The State of Israel

Selasa, 17 Oktober 2023 22:44 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Melalui mesin propagandanya, Israel sibuk membumihanguskan citra Hamas, kelompok Palestina yang telah mengejutkan Israel dengan serangan tak terduga di hari Yom Kippur, 7 Oktober. Termasuk mengerahkan buzzer di Indonesia untuk merekatkan citra negatif terhadap Hamas – menurut pengakuan PM Benjamin Netanyahu. 

Anak yang tumbuh dengan veto serta perlindungan Amerika Serikat, dan rasa bersalah negara-negara Barat atas peristiwa holocaust dalam Perang Dunia II itu telah menginjak usia 75 tahun. Tapi tak jelas apakah dia telah dewasa. 

Melalui mesin propagandanya, Israel sibuk membumihanguskan citra Hamas, kelompok Palestina yang telah mengejutkan Israel dengan serangan tak terduga di hari Yom Kippur, 7 Oktober. Termasuk mengerahkan buzzer di Indonesia untuk merekatkan citra negatif terhadap Hamas – menurut pengakuan PM Benjamin Netanyahu. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Banyak orang yang misalnya, termakan kesaksian wartawan yang mengaku telah mengutip pernyataan Perdana Menteri Israel bahwa di antara 40 bayi yang telah dihabisi Hamas di sebuah Kibbutz di perbatasan, sejumlah bayi sudah tak berkepala. Satu berita hoaks yang berbuntut panjang. 

Kini Gaza luluh lantak, nyaris tak bisa dikenali lagi. Pesawat tempur Israel menghujani pemukiman sipil dengan bom dan selebaran yang menyuruh mereka cepat mengevakuasi Gaza. Menteri Pertahanan Israel Yoav Galant lalu memaklumkan sebuah collective punishment: tiada lagi suplai listrik, internet, air bersih, makanan dan obat-obatan di hari-hari ini bagi segenap warga Gaza. 

Seperti yang dilakukan 
Westerling kepada warga Sulawesi Selatan 77 tahun silam, Israel menerapkan collective punishment : orang tua, wanita hamil dan orok pun harus ikut menanggung dosa Hamas. 

Tiada yang bisa menahan Israel. Di bawah pemerintahan ultranasionalis, ekstrem kanan Netanyahu yang secara agresif mendorong pembangunan pemukiman Yahudi di kantong-kantong Arab Palestina, tampaklah bahwa rezim ini sama sekali tak berminat pada perdamaian model two state solution. Dengan perlindungan IDF (Tentara Pertahanan Israel), para pemukim Yahudi mengambil alih, merampas tanah orang-orang Palestina. Suka atau tidak, semua ini bermuara pada penyelesaian one state solution: Israel yang menguasai seluruh wilayah Palestina. Inilah kolonialisme yang tegak dengan sistem apartheid. 

*

Ada sekelumit kisah menarik tentang mantan Meteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry pada 2016.  Mengunjungi negeri itu pada 1986, John Kerry menyimpan baik-baik ingatan mengenai negeri kecil demokratis yang dikelilingi negara-negara Arab yang memusuhinya. Ia terpesona. Kerry bagian dari politikus Amerika, dari Partai Demokrat dan Republik, yang cinta buta kepada Israel. 
Tiga puluh tahun berselang, tepatnya tiga minggu sebelum kariernya sebagai Menteri Luar Negeri Amerika Serikat berakhir, Kerry mencoba menyarikan perjalanan diplomasinya di Timur Tengah. Berbicara panjang dan lantang, mengeluhkan pemerintah Israel "yang paling ’kanan’ yang dimotori elemen-elemen paling ekstrem dalam sejarah Israel".

Dalam pidatonya sepanjang 72 menit, ia berbicara layaknya seorang Palestina. Menunjukkan gencarnya Israel membangun permukiman di Tepi Barat dan Yerusalem Timur belakangan, Kerry mempertanyakan kesungguhan Israel berdamai dengan Palestina. Keresahan Kerry menjadi-jadi setelah Dewan Keamanan PBB, kali ini tanpa veto Amerika, menyetujui Resolusi 2334.
Kendati resolusi ini tak mendatangkan sanksi apa pun bagi Israel, di mata seorang Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan kawan-kawan koalisinya, keengganan Amerika menggunakan hak veto merupakan pengkhianatan dari seorang kakak yang selama ini melindungi adiknya tanpa syarat.

Israel seperti memiliki privilese untuk tidak dinilai menurut ukuran masyarakat internasional. Sejak 1970, Amerika telah menggunakan 39 kali veto untuk melindungi Israel dari resolusi Dewan Keamanan PBB yang mengutuk atau mengecam tindakan atau sikapnya yang tak mengindahkan hak asasi orang Palestina. Kalaupun itu sampai lolos --ini sangat jarang terjadi-- Amerika tetap melindungi Israel yang mengabaikan resolusi. 

Dimanja dengan kondisi ini, Israel menjadi negara yang sukar mendengarkan pendapat yang berbeda dengan kepentingannya.  Dan tampaknya Israel tak sadar bahwa kesabaran orang lain ada batasnya. 

Idrus F Shahab

Bagikan Artikel Ini
img-content
idrus f shahab

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

img-content

Selamat Milad, Beethoven

Selasa, 19 Desember 2023 06:57 WIB
img-content

The State of Israel

Selasa, 17 Oktober 2023 22:44 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler

Artikel Terbaru

img-content
img-content
img-content

test

Rabu, 17 Juli 2024 08:22 WIB

img-content
img-content
Lihat semua

Terkini di Catatan dari Palmerah

img-content
img-content
img-content
img-content
img-content
Lihat semua

Terpopuler di Catatan dari Palmerah

Lihat semua