Merelakan Puan

Rabu, 14 Desember 2022 15:47 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Lelaki yang penuh keajaiban bertemu dengan wanita yang sangat menyenangkan dan satu frekuensi dengannya namun ketika wanita pindah ke kota lain ,takdir pun berkata lain.

Merelakan Puan di malam yang sunyi. Dering telepon berbunyi, ternyata itu dari Kinan. "Malam, Tirta maaf mengganggu malamnya, boleh saya memberitahu sesuatu?"

"Malam Kinan, ada apa?"

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

"Saya takut sebenarnya memberitahu hal ini namun tak adil juga jika anda tak tahu, sebelum hadirnya anda sudah ada orang yang hadir di hidup saya."

"Jujur saya kaget mendengarnya, saya kira hanya saya. Kenapa kamu mau jalan bersama saya waktu itu?"

"Maaf Tirta, saya senang jika bersamamu karena dia tidak semenyenangkan dirimu, tapi di sisi lain saya juga harus menghargainya, jadi sekali lagi maaf kalo telat memberitahu ini."

"Terimakasih kau sukses menganggu malamku yang tadinya sunyi sekarang menjadi gemuruh, ada pertempuran antara hati dan logika, sampai jumpa Kinan"

Kumatikan telepon darinya kemudian membakar sebatang rokok dan menatap kosong purnama yang mengambang d iudara. Pagi ini aku membuka laptop kemudian menulis tentang pertemuan dengan Kinan di beranda rumahku. "Kinan aku tau kau hanya singgah dan tak utuh, kini yang tersisa dari mu hanya kenangan yang tak ingin ku lupakan semoga kau abadi di tulisanku." Gumamku dalam hati.

Perkenalan

Sore di kala itu sehabis memotret, aku singgah ke sebuah kedai kopi tempat dimana Kinan bekerja sebagai barista. "Selamat sore mau pesan apa kak?"

"V60, ada beans apa aja?"

"Bali kintamani dan Gayo wine kak."

"Bali kintamani aja, deh," "20 ribu kak"

Kemudian saya membayar lalu duduk di bangku yang menghadap ke meja bar, tak sengaja mataku menghadap kearah Kinan yang sedang melakukan pouring V60. Wajahnya sungguh nyaman dipandang. Beberapa saat setelah itu ia menghampiriku dengan membawa pesanan yang telah ku pesan. "Permisi kak V60-nya," kata dia sembari memberikan pesanan.

"Sepertinya saya pernah ngelihat anda."

"Dimana? salah orang mungkin kak."

"Memang namanya siapa?"

"Kinan Ariyanti."

Kemudian Kinan melihat ke kamera analogku, "Main kamera analog udah berapa lama kak?"

"Baru setahun, main analog juga?"

"Belum kesampaian, sih, cuman ingin sekali punya. Permisi, ya, kak saya lanjut kerja dulu."

Sesampainya dirumah aku langsung mencari dan mengikuti Instagram Kinan lalu keberanikan diri untuk mengajak bertemu dilain kesempatan. 

Pertemuan

"Assalamualaikum, Kinan."

"Waalaikumsalam, mau minum dulu ga Ta?" Sambil membuka gerbang rumahnya.

"Gausah tadi udah minum, kok."

"Jadi kita mau kemana Ta?"

"Kinan mau mie ayam?"

"Pengen nyobain naik motor ke puncak deh rasanya"

"Gimana kalo makan mie ayam di puncak?" '

"Yuk, mau!" sambil memakai helm.

Di perjalanan banyak obrolan antaraku dengan Kinan, namun yang menarik ketika Kinan membahas grup musik kesukaan nya. "Tirta, suka band apa?"

"Kalo dari Indonesia suka Hindia dan Silampukau, luar negeri paling Queen"

"Kok sama, kalo Hindia suka lagu yang mana? Ttapi bareng ya jawabnya!"

"Apapun yang Terjadi," kami berdua jawab secara bersamaan lalu tertawa.

"Kalo Queen suka yang mana, Ta?"

"Perlu bareng lagi ga jawabnya?"

"Boleh, satu dua tiga!"

"Don't stop me now " kami berdua menjawab lagi dengan sama, dalam hatiku bergumam sungguh selera musik Kinan sangat baik.

Setelah sampai dipuncak kamipun datang ke tempat mie ayam favorit di daerah tersebut. "Kinan, mie ayam yang disini aja kata orang-orang sih enak! "

"Iya boleh Ta."

"Bang, mie ayam dua ya sama air putih ya!"

Yang ku pesan sudah selesai dibuat lalu kitapun memakannya. Setelah selesai makan Kinan pun berbicara. "Tirta, bulan depan saya pindah ke Semarang"

"Mengapa ke Semarang?"

"Aku sudah daftar kuliah disana Ta sekalian tinggal dikampung, soalnya bokap di makamkan di Semarang jadi ingin dekat dengan makamnya apalagi ibu ku sekarang sedang sibuk di Surabaya."

"Mama mu kerja disana?"

"Nemenin papa tiri ku dinas di Surabaya, sebulan sekali pulang ke Jakarta."

"Kinan di Jakarta sama siapa?"

"Sama Abang, semenjak bapak tiada dan mama menikah lagi, saya merasa hidup di Jakarta sendiri apalagi abang kerja pulang malam melulu."

"Gapapa Kinan itu yang menjadikan dirimu mandiri dan berani."

"Iya benar juga, Ta, walaupun rasanya rindu sekali dengan papa dan mama."

"Kinan harus semangat jalanin hidup!" Saya mengeluarkan kamera analog dari tas kecil, "Boleh selfie dengan Kinan pakai analog?"

"Boleh kok, tapi saya malu, hehehe."

Kemudian saya mengedepankan kamera lalu berpose senyum.

"Tirta, nanti kirim ke saya hasil fotonya."

"Iya Kinan, Puncak bakal jadi tempat sejarah kita banget, ya, pasti, boleh saya menulis puisi untuk mu?"

"Boleh kok , jago berpuisi emang?" "

Cuman bisa, kok, tapi ga jago."

Kemudian saya mengeluarkan pulpen lalu menyobek kertas rokok. "Kinan saya tulis di kertas rokok aja ya" Angin

Wahai puan

Dirimu bagai angin syahdu .... Menenangkan .....

Menyejukkan ....

Jika dirimu benar angin Maka biarkan aku jadi hujan

Agar kita selalu beriringan menciptakan badai Bumi juga perlu badai agar tau rasanya di porak-porandakan

Seperti diriku sekarang diporak-porandakan senyum mu.

"Ini Kinan puisi dariku semoga suka."

Kinan melihat puisi tersebut kemudian tersenyum sambil melihatku, sungguh tatapannya sangat membuat ku tenang. Di perjalanan pulang ke rumah, Kinan hanya memeluk ku lalu tertidur di pundak mungkin ia lelah atau pundak ku senyaman bantal.

Kinan yang berjarak

Hari itu adalah tanggal keberangkatan Kinan ke kota barunya. Tak lama Kinan memberi kabar kepadaku. "Tirta , hari ini saya berangkat ke Semarang salam untuk Jakarta pasti saya akan rindu dengan macetnya."

"Hati-hati Kinan, jaga diri di sana dan fokus kuliahnya."

"Terimakasih Tirta."

"Nanti kalau saya ke Semarang, bawa saya berkeliling kota itu, ya."

"Iya Tirta kabari saya aja."

"Bolehkah warga Jakarta memberi puisi kepada warga baru Semarang?."

"Boleh kok, coba mau liat"

"Bentar di foto dulu habis itu aku kirim ke Kinan"

"Oke ta, aku tunggu."

 

Puisi jarak jauh

Semarang dengan semaraknya

Jakarta kehilangannya

Pijak kaki mu di salah satu kota sejarah

Sisa pijak kenangan mu disejarah cerita kita

Suka ria nya semarang menyambut kedatangan mu

Duka nya jakarta menanti mu kembali

Monas Pasar Baru Kebayoran tetap ada

Namun sudah tak ada lagi tawa yang menghiasi jalanan

Beruntung nya semarang mu itu

Yang tersisa hanya doa yang tak kenal jarak Bukan seperti kita yang berjarak.

"Tirta, aku suka puisi mu."

Satu purnama setelah kepergian Kinan ke kota barunya. Kinan jarang memberi kabar dan diriku hanya memaklumi kesibukannya. Pada suatu malam yang sunyi ada sebuah telepon dari Kinan yang membawa pesan kekecewaan. Setelah menulis tentang Kinan kemudian ku menutup laptop lalu melanjutkan aktifitasku, terimakasih Kinan sudah hadir dihidup ku walau hanya sementara. 

 

Bagikan Artikel Ini
img-content
rolan fachri

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

img-content

Merelakan Puan

Rabu, 14 Desember 2022 15:47 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler

Artikel Terbaru

img-content
img-content
img-content

test

Rabu, 17 Juli 2024 08:22 WIB

img-content
img-content
Lihat semua

Terkini di Fiksi

img-content
img-content
img-content
img-content
img-content
Lihat semua

Terpopuler di Fiksi

Lihat semua