Dunia Tipu-tipu

Selasa, 14 November 2023 12:20 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Masa biru putihku memang berisi kehidupan sederhana dari seorang Thania. Thania yang jauh dari sorotan kamera, Thania yang masih dianggap debu dunia, dan Thania yang tak mengerti kejamnya dunia.

Waktu: Siang hari & malam hari

            Aku tersenyum puas melihat hasil rekaman tadi, keputusanku mengundang salah satu artis berinisial “KS” itu keputusan yang tepat. Hobi dan meroasting orang lain patut diacungi jempol apalagi meroasting pejabat. Mengingat kejadian tadi membuat tertawa bahagia.

            Tamu yang ku undang ke acara podcastku tadi memanglah seorang pejabat, anggota DPR lebih tepatnya. Partnerku alias “KS” benar-benar meroastingnya, menyindir pejabat berinisial “ZH” itu dengan melibatkan iklan sejuta artis yang partai pejabat itu miliki.

            Bekerja sebagai jurnalis sekaligus wartawan benar-benar menyenangkan, apalagi ketika namaku naik daun dan diundang ke acara televisi terkenal dalam negeri, dan akhirnya memutuskan untuk membuka podcast tanya jawab ringan mengenai isu politik dalam negeri.

            Mengingat kejadian tempo hari ini membuatku mengenang masa biru putihku. Masa paling lugu dalam hidupku, masa dimana aku menganggap semua orang itu baik, masa dimana aku menganggap serigala berbulu domba itu hanya omong kosong belaka.

            Masa biru putihku memang berisi kehidupan sederhana dari seorang Thania. Thania yang jauh dari sorotan kamera, Thania yang masih dianggap debu dunia, dan Thania yang tak mengerti kejamnya dunia.

“Thania hebat!”

“Thania keren! Berani banget nyindir pejabat”

“Thania amazing! Bakingannya siapa sih?”

“Thania itu perwakilan suara hati rakyat”

            “Umur 25 Tahun sudah berani roasting dunia politik”. Thania keren! Semua pujian itu kini datang silih berhanti. Orang-orang memujiku tanpa tahu prosesku, dan kurasa aku tak keberatan untuk menceritakannya.

            Usiaku 15 Tahun saat iru. Gadis berseragam putih biru kelas 9 (IX) SMP yang hanya tinggal menunggu beberapa bulan lagi untuk lulus sekolah..

            Seperti biasa kelasku selalu ramai, banyak ocehan-ocehan tak jelas dari teman kelasku yang sama sekali tidak aku pedulikan. Aku sibuk membuka buku pelajaran dengan Sherli yang setia memandangiku dari samping.

“kamu sudah pintar masih saja belajar” Ujar Sherli padaku, dia sahabat dekatku

“Aku masih perlu belajar Sher!” Balasku yang masih sibuk berkutat dengan buku-buku pelajaran ini

“Eh, liat! Ada kutu buku!” Suara kencang itu berhasil menarik atensi semua orang di kelas ini termasuk aku, dia, Thea. Orang-orang entah kenapa sangat membenci diriku tanpa adanya alasan, dan sindiran tadi itu pasti untukku. Semua orang tertawa kecuali aku & sherli.

“kamu maunya apa sih The?” Aku menutup buku, dan merasa kesal dengan ucapan tak tahu diri dari Thea.

“Kamu nanya mau aku apa? Jangan sok pintar Thania!” Thea berteriak di depan mukaku

“Maksud kamu apa dimana-mana semua orang tahu kalau kamu yang sombong! Baru dapat nilai 95 saja  bangganya sampai pamer kemana-mana!” Aku ikut berteriak. Kini semua orang menatap kami kesenangan bagi mereka ini mungkin tontonan gratis yang menyenangkan.

“kamu berani sama aku?” Thea bertanya tanpa menurunkan nada bicaranya. Aku terdiam membisu, tapi rakyat kelas malah berseru kegirangan, aku tak mungkin bermain fisik dengan gadis dihadapanku ini.

