Paragon
Selasa, 16 Januari 2024 07:46 WIBPanorama cerpen, imaji mengurai sel-sel otak agar tetap sehat walafiat. Tak ada pembaca tak ada seni susastra. Jelajah imajinasi.
Bagaimana? Tak ada satupun tak mungkin. Buih konspirasi pengap seolah-olah tak ada lagi manusia baik berhati suci ketika nyala bara adigang adigung menguasai magma nurani, maka pilihan surga akherat menjadi tak penting benar, bisa jadi dianggap tak ada, neraka lebih indah dari kondominium.
Mati sekarang atau besok sama saja. Hidup titipan untuk mati. Kalaupun membedol, merampok hak publik berlaku untung-sebaiknya tak menjadi pilihan. Meskipun setan atau persetan, merupakan perubahan dari pakta bunyi kosakata tampak lumrah ketika terjadi ajang mencacimaki. Apa itu betul? Why gituloh.
Apakah hal itu sebab dari hidup merupakan pilihan? Mau ikut siapa; nyemir sepatu tuan atau nyonya. Kado gratis kalau ada. Diskonto maksimum kalau ada. Mau olahraga kewajiban kesehatan, silakan. Kecermatan pilihan ada pada selera jantung hati, kalau dag dig dug mungkin jujur masih bermukim lebih baik.
Daya terampil dalam bentuk faham berbeda apakah masih dipandang miring, kalau saja performa formal mau terbuka lebar terlihat hadir identitasnya, jangan absurd malu-malu. Apa masih ada hal macam itu? Atau terpenting bagaimana kolak isme menjadi rujak cingur atau ketoprak pedas manis, lantas sembelit.
Sembelit, tetap tak merubah apapun. Keterbatasan, bagi insan tertentu tetap seperti apa adanya, ikhlas, bersama ketentuan berjalan meskipun tak secepat umumnya. Semoga pula insan serba berkelebihan senantiasa ingin peduli berbagi. Berbeda dengan pemilik kalimat tambal sulam semirip talang bocor, tak jua berubah.
Apakah bagi sang keterbatasan boleh menyampaikan kebaikan kebersamaan di depan mata tuan pasal-pasal ketertiban. Mungkin hal termuskil akan terjadi jika menilik kepatuhan pada nurani jernih, di antara gegap gempitanya perilaku pelanggaran hak publik oleh jenis oknum bunglon abal-abal berisme suit-suit.
Dia, tak habis berpikir bagaimana menyelamatkan jenazah sahabatnya, baru saja menerima gelar pahlawan lantas mati mendadak, isu santet mengudara komedi nasib tersiar di media sosial, menuai beragam komentar termasuk doa-doa semoga penuh keberkahan memperoleh surga kelas wahid.
Daya upaya puncak dari kebersamaan mengupayakan khidmat pemakaman. Namun tangan berpeluk tak mampu mencapai harapan. Musyawarah mufakat, karena satu serta beberapa lain hal, pilihan dihadapkan pada perut kehidupan berjalan, maka pilihan pada iuran makam, dibatalkan. Bagi sementara insan barangkali ringan saja.
Namun bagi pemilik keterbatasan tersahih terasa tak mampu biduk bersandar mengikat perahu di tonggak tepi pantai desa pesisir terpencil. Melaut mereka membawa serta jenazah pahlawan desa penggiat alternatif kebaikan mengatasi beragam cuaca dari terdahsyat hingga musibah sederhana untuk muhibah persaudaraan.
Kesedihan ataupun kepedihan telah menjadi beras segenggam. Hanya hening dalam doa khusyuk upacara pelepasan jenazah ke samudra. Doa kasih sayang mengangkasa. Para malaikat menyambut dengan nyala gemintang penerang kasih bagi ruh pahlawan kecil desa itu, putih suci ruh hati menuju alam barzakh.
"Terima kasih. Salam bahagia menyertai doa kebaikan untuk kalian." Suara berjuta malaikat menggaib sirna. Alam dunia kembali seperti biasa dalam konflik pilihan budaya hidup.
Cuaca sebagaimana lazimnya. Tak ada keajaiban apapun. Debur ombak semarak memecah sunyi hari-hari berlari. Nasib menyibak cuaca, membangun upaya titian menuju citarasa menyeberangi sungai-sungai mengarungi lautan melepas sauh mengayuh nasib.
Wahai segala kebajikan
Hamba hanyalah insan kamil
Mengemban tugas suci keimanan
Maafkanlah atas segala kelemahan
Tabik nurani ...
***
Jakarta Indonesiana, Januari 15, 2024.
Salam NKRI Pancasila. Kebaikan setiap hari.
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Paragon
Selasa, 16 Januari 2024 07:46 WIBGegabah Selangit (6)
Rabu, 10 Januari 2024 19:46 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler