Mensesneg Minta Revitalisasi Monas Distop, Inilah 3 Blunder Gubernur Anies

Senin, 27 Januari 2020 21:12 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kisruh  revitalisasi kawasan Monas berkepanjangan. Menteri Sekretaris Negara Pratikno akhirnya meminta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menghentikan sementara proyek tersebut.

Sesuai Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 25 Tahun 1995, pembangunan  kawasan Monas memang harus mendapat persetujuan terlebih dahulu  dari pemerintah pusat  yang diwakili oleh  Komisi Pengarah. Diketuai oleh Mensesneg, komisi ini beranggotakan sejumlah menteri.

Adapun Gubernur DKI Jakarta adalah Kepala Badan Pelaksana Pembangunan Kawasan Medan Merdeka. "Karena itu jelas ada prosedur yang belum dilalui, ya kami minta untuk dihentikan dulu," ujar Praktino , di Kementerian Sekretaris Negara di Jakarta, 27 Januari 2020.

Pratikno mengatakan pihaknya akan segera mengirimkan surat kepada Pemprov DKI untuk menghentikan proyek revitalisasi Monas yang hingga hari ini masih berjalan.

Di balik konflik tersebut,  ada masalah komunikasi. Sebagai  ketua badan pelaksana, gubernur memang diberi wewenang mengelola aset   pemerintah pusat  itu.  Namun, tak adanya komunikasi  yang mulus menyebabkan proyek revitalisasi jadi berantakan.

1.Mengira cukup pemberitahuan
Menurut Pratikno, Pemprov DKI memang sudah mengirim surat kepada Kemensesneg mengenai pelaksanaan revitalisasi tersebut. Namun Mensesneg selaku Ketua Dewan Pengarah belum memberikan persetujuan untuk pelaksanaan revitalisasi itu.


"Kami memang sudah menerima surat yang dikirim oleh Sekda DKI yang intinya memberitahukan pelaksanaan itu. Jadi secara prosedural memang kami minta kepada Pemprov DKI untuk meminta persetujuan dulu kepada Komisi pengarah karena itu aturan yang masih berlaku dan tentu saja harus kita taati,"  katanya.

Pemberitahuan dan meminta persetujuan jelas berbeda.  Kalau cuma memberitahukan bahwa proyek itu sudah dimulai, hal itu bukan meminta persetujuan.  Padahal  dalam Keppres jelas  tertera  bahwa wewenang Komisi Pengarah adalah “memberikan persetujuan.”

Selanjutnya:  menganggap...
<--more-->
2.Menganggap bukan cagar budaya
Tidak seriusnya Pemerintah Provinsi DKI dalam memahami status kawasan Monas  itu sebelumnya  terlihat juga dari pernyataan  Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta Cucu Ahmad Kurnia. Ia sempat menyebut  bahwa tidak semua kawasan Monumen Nasional (Monas) merupakan kawasan cagar budaya.

Ia mengatakan hanya Tugu Monas yang masuk dalam kategori Cagar Budaya. "Yang masuk cagar budaya itu tugu monas nya. Bukan kawasan monasnya," katanya, kepada CNNIndonesia.com, Kamis (23/1).

Karena alasan itu, Cucu mengatakan tak ada permasalahan dengan revitalisasi yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Ia mengatakan DKI memiliki kewenangan untuk mengelola kawasan. "Ya enggak masalah [revitalisasi] selama enggak ganggu tugu Monas-nya,"  katanya .

Sikap tersebut amat mengherankan karena  status  kawasan Monas dan Tugu Monas sebagai cagar budaya justru diatur Pemprov DKI. Sesuai Keputusan Gubernur Nomor 475 Tahun 1993,  pemerintah DKI telah mengumunkan Penetapan Bangunan-bangunan Bersejarah di Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta sebagai Cagar Budaya.

Dalam keputusan tersebut Monumen Nasional ditetapkan sebagai salah satu Cagar Budaya. Tapi situ tercantum pula Lapangan Merdeka  (Monas) sebagai cagar budaya.   SK itu juga menjelaskan bahwa Lapangan Merdeka  dibangun pada abad 19 dan  pernah digunakan tempat rapat raksasa menyambut kemerdekaan RI.

3.Menggunakan buat kegiatan agama
Gubernur DKI Jakarta tampaknya kurang memperhatikan status kawasan Monas sebagai cagar budaya saat  membolehkan kegiatan keagamaan digelar di kawasan Monas.  Bahkan, acara  reuni 212 pun digelar di sana.  Padahal, kawasan ini menyimpang sejarah perjuangan bangsa.

Perubahan itu dilakukan Gubernur Anies lewat  Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 186 Tahun 2017  yang merevisi aturan sebelumnya  yang melarang  kegiatan seperti itu di kawasan Monas. Langkah itu juga  terkesan dilakukan secara sepihak tanpa meminta restu pemerintah pusat. 

***

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler

Artikel Terbaru

img-content
img-content
img-content

test

Rabu, 17 Juli 2024 08:22 WIB

img-content
img-content
Lihat semua

Terkini di Pilihan Editor

img-content
img-content
img-content
Lihat semua

Terpopuler di Pilihan Editor

Lihat semua