“Ingat Thania! Satu jari kamu nyentuh kulitku, aku bakal laporin ini ke ayah!” Thea membisikan kalimat itu tepat ditelingaku, membuatku sadar akan posisiku dan thea. Thea adalah anak kepala sekolah ini, dia bisa saja melaporkan hal yang tidak-tidak pada ayahnya, dan ayahnya bisa saja memberikan nilai merah di rapot sempurnaku.

“Sudah.., berisik! Kalau mau ribut jangan di sini, kalau bisa jangan libatin orang tua ngerti!” suara berat itu berhasil memberhentikan kita berdua, dia Azriel, ketua kelas sembilan A, kelasku saat ini. Thea lebih memilih diam dan berlalu pergi. Namun aku masih berdiri di sini di depan Azriel, menatapnya tajam. Kenapa harus azriel yang menghentikan pertikaian aku dan thea?

“Jangan terlalu tertutup, coba lebih terbuka, jangan belajar terus, main sama yang lain. Thea bilang kamu itu sombong karena dia pikir kamu gak level buat main sama yang lain” Kata-kata azriel benar-benar membuatku terdiam, berpikir, apa semua itu benar?

Di perjalanan pulang sekolah, aku terus termenung memikirkan perkataan azriel. Azriel benar, aku harus lebih terbuka akan lingkungan sekitarku, mencoba untuk peduli pada lingkungan sekitar.

Di perjalanan pulang sekolah, aku melihat thea sedang naik mobil dengan ayahnya, mereka pulang bersama, aku jadi teringat ayah, kapan ya? Aku bisa pulang sekolah bersama ayah, ayahku berkeja sebagai nahkoda kapal, jadi ayah hanya bisa pulang beberapa tahun sekali, paling cepat 6 bulan sekali, aku metap kepergian thea & ayahnya dengan mobil berjenis ‘toyota rush’ itu, tunggu, ‘toyota rush’?

Kemarin seingatku mobil thea itu berjenis ‘pajero’ apa dia membeli mobil baru lagi? tapi jika dipikir-pikir seminggu lalu saat aku melihat thea berangkat sekolah dengan mobil berjenis vios. 2 minggu lalu juga pak kepala sekolah membeli mobil baru berjenis Xpander. Dari mana semua uang untuk membeli mobil mahal itu? Thea tidak mungki meminjamnya kan? Apa gaji seorang kepala sekolah cukup untuk membeli semua itu?

Aku menyingkirkan semua pemikiran negativeku dan lanjut berjalan pulang. Saat dipejalanan aku berhenti di depan rumah yang baru 70% jadi itu. Aku memperhatikan semua alat berat dan para tukang bangunan itu bekerja dan kini aku beralih menatap dua orang lelaki berbeda usia tengah berdiri di bawah pohon tak jauh dari tempat pembangun itu. Dia azriel & kakaknya.

“Azriel!”Aku menyapa juga, sambil melambaikan tangan

“Thania!” Azriel balas menyapaku, diluar dugaan, dia menghampiriku.

“Rumah baru?” Tanyaku basa-basi

“Masih proses” Jawabnya  canggung

“Handphone kamu baru juga ya?” tanyaku lagi melihat handphone keluaran terbaru yang dirinya bawa.

“Eee... iya! Dari kakak” Jawab  Azriel, lucu sekali melihat wajah dingin azriel yang kini terlihat kikuk

“Ini semua tabungan dari gaji kerja kakak. Dua tahun lalu dia diterima jadi polisi” Aku menganggup dan meminta izin pulang, aku lanjut berjalan pulang, namun lagi lagi-lagi banyak pertanyaan yang terputar di otak juga pikiranku. Tabungannya  sebanyak itu? Memang berapa gaji polisi yang baru menjabat 2 tahun? Entahlah! Aku bingung! Dan aku bahkan baru tahu kakak azriel itu polisi.

Sepulang sekolah aku memurtuskan untuk menonton TV, tertawa melihat adegan lucu di film kartun, namun sayang sekali kartun itu harus terhenti oleh breaking news tentang masalah pejabat dan korupsi? Apa itu korupsi? Aku pun bertanya pada ibu yang ternyata tengah menjahit baju di kamar.

“Ibu apa itu korupsi?” Tanyaku langsung

“Korupsi itu mengambil hak orang tanpa orang itu takuti”

“Seperti mencuri?”

“Mirip tapi korupsi lebih mengerikan dari itu, orang yang melakukan korupsi itu disebut koruptor. Diluar mereka baik, menjanjikan kesejahteraan untuk yang lain namun siapa sangka? Kesejahteraan itu hanya datang pada dirinya sendiri” aku mengerti.

Setelah mendapat jawaban aku langsung kembali ke kamar membaringkan diri, berpikir dengan semua yang telah terjadi, semuanya setelah memiliki hubungan benang merah kusut yang ada pada kejadian tadi, menjadikan kesejahteraan namun hanya dirinya yang sejahtera. ‘Pak Kepala Sekolah, dia bisa membeli banyak mobil tanpa peduli para penjabat masih berkeliaran di luar sana. Semua pertanyaan itu kini  sudah kujawab sendiri, namun satu pertanyaan itu kembali muncul, kenapa harus kakaknya azriel? Kenapa harus azriel?

Hari berhanti, minggu berganti bulan, aku lulus dengan nilai terbaik, menerima pertukaran pelajar Se-ASEAN melanjutkan SMA di Singapore, lulus menerima tawaran beasiswa du NUS (Nation University Singapore) lulus S1 Fakultas Hukum dengan IPK hampir sempurna , lanjut  S2 dengan fakultas yang sama, namun kali ini aku mengambil kelas tambahan filsafat dan beberapa bahasa asing seperti rusia, jerman, dan mandarin.

Aku punya banyak teman di singapore seperti Jhony, dia pintar apalagi dalam hal berdebat, aku pernah berdebat dengannya. Saat kami pulang ke asrama bersama, kami tak sengaja berpapasan dengan beberapa polisi itu agak brutal dalam masalah menangkap penjahat.

“Polisi negaramu keterlaluan dalam hal menangkap penjahat Jhony!” Ujarku

“Ya.. begitupun meraka melaksanakan tugasnya dengan baikkan? Singapore menjadi negera dengan tingkat keamanan terbaik terbaik di dunia ke-3. Negaramu? Ada di urutan seratus sekian, biar kujelaskan Thania. Negaramu memang dikenal sebagai negara ramah, namun dalam hal keamanan masih banyak buronan negaramu yang kabur ke negara orang, namun kau masih bilang polisi negara kami brutal, padahal penanganan di negeramu sendiri kurang baik. Berpikirlah Thania!” Aku kalah telak dalam perdebatan itu, tapi berbuat dengan jhony membuatku berpikir banyak hal, korupsi, pungli, pemakan gaji buta itu hanya sedikit dari sisi hitam sebuah negara. Pak sekolah kepala sekolah dan kakaknya azriel hanya sedikit dari aparat negara yang tidak tahu diri.

Dan dari saat itu aku sadar bahwa negara ini adalah negara tempatku lahir bisa jadi negara di ujung tanduk apalagi semua aparat negara itu merupakan serigala berbulu domba.

 

-THE END -

Bagikan Artikel Ini
img-content

Ineu Verlinda

0 Pengikut

img-content

Dunia Tipu-tipu

Selasa, 14 November 2023 12:20 WIB
img-content

Me & My Problem

Jumat, 11 Agustus 2023 18:07 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler

Artikel Terbaru

img-content
img-content
img-content

test

Rabu, 17 Juli 2024 08:22 WIB

img-content
img-content
Lihat semua

Terkini di Fiksi

img-content
img-content
img-content
img-content
img-content
Lihat semua

Terpopuler di Fiksi

Lihat semua