Dongeng Asal-usul Bunga Dahlia

Kamis, 20 Juli 2023 12:11 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sebuah dongeng fiksi, bukan untuk dipercayai.

       Syahdan, di suatu masa hiduplah seorang pemuda bernama Aria. Ia adalah seorang pembuat patung yang bertinggal desa kecil, di pinggiran hutan yang berbatasan langsung dengan kerajaan.

 

Aria hidup berdua saja bersama ibunya di sana, karena ayahnya sudah tiada sejak ia masih dalam kandungan. Ayahnya meninggal diterkam binatang buas di hutan.

 

Aria membuat patung-patung berbagai macam jenis. Mulai dari patung hewan, patung dewa-dewi, dan juga patung manusia berbagai usia. Lalu setelah jadi akan dijual ke pasar pusat kerajaan untuk mendapatkan upah sehingga ia bisa bertahan hidup dengan ibunya.

 

Patung buatan Aria terkenal sangat bagus dibandingkan pematung lainnya. Selain karena kehalusannya yang luar biasa dan bahan yang berkualitas, patung itu juga rasanya seperti hidup dan punya nyawa. Maka itulah patung buatan Aria sangat laris dipasaran.

 

Pagi ini ia tengah menghaluskan sebuah patung yang satu-satunya tidak ia jual. Tapi patung itu ia buat untuk dirinya sendiri. Patung seorang wanita cantik yang tengah mengenakan selendang. Sudah sebulan ini wanita itu hadir dalam mimpinya. Maka, itulah ia mewujudkanya menjadi sebuah patung.

 

Sebagaimana umumnya seorang pemuda, Aria berada dalam usia yang tepat untuk mulai merasakan jatuh cinta yang pertama. Selama ini ia belum pernah punya kekasih, karena memang belum memikirkan itu, tapi semenjak datangnya mimpi itu sebulan yang lalu, ia setiap hari seperti dihinggapi rasa kasmaran.

 

Setiap hari patung wanita buatannya itu digosok semakin halus dan diperlakukan seperti manusia. Diajak berbicara dan dirayu-rayu sebagaimana wanita betulan. Ibunya yang melihat itu pada awalnya membiarkan saja, karena ia berpikir mungkin anaknya tengah kasmaran, tapi karena semakin hari sikap Aria sudah seperti orang tidak waras, ibunya akhirnya menegurnya juga.

 

"Bagaimanapun, ia tetaplah seorang patung, Nak. Tidak akan pernah jadi wanita betulan. Ibu paham perasaanmu. Kau tengah memasuki usia muda yang memang membutuhkan wanita. Carilah perempuan yang sederajat dengan kita, bawa ke sini dan menikahlah. Ibu akan merestuinya." Begitu kata ibunya.

 

Namun, Aria menolak tegas. Ia tidak mau mencari wanita lain kecuali patungnya saja. Hatinya sudah tertambat oleh patung itu. Tidak akan ia beri kepada wanita manapun.

 

Keresahan ibunya semakin menjadi tatkala Aria minta ijin kepadanya untuk menikahi patung itu. Kini bahkan patungnya diberi sebuah nama. Lia namanya.

 

"Apa kau sudah gila betulan, putraku? Kau ini manusia sedangkan patung itu hanyalah benda mati!" Sedikit berang ibu Aria mendengar permintaan Aria.

 

"Dia bukan patung biasa, Bu. Tapi Lia hidup. Jadi jangan larang aku untuk menikahinya," kata Aria membantah.

 

Aria tetap tak mengindahkan larangan ibunya. Ia masih terus mengagumi patung itu. Siang malam patung Lia dipuja-puja bak kekasihnya. Hingga ia kini tak ada waktu lagi untuk membuat patung-patung lainnya.

 

Tentu saja ibunya semakin cemas, karena kalau Aria tidak membuat patung-patung lagi, maka tidak akan ada pemasukan untuk mereka bertahan hidup sehari-hari. Akhirnya dengan berat hati, menyetujui juga permintaan Aria menikahi patung Lia.

 

Girang luar biasa Aria mendengar ibunya menyetujuinya.

 

"Tapi kau harus bekerja membuat patung-patung lagi dan dijual di pasar kota, Anakku. Kau tahu sendiri ibu sudah tua tidak bisa mencari nafkah lagi," jelas ibunya.

 

Aria sepakat. Ia kemudian menikahi patung Lia itu sebagaimana manusia, tentu hanya ibunya saja yang menjadi saksi sekaligus yang menikahkannya. Sebab, kalau penghulu yang menikahkan, pasti tidak akan disetujui.

 

Semakin besar rasa sayang Aria kepada patung Lia. Saat kerja, ke hutan cari kayu bahan patungnya, bahkan ke pasar pun patung Lia ia bawa serta, seolah patung Lia akan hilang jika tak dibawanya serta.

 

Karena kebiasaannya itulah akhirnya para warga jadi tahu, lalu mengolok-olok Aria sudah gila sekarang.

 

"Lihatlah, pembuat patung itu sudah jadi gila. Patungnya disebut-sebut sebagai kekasihnya!" ucap seorang warga kepada warga lainnya ketika Aria hendak ke hutan.

 

"Sepertinya memang pemuda itu sudah gila. Konon, ia sudah menikahi patung itu," tambah warga lainnya pula.

 

Begitulah Aria, ia yang dulu dikenal sebagai pemuda pembuat patung saja, kini ia juga dikenal pemuda yang kurang waras. 

 

Aria bukannya tak mendengar selentingan itu, tetapi ia membiarkan saja tanpa ia sangkal apa-apa.

 

Ternyata ibu Aria diam-diam belum bisa menyetujui betul pernikahan konyol Aria dengan patung itu. Jelas saja, siapa pula ibu yang setuju jika anaknya yang seorang manusia menikah dengan benda mati?

 

Ibunya mempunyai suatu rencana agar Aria bisa berpisah dengan patung itu. Menurutnya, itu cara yang bisa membuat Aria kembali sadar menjadi manusia normal.

 

"Tolong culik saja patung itu. Agar anakku bisa jadi pemuda normal pada umumnya," kata ibunya meminta tolong kepada beberapa warga desa. Sebab, kalau ia sendiri yang melakukan jelas tidak bisa, karena tenaganya sudah tidak kuat lagi.

 

Karena rasa kasihan para penduduk itu kepada ibu Aria, mereka setuju untuk menolong.

 

"Kapan Aria tidak tidak bersama patungnya? Karena selama ini aku lihat ke mana-mana patung itu selalu dibawanya," tanya salah satu warga.

 

Ibunya berpikir sebentar, "Saat anakku buang hajat. Hanya waktu itu saja ia bisa melepas patung itu dari tangannya."

 

Baiklah. Saat buang hajat, pikir warga desa.

 

Mereka pun akhirnya terus mengawasi Aria diam-diam, menunggu waktu yang tepat ketika Aria buang hajat. Pada saat Aria tengah buang hajat, para warga kemudian bersaksi menyelinap masuk rumahya. Mereka berhasil mengambil patung itu dan membawanya pergi.

 

Sontak Aria marah besar ketika mendapati patung kekasihnya tiada setelah usai membuang hajat. Ia bertanya kepada ibunya, tapi ibunya sebisa mungkin bilang tidak tahu menahu.

 

Dengan hati kacau karena kekasihnya hilang, ia bergegas mencari keberadaan patung Lia, tentu setelah ia mengobrak-abrik apapun yang dilaluinya.

 

Ia terus berjalan keluar. Mencari keberadaan patung kekasihnya. Tapi tidak kunjung juga ia temukan.

 

Sedangkan para warga yang mencuri patung itu berniat hendak membakar patung Lia, agar jejak keberadaan patung itu tidak bisa ditemukan oleh Aria.

 

Akhirnya dibakar lah patung Lia di sebuah hutan jauh dari hunian. Usai membakar patung Lia, para warga pun pulang.

 

Setelah menjajaki hutan ke sana ke mari, akhirnya Aria menemukan patung kekasihnya juga. Tapi ia sangat terpukul ketika mendapati patung kekasih yang sangat dicintai itu telah menjadi serpihan-serpihan arang. Ia meraung-raung, seperti orang kehilangan akal.

 

Hari telah malam. Tapi Aria tak mau beranjak dari tempat di mana patung Lia dibakar. Air mata dan tenaga Aria sudah hampir habis untuk menangisi patung Lia. Ia kemudian menggali tanah sebisanya dengan tangannya. Dikuburkan patung yang tinggal kepingan-kepingan arang itu. Dan ia tangisi lagi kemudian sampai benar-benar tak bersisa air mata dan tenaganya.

 

Pagi harinya, para warga panik mencari Aria yang kata ibunya tidak pulang. Mereka menduga pasti Aria mencari patung itu. Lalu mereka bergegas ke tempat di mana patung itu mereka bakar. Jangan-jangan Aria menemukan keberadaannya.

 

Dan benar saja. Tergolek lemah seorang pemuda dengan wajah dan rambut kusut masai. Para warga mencoba menyadarkan Aria tapi tidak ada tanda-tanda kehidupan lagi di nadinya. Ya, Aria telah mati. Di atas kuburan patung Lia Kekasihnya.

 

Ibu Aria dan para warga kemudian menyesali perbuatan mereka yang mencoba memisahkan cinta Aria dengan patung itu. Sebagai bentuk penghormatan mereka akan cinta sejati Aria itu, kemudian Aria disemayamkan bersebelahan di mana patung itu dikubur.

 

Ajaib. Beberapa minggu setelah kejadian, tumbuhlah bunga dari makam patung Lia berwarna indah dan beraroma semerbak yang tidak pernah ada di dunia. Masyarakat mengagumi bunga itu dan tanpa sadar mengucap, "Indahnya Lia". Maksudnya bunga yang indah yang muncul dari makam patung Lia.

 

Semakin banyak yang mengucap kata "Indahnya Lia" ketika melihat bunga itu, sampai kemudian berubah menjadi "Dahlia" saja.

 

Akhirnya bunga itu mereka namakan bunga Dahlia.

 

Tempat itu kemudian dipagari dengan apik sedemikian rupa dan disakralkan. Berkembang menjadi lambang keagungan cinta. Banyak orang berbondong-bondong, terutama orang yang tidak punya pasangan atau yang sudah punya pasangan, berdoa di tempat itu agar mendapatkan cinta sejati atau agar cinta mereka abadi seperti cinta Aria kepada kekasihnya itu.

 

***

 

Tamat.

 

Bagikan Artikel Ini
img-content
Asmaraloka Dewangga

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

img-content

Pahlawan

Rabu, 19 Juli 2023 14:49 WIB
img-content

Nggak Bahaya, Ta?

Rabu, 19 Juli 2023 14:49 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler

Artikel Terbaru

img-content
img-content
img-content

test

Rabu, 17 Juli 2024 08:22 WIB

img-content
img-content
Lihat semua

Terkini di Fiksi

img-content
img-content
img-content
img-content
img-content
Lihat semua

Terpopuler di Fiksi

Lihat semua