Ambang
Kamis, 20 Juli 2023 12:20 WIBTidak hanya perkara mati yang paling baik yang kau pikirkan, tetapi juga momennya. Kau memilih di hari ulang tahunmu yang kedua puluh sebagai momen yang paling tepat.
Telah cukup lama kau kumpulkan nyali untuk mengakhiri semuanya, dengan cara yang mungkin para bijak bestari itu bilang sebagai sikap berdosa dan pengecut: bunuh diri!
Telah cukup lama pula kau pikirkan bagaimana cara yang paling tepat untuk melakukannya. Dari semua alternatif yang kau timang selama beberapa bulan ini, akhirnya jatuh juga kepada: menenggak racun serangga.
Pernah kau berpikir bahwa gantung diri adalah cara yang paling tepat, tapi setelah kau tahu berita di televisi akan seseorang yang gantung diri sedemikian buruk keadaannya, kau kemudian urung melakukan. Kau yang memang seorang mantan model merasa kurang punya style jika matimu harus dalam keadaan lidah menjulur, keluarnya kotoran dan air seni, lalu mata yang melotot dengan tatapan menjijikkan. Kamu menolak mati dengan kondisi seperti itu.
Pernah juga kau berpikir bahwa terjun dari lantai apartemen mu adalah cara yang mungkin paling mudah untuk dilakukan. Setidaknya menurutmu tak membutuhkan atraksi ribet dengan mengaitkan tali seperti pilihan sebelumnya. Kau cukup terjun dan selesailah sudah. Namun, kemudian setelah melihat tetanggamu ada yang mati dengan cara itu dan kau saksikan sendiri betapa menjijikan keadaannya, kau bergidik ngeri dan mengurungkan pula untuk mati dengan cara yang sama.
Begitu terus dan begitu terus. Dan kau akhirnya menemukan juga cara yang paling klik dihati, yakni dengan menenggak racun serangga yang kau beli di minimarket tempo hari. Kau berpikir setidaknya dengan cara itu kau bisa mati dengan lebih baik dan anggun.
Tidak hanya perkara mati yang paling baik yang kau pikirkan, tetapi juga momennya. Kau memilih di hari ulang tahunmu yang kedua puluh sebagai momen yang paling tepat. Kau memilih mati di waktu kau dilahirkan dan itu adalah tepat tengah malam nanti. Maka, ketika malam telah merangkak dalam kepekatan, kau persiapkan diri semuanya dengan sempurna. Kau memakai gaun terbaik yang kau punya, kau memakai pula wewangian terbaik yang ada, pun kau juga mematut diri dengan polesan paling wah yang pernah kau pelajari dari perias kenamaan ibu kota. Apalagi? Semua sudah sempurna.
Kemudian kau mendengar bunyi dentang jam 12 kali dari ruangan tempat kau bertinggal. Itu artinya kau sudah harus melakukannya sekarang.
Namun, sekarang kau malah tampak berpikir, rupanya masih ada yang mengganjal di benakmu. Padahal tadi sepertinya tak ada sedikitpun keresahan yang sekiranya bisa menunda lagi apa yang menjadi keinginanmu.
Racun yang telah kau genggam, kini malah kau letakkan kembali di atas meja riasmu.
Lalu kau berjalan gontai ke arah sebuah lemari dengan tatapan kosong. Berjinjit sebentar di sana dan mengambil sesuatu. Ternyata itu adalah buku diarymu. Buku itu adalah saksi bisu semua perjalanan hidup sejak kau menginjakkan kaki di ibu kota ini.
Kau duduk di kursi dengan tenang, lalu mulai membuka buku itu satu persatu dan membacanya perlahan.
Di kepalamu seperti terputar film dalam slide mundur. Semua kisah hidupmu yang lalu berputar lagi dalam benak. Bagaimana saat kau pertama kali datang ke kota ini 5 tahunan yang lalu. Bagaimana kau mesti beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Bagaimana kau berjuang siang malam agar kuliahmu selesai tepat waktu, sehingga orang tuamu di kampung tidak terlalu lama membiayaimu. Bagaimana juga kau berjuang untuk memenuhi semua kebutuhanmu usai kuliah sampai kemudian kau ditawari bekerja sebagai seorang model cover majalah dewasa di ibu kota.
Kau mengusap matamu yang mulai menghangat. Tampaknya kau telah tersentuh akan reka ulang kisahmu itu.
Kau melanjutkan kembali membaca diarymu.
Berputar kemudian dalam kepalamu kisah yang menjadi awal dari kehancuran hidupmu sehingga kau memutuskan untuk mengakhiri saja malam ini. Kau bertemu dengan seorang lelaki tampan dan menawan. Sikapnya yang selalu perhatian kemudian membuatmu tertawan. Tak membutuhkan waktu lama, kalian kemudian menjalin sebuah hubungan atas dasar suka sama suka.
Suaranya yang seperti pujangga, wajahnya yang setampan malaikat, pun kejantanannya yang setangguh pegulat, cukup untuk membuatmu bertekuk lutut dan menyerahkan diri kepadanya, termasuk kehormatanmu sebagai wanita.
Masa-masa itu adalah masa paling indah yang pernah kau rasakan sepanjang hidupmu, hingga kau begitu terlena akan semuanya. Ketika kau mesti melepaskan sesuatu yang paling berharga milikmu kepada kekasihmu itu, kau tidak begitu memikirkan efek belakangnya akan bagaimana. Yang kau pikir hanyalah kenikmatan dan kesenangan yang tengah kau rasakan.
Sampai kemudian kau sadari bahwa tengah mengandung benih dari kekasihmu itu. Kau meminta pertanggungjawaban kepadanya untuk segera menikahimu seperti janji-janji yang selama ini kekasihmu lontarkan. Namun, ternyata kekasihmu menolak, malah kemudian pergi dan menghilang tanpa jejak.
Rasa indah ternyata hanya mengantar di awal, selanjutnya menyisakan jiwamu terpenggal-penggal.
Bak embun pagi tersengat mentari, sejuk sejenak lalu pergi. Mengasyikkan untuk sementara, lalu musnah entah ke mana. Pesonanya hanya selayang pandang, yang sejenak menggoda lalu menghilang.
Tentu sudah kau cari kekasihmu itu ke sana ke mari sampai kau pusing sendiri, tapi tak kunjung juga kau menemukan keberadaannya. Ia seperti seperti lenyap ditelan bumi, tinggalah kamu sendiri memagut sesal dalam sepi.
Kemudian kau keluar dari pekerjaanmu, sebab kau pikir mana ada perusahaan majalah kecantikan yang menerima model berbadan dua. Lalu setiap malam yang kau lakukan hanyalah menekuri derita yang bertubi-tubi menikam jiwamu, tanpa teman, hanya berteman kesunyian. Namun, jelas saja itu sia-sia belaka. Kau tetap mendapati diri berbadan dua dan tengah ditinggalkan tanpa kepastian apa-apa. Kau frustasi, kau memaki diri, tapi semua sudah kadung terjadi.
Sekarang matamu membanjir. Ketika kau sadari bahwa tangan saja tak cukup untuk bisa menghisap air matamu, kini kau meraih tisu di dekatmu untuk mengusap air matamu yang telah membanjir itu.
Kau melanjutkan membaca lagi.
Berputar lagi dalam benakmu. Pagi itu kau hendak mendatangi sebuah klinik yang alamatnya kau dapatkan dari seorang temanmu. Kau ingin menggugurkan saja kandunganmu itu. Namun, sebelum kau benar-benar sampai di klinik itu, kau malah memutar balik, kembali ke apartemenmu. Kau berubah pikiran, menjadi seperti tidak tega membunuh janin mu sendiri.
Kamu tersenyum pahit sekarang, menyadari akan kekonyolanmu sendiri waktu itu. Kau sadar bahwa ternyata pada akhirnya akan membunuh janin itu juga jika nanti racun serangga itu berhasil kau tenggak. Namun, sekarang bukan perkara janin saja sehingga membuatmu ingin mengakhiri hidup, tetapi juga harga diri dan gairah yang telah redup. Kau merasa tak ada lagi keindahan di masa depan menjanjikan harapan yang kiranya membuatmu cukup punya alasan untuk bertahan.
Kau pernah berpikir ingin pulang ke kampung. Meninggalkan kerasnya ibu kota dan kembali menapaki hidup sebagai gadis desa. Namun, kau kemudian ingat bahwa pernah menggores luka di hati orang tuamu, yakni melawannya ketika mereka melarangmu menjadi seorang model. Orang tuamu tidak mengijinkan waktu itu, tapi kau tetap nekat melakukannya. Akhirnya orang tuamu berang dan bilang kepadamu bahwa mereka tidak akan menganggapmu anak jika kau masih tetap mau menjadi seorang model majalah dewasa. Mereka bilang bahwa menyesal telah menyekolahkanmu tinggi-tinggi kalau pada akhirnya harus menjadi model majalah erotis begitu rupa.
Yah, kau ingat sekali kejadian itu. Kau sampai harus berkali-kali berpikir ulang, karena ada dua pihak yang saling bertolak belakang. Orang tuamu tak mengijinkan, sedangkan kekasihmu terus menerus merayumu agar mau melakukan. Lalu kemudian kau malah memilih saran kekasihmu itu dibandingkan dengan orang tuamu.
Kini, kau hanya bisa menyesali semuanya. Kau pernah mengandaikan waktu bisa berputar kembali ke masa lalu, pastilah kau akan memperbaiki semuanya. Kau tidak akan memilih jalan yang salah, yang terbukti membawamu ke jurang kehancuran yang parah.
Namun, kemudian kau sadar, bahwa seberapapun kuat keinginanmu agar waktu bisa terulang kembali—sehingga kau bisa memilih jalan yang pernah kau ingkari—kenyataan tetaplah kenyataan, ia yang akan tetap memegang kendali tanpa bisa ditawar-tawar lagi.
Matamu semakin basah sekarang. Lalu kau menutup buku harianmu itu sembari menghembuskan napas dalam-dalam.
Kini kau telah sempurna merasa patah, kini kau telah sempurna merasa pecah, dan kini kau telah sempurna merasa kalah.
Tak tersisa lagi secuil pun keraguan dalam benakmu untuk segera mengakhiri semuanya.
Saat, ini, juga ….
***
Tamat.
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Pahlawan
Rabu, 19 Juli 2023 14:49 WIBNggak Bahaya, Ta?
Rabu, 19 Juli 2023 14:49 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler