudah dibuat pada masa lalu itulah yang kini kurang diperhatikan oleh Gubernur Anies.   Selain, itu seharusnya  Gubenur tetap minta restu kepada pemerintah pusat.

Selanjutnya: penggunaan Monas
<--more-->

Penggunaan Monas untuk acara keagamaan
Gubernur DKI  Anies Baswedan juga pernah merevisi peraturan gubernur yang mengatur pemanfaatan kawasan Monumen Nasional (Monas) bagi kegiatan publik.

Melalui Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 186 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Gubernur Nomor 160 Tahun 2017 tentang Pengelolaan Kawasan Monumen Nasional, Monas bisa digunakan lagi untuk kegiatan pendidikan, sosial, budaya, dan keagamaan.

Aturan baru tersebut membuat Monas kini terbuka untuk kegiatan masyarakat. Pada era kepemimpinan sebelumnya, Gubernur Djarot Saiful Hidayat mengeluarkan pergub yang melarang Monas sebagai tempat untuk kegiatan budaya, pendidikan, sosial, dan agama per 13 Oktober 2017.

Langkah itu juga mengundang kontroversi karena terkesan dilakukan secara sepihak tanpa meminta restu pemerintah pusat.  Sebagai  Ketua Badan  pelaksana pengelolaan kawasan  Monas,  Gubernur DKI memang berhak mengatur kegiataan di kawasan ini.   Hanya,  Anies semestinya meminta persetujua dari  Komisi Pengarah.

Bagaimanapun,  Tugu Monas  dan kawasan Monas merupakan cagar budaya.  Gubernur Sutiyoso, Ahok, dan Djarot  cukup berhati-hati dalam menata dan mengelola penggunaan kawasan.   

Soal prosedur dan komunikasi
Boleh jadi  yang  dilakukan Gubernur Anies bertujuan baik.  Tapi ia tetap harus berkomunikasi dengan pemerintah pusat dalam pengelolaan kegiatanan di Monas dan menata kawasan ini.  Gubernur juga perlu mendiskusikan  dengan publik  mengenai  kebijakannya.

 

Secara politik, mencitrakan diri sebagai gubernur yang berani membuat kebijakan berbeda  mungkin bagus, demi kepentingan pilkada atau pilpres.  Tapi hal itu akan berakibat buruk jila harus bertikai terus dengan pemerintah pusat.  Urusan  penanganan banjir, juga rencana  mengenjot jalur MRT ke arah utara, misanya,  akan tersendat  pula jika  sikap  Gubernur Anies tak  berubah.

***

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler

Artikel Terbaru

img-content
img-content
img-content

test

Rabu, 17 Juli 2024 08:22 WIB

img-content
img-content
Lihat semua

Terkini di Pilihan Editor

img-content
img-content
img-content
Lihat semua

Terpopuler di Pilihan Editor

Lihat semua