Antikorupsi yang Terlupakan
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIBSemboyan untuk tidak korupsi di Negara ini sepertinya sudah usang
Pemberantasan korupsi di Indonesia mengalami peningkatan pada jumlah kasus dan seseorang yang ditetapkan menjadi tersangka, baik di komisi pemberantasan korupsi maupun dikepolisian ataupun kejaksaan. Berita yang cukup baik apabila kita hanya melihat dari sudut pandang komisi pemberantasan korupsi, namun apabila kita lihat dari sudut pandang masyarakat umum, mungkin satu-satunya hal yang dipikirkan adalah tentang betapa banyaknya korupsi di negeri ini. Dilihat dari sisi positif komisi pemberantasan korupsi mulai menunjukan kembali taring-taringnya, KPK berjalan dengan sangat aktif karena banyaknya kasus tersebut. Tapi dilihat dari sisi masyarakat nasional ataupun internasional Negara Indonesia semakin menyebar luas dalam hal korupsi. Faktanya Indonesia menempati peringkat ke 90 dengan skor CPI 36, survey tersebut dilakukan oleh Lembaga Transparency International (TI) yang merilis data dari 176 Negara yang diamati dengan ketentuan semakin besar skor yang didapat, maka semakin bersih Negara tersebut dari korupsi. Indonesia meraih skor CPI 36 dari masksimal skor 100.
Bahkan baru-baru ini public diramaikan dengan berita korupsi yang cukup menyita banyak kalangan, mulai dari masyarakat hingga akademisi membahas kasus tersebut. Kasus korupsi e-ktp yang membuat Negara merugi hingga 2,3 triliun melibatkan banyak orang-orang penting jajaran politisi sampai pejabat. Kerugian yang bahkan bisa dikatakan setengahnya, dari dana total yang dianggarkan parlemen 5,9 triliun. Bahkan peneliti ICW menyatakan e-KTP merupakan salah satu kasus besar yang pernah ditangani oleh KPK dari sisi kerugian Negara. Uang yang cukup banyak bagi sekalangan orang-orang yang kekurangan, dan itu hanya salah satu kasus terbaru saat ini.
Kasus-kasus pada korupsi pada tahun 2016 semester awal lebih banyak lagi, tercatat ada 210 kasus yang ditangani oleh aparat penegak hukum (APH) dengan jumlah tersangka menyentuh angka 532 orang. Di semester awal tersebut dengan angka kasus mencapai 210 karena APH berhasil menaikkan status dari kasus-kasus tersebut dari penyelidikan ke penyedikan. Dimana kerugian Negara mencapai Rp 890,5 miliar dan suap Rp 28 miliar, SGD 1,6 juta dan USD 72 ribu, dengan jumlah tersangka sebanyak 532 orang. Kasus tersebut hanyalah kasus-kasus pada semester awal 2016 (1 januari sampai dengan 30 juni) sedangkan untuk semester kedua ditahun 2016 sendiri dari data-data yang disebutkan ICW adanya peningkatan secara signifikan. Dari yang hanya 210 kasus pada semester 1 namun di semester 2 meningkat menjadi 280 kasus, dengan jumlah tersangka yang juga ikut meningkat menjadi 578 tersangka yang tadinya hanya 532 tersangka. Dari data-data tersebut hanyalah berupa statistic per tahun belum dijabarkan dengan data detail yang dimiliki oleh APH. Entah akan sebanyak apa kasus korupsi yang ada apabila data-data yang dimiliki APH dijabarkan secara mendetail, karena banyak sekali modus yang ada untuk korupsi bisa merajalela seperti sekarang, penggelapan, kegiatan/fictive proyek, penyalahgunaan anggaran, mark up, penyalahgunaan wewenang, laporan fiktif, suap dan gratifikasi, penyunatan/pemotongan, pemerasan, anggaran ganda, pungutan liar dan pencucian uang.
Semboyan untuk tidak korupsi di Negara ini sepertinya sudah usang, hanya menjadi tulisan-tulisan dipinggir jalan yang ketika dilihat kemudian diabaikan. Semua kasus-kasus korupsi tersebut benar-benar merugikan Negara, semua uang pajak yang dari rakyat hilang begitu saja, padahal untuk mengumpulkan uang pajak tersebut pemerintah melakukan banyak upaya agar pajak benar-benar terkumpul dengan maksimal, salah satu contohnya dengan gerakan tax amnesty yang sudah cukup efektif dalam mengumpulkan pajak. Dengan pemasukan Negara yang meningkat karena tax amnesty namun kerugian Negara juga ikut meningkat karena kasus korupsi yang sepertinya sudah mendarah daging di Indonesia. Karena awal tahun 2017 saja dari satu kasus korupsi Negara sudah merugi Rp 2,3 triliun. Sepertinya laporan korupsi di tahun ini akan cukup panjang.
Sudah saatnya Negara kembali menggerakan anti korupsi, jangan sampai ekonomi bangsa ini pecah hanya karena kasus-kasus korupsi yang terus menerus menggempur. Membangun kembali citra positif untuk masyarakat yang anti korupsi.
Membangun etika dan kejujuran
Pemerintah harus mulai kembali menginteropeksi semua departemen yang ada, mulai kembali membangun organisasi-organisasi pemerintah yang anti korupsi. Dalam menciptakan hal tersebut, pemimpin terlebih dahulu memberikan contoh. Langkah selanjutnya adalah membangun suasana yang nyaman serta kondusif bagi seluruh pejabat serta pegawai. Menciptakan pejabat-pejabat yang mendukung anti korupsi hingga tugas pemimpin tidak terlalu sulit. Semua pejabat serta pegawai ada baiknya diberikan pelatihan kembali tentang nasionalisme serta tentang anti korupsi. Ketika semua sudah terlaksana, tinggal dijaga serta dipelihara dengan disiplin.
Mendidik generasi bangsa
Pemerintah serta lembaga-lembaga pendidikan umum harus mulai meningkatkan kembali sikap kejujuran serta sikap anti korupsi kepada semua peserta didik. Dengan berbagai cara penyuluhan serta inovasi-inovasi pembelajaran yang cukup efektif untuk meningkatkan sikap mereka menjadi masyarakat yang anti korupsi. Ketika semua sikap tersebut sudah mulai mudah dilestarikan maka masyrakat serta penerus bangsa yang sadar akan begitu buruknya korupsi akan meningkat dan dengan sendirinya korupsi akan bisa diatasi.
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Sehatku, Diriku, Lingkunganku
Jumat, 3 Mei 2019 00:17 WIBAntikorupsi yang Terlupakan
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler