Mertua Vs Kucing
Rabu, 8 Desember 2021 16:41 WIB“Apa ibu bilang, istrimu itu belum hamil-hamil karena pelihara kucing”. ujarnya dengan ketus. “Bu, ini nggak ada hubungannya sama kucing, belum dikasih aja bu sama Allah. Lagian pernikahan kami juga baru setahun”. jelas suamiku. “Buang aja lah kucing-kucingnya, kucing itu bisa bikin kita mandul”. Jawabnya tambah ketus.
MERTUA VS KUCING
Sore itu selepas jam kantor aku seperti biasa memberi makan kucing-kucing jalanan di sekitar halaman kantor, tiba-tiba ada seseorang yang datang menghampiriku dan bertanya..
“Hai, kamu Nara yang di divisi keuangan kan?”
Rupanya dia adalah Pak Rangga dari divisi IT.
“Iya, Pak. Ada apa ya”. jawabku bingung.
“Panggil mas aja ya, ini kamu suka ngasih makan kucing-kucing di sekitar kantor kan ya? Kayaknya seru ya, saya boleh ikutan nggak? “ tanyanya.
“Boleh mas, boleh banget. Wah, asyik nih ada anggota street feeding baru.” jawabku antusias.
“ Tapi saya takut kucing, gimana dong? Soalnya ada pengalaman buruk pernah dicakar sama kucing dan itu sakit banget sampai berdarah. Tapi saya nggak benci sih sama kucing.” jelasnya.
“Oh, ternyata mas takut sama kucing toh. Sebenarnya kucing itu hewan yang bersahabat loh mas..” jelasku.
Lalu aku suruh Mas Rangga untuk menuangkan dry food diatas alas yang sudah aku sediakan dan memanggil para kucing untuk mendekat.
“Coba kepala kucingnya di elus-elus, mas, biasanya mereka suka.” tuturku.
“Oke, aku coba ya. Wah bener kucingnya mau dan suka juga dielus sama saya.” ucap mas Rangga girang.
Hari demi hari bulan demi bulan pun berlalu dan Mas Rangga pun juga sudah suka dengan kucing dan rutin melakukan street feeding. Tak terasa sudah setahun berlalu semenjak aku dan Mas Rangga kenal dan melakukan street feeding bersama. Pada hari itu dia mengungkapkan perasaannya kepadaku setelah memberi makan kucing-kucing penghuni halaman kantor.
“Aku suka sama kamu sejak pertama kali kita ketemu. Kamu mau nggak jadi istri aku?” jelas Mas Rangga.
“Kenapa mas mau nikah sama aku?” jawabku penasaran.
“Karena kamu berhati lembut dan penyayang, buktinya sama kucing saja kamu sayang, telaten, apalagi sama anak kita nanti, pasti sayang banget.” jelas Mas Rangga panjang lebar.
Beberapa bulan kemudian aku menikah dengan Mas Rangga dan menempati sebuah rumah dimana aku diperbolehkan unruk membawa serta kucing-kucingku dan semenjak menikah aku sudah berhenti bekerja karena suamiku memberiku modal untuk membuka petshop online kecil-kecilan. Jadi kunikmati saja profesi baruku sebagai penjual online sambil mengurus rumah dan para kucing.
Hingga suatu hari ibu mertuaku berkunjung ke rumah.
“Eh, ibu”. Sambil kucium tangan ibu mertuaku.
“Kamu nggak kerja, Nara?” tanyanya..
“Udah berhenti bu, Mas Rangga kasih aku modal buat jualan online, jadi ya lebih baik saya berhenti kerja saja dan mengurus rumah.” jelasku.
“Bagus deh kalau begitu, biar kalian bisa cepat punya anak, soalnya kalau dua-duanya sibuk suka susah kalau mau program hamil, salah satu harus ngalah, ya istri yang diam di rumah, ngurus rumah”. ucapnya panjang lebar.
“Iya, bu”. aku mengangguk.
“Ibu agak kurang suka ya di rumah ini ada hewan peliharaan, rumah jadi kotor, udah gitu bau kotorannya pasti semerbak. Kamu pelihara kucing awas loh nanti susah punya anak”. tambah ibu mertuaku.
Sejenak aku menghela nafas.
“Aku pastikan kebersihan rumahku terjamin kok, bu. Kotoran kucing aku bersihkan tiap pagi dan sore, bulu-bulunya juga nggak rontok kok soalnya aku kasih makanan yang benar-benar cocok, terus aku sediakan ruangan khusus buat mereka di halaman belakang, jadi nggak bakal mengganggu kalau ada tamu, terus kucing-kucingku juga sudah steril jadi nggak bakal beranak pinak. Untuk masalah kucing bisa menyebabkan mandul, kayaknya itu Cuma mitos deh bu soalnya teman-teman aku juga ada yang memelihra banyak kucing tapi mereka bisa hamil ada yang sudah tiga malah”. jelasku panjang lebar.
“Terserah kamu saja lah, mending sekarang kamu siapin ibu makan siang”. jawabnya.
Setelah Mas Rangga pulang dari kantor, aku menceritakan tentang omongan ibu mertuaku tadi siang. Suamiku hanya tersenyum menanggapinya.
“Jangan dipikirin, ya. Ibu memang suka blak-blakan”. jelas suamiku.
Aku pun mengangguk dan melupakan omongan ibu tadi siang.
Setahun kemudian, aku memang belum kunjung hamil dan suamiku pun tidak mempermasalahkannya. Dia selalu berkata sambil tersenyum, “belum rezekinya, Allah belum mempercayakannya sama kita, tapi aku percaya suatu hari nanti Allah bakal kasih kita keturunan, asal kita jangan putus berusaha dan putus berdoa.
Tapi, diluar dugaanku, ibu mertuaku sangat mempermasalahkan karena aku belum kunjung hamil. Hari itu dia datang berkunjung, dan kebetulