Sejarah Kamp Pengungsian Galang, Saksi Bisu Perang Sipil Vietnam

Rabu, 13 Desember 2023 12:55 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Melalui pelabuhan tikus di Saihon, mereka mencari peluang untuk eksodus dari Vietnam.

30 April 1975, tentara Komunis Vietnam Selatan atau yang lebih dikenal dengan sebutan Vietcong berhasil menaklukkan Kota Saigon, benteng terakhir sekaligus ibukota Republik Vietnam atau yang lebih kita kenal sebagai Vietnam Selatan. Kemenangan pasukan komunis atas entitas anti-komunis di Selatan Vietnam ini menjadi momok menakutkan bagi masyarakat Saigon, yang memandang bahwa pemerintahan komunis merupakan ancaman bagi hak asasi manusia (HAM) di negara mereka, sehingga banyak dari masyarakat Vietnam yang memilih untuk kabur dan mengungsi ke negara lain untuk mencari peruntungan. 

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Melalui pelabuhan-pelabuhan tikus di sekitar Saigon, yang sekarang lebih dikenal dengan nama Ho Chi Minh City, mereka mulai melakukan eksodus keluar Vietnam untuk mencari suaka. Dengan menaiki kapal nelayan yang bisa diisi ratusan orang dalam satu kapal, sebagian dari mereka menuju ke Utara sampai Hongkong, sebagian lagi menuju ke Selatan, paling selatan sampai wilayah Kepulauan Riau. Terhitung ada sekitar sejuta pengungsi yang dikenal dengan sebutan manusia perahu atau dalam bahasa vietnamnya disebut Thuyền Nhân.

 

Kedatangan mereka ke wilayah Kepulauan Riau awalnya tersebar di beberapa kabupaten seperti Natuna, Anambas, dan Bintan. Menurut penduduk sekitar, kebanyakan dari manusia perahu ini adalah kelompok kelas atas di Vietnam Selatan. Hal ini dibuktikan dari banyaknya pengungsi yang menukarkan harta benda mereka seperti patung buddha dari emas untuk ditukarkan dengan kebutuhan pokok mereka. 

 

Awalnya, mereka berbaur dengan masyarakat lokal, tetapi wabah penyakit kelamin menular yang menjangkit para pencari suaka ini membuat pemerintah pusat untuk mengisolasi mereka di satu titik, yakni di pulau Galang yang masih masuk dalam wilayah administratif Kabupaten Kepulauan Riau ketika itu. Di kamp isolasi ini, kontak langsung dengan masyarakat lokal sangat dibatasi untuk menekan penularan penyakit sifilis yang dikenal dengan sebutan Vietnam Rose ketika itu.

 

Di kamp pengungsian Galang, pengungsi Vietnam mendapatkan fasilitas prasarana yang sangat baik. Dari bangunan tempat tinggal, tempat ibadah seperti gereja, kuil, ataupun masjid, sekolah, hingga rumah sakit. Kelak, fasilitas yang terakhir disebut itu menjadi Rumah Sakit Khusus Infeksi (RSKI) Galang ketika wabah SARS-2 COVID menyerang Indonesia. 

 

Mereka mendapatkan pembinaan dan perawatan dari pemerintah Indonesia secara langsung dan komisioner tinggi PBB untuk pengungsi. Meski tidak meratifikasi konvensi PBB soal pengungsi pada 1951 dan protokol 1967, Indonesia tetap memberikan bantuan sebab sering menjadi wadah transit bagi pengungsi yang meninggalkan negaranya untuk bisa menuju ke negara yang menandatangani protokol itu atau kembali ke negaranya ketika perang sudah mereda.

 

Kamp pengungsian Galang beroperasi selama 20 tahun (1976-1996) dengan orang terakhir yang meninggalkan Galang pada 1998. 

Bagikan Artikel Ini
img-content
Muhammad Rafli

Penulis Indonesiana

2 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler

Artikel Terbaru

img-content
img-content
img-content

test

Rabu, 17 Juli 2024 08:22 WIB

img-content
img-content
Lihat semua

Terkini di Pilihan Editor

img-content
img-content
img-content
Lihat semua

Terpopuler di Pilihan Editor

Lihat semua