Cuitan yang Menghamburkan Energi Bangsa
Jumat, 7 Januari 2022 16:55 WIBCuitan mereka tidak memperluas horison pengetahuan, memperdalam pemahaman, menstimulasi pencerahan intelektual maupun spiritual, melainkan hanya sekedar membikin heboh namun berisiko membangkitkan perselisihan di tengah masyarakat.
Tak perlu buku tebal, cuitan provokatif yang ringkas sudah cukup menimbulkan kegaduhan. Itulah yang terjadi dalam masyarakat kita. Cuitan itu menjadikan isu-isu sensitif sebagai amunisi yang mampu dengan segera memantik respon yang cenderung emosional ketimbang intelektual. Respon emosional bergerak lebih cepat dibanding respon rasional.
Sebagian orang mengerti benar efek emosional yang ditimbulkan oleh cuitan provokatif, kontroversial, ataupun insinyuatif. Karena disebarkan melalui media sosial, efek emosional itu dengan cepat menjalar secara sosial. Respons netizen sulit dibendung, baik yang setuju cuitan itu maupun yang menentangnya.
Bukan salah teknologi media sosial bila orang melontarkan cuitan yang menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat. Jangkauan yang luas serta kecepatan penyebaran yang nyaris seketika menjadikan media sosial alat yang ampuh bagi siapapun yang ingin menciptakan kegaduhan. Netizen dengan cepat merespon, mengomentari, memviralkan, serta mengamplifikasi pesan awal.
Sebagian orang menyadari benar kekuatan media sosial untuk menyulut keriuhan sosial: pro-kontra yang memicu perselisihan hingga benturan sosial. Mereka, para pelempar cuitan kontroversial, bukan tidak mengerti bahwa secara sosial ada risiko besar yang mungkin ditimbulkan oleh cuitan mereka. Namun, jari-jemari mereka tetap menuliskan cuitan itu dan menyebarkannya di ruang publik.
Apakah ada agenda tertentu yang sedang mereka jalankan? Mereka niscaya sudah tahu bahwa ada topik-topik sensitif dan kontroversial yang bila dilontarkan di ruang publik, dengan keragaman sosial netizen yang luas, berpotensi memicu kegaudhan. Ataukah ini sekedar cara untuk menarik perhatian masyarakat agar tertuju pada dirinya atau mereka, agar ia atau mereka menjadi subjek pembicaraan masyarakat? Ataukah ini sejenis trik atau taktik untuk mendongkrak leverage pribadi di hadapan sponsor mereka, katakanlah sebagai bukti ‘keberanian’ [keberanian membuat kegaduhan di ruang publik].
Orang-orang yang kerap membikin gaduh agaknya tahu benar bagaimana cara mengalihkan perhatian masyarakat dari hal-hal yang penting ke arah hal-hal yang berpotensi mengaduk-aduk emosi. Mereka ini tahu benar bahwa yang mereka cuitkan adalah isu-isu klise, yang masyarakatpun sudah mafhum dan kenal, tapi mereka tetap mencuitkannya karena mereka tahu bahwa itu isu yang sensitif menimbulkan kegaduhan.
Cuitan mereka tidak memperluas horison pengetahuan, memperdalam pemahaman, menstimulasi pencerahan intelektual maupun spiritual, melainkan hanya sekedar membikin heboh namun berisiko membangkitkan perselisihan di tengah masyarakat. Topiknya tidak meningkatkan solidaritas sosial, melainkan malah sebaliknya. Bukan sikap kritis yang disampaikan, melainkan pelecehan dan olok-olok.
Menuju tahun 2024 boleh jadi semakin banyak orang-orang seperti ini, yang membentur-benturkan berbagai unsur masyarakat demi kepentingan tertentu, baik pribadi maupun kepentingan kelompok serta junjungannya. Demi kepentingan dan keuntungan sendiri, orang-orang ini sanggup menghambur-hamburkan energi bangsa dengan memantik perselisihan di media sosial. >>
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Hasil Survei Pilpres yang Ngeri-ngeri Sedap
Jumat, 29 Desember 2023 14:00 WIBDebat tentang Etika, Elite Politik Saling Mempermalukan
Kamis, 21 Desember 2023 12:31 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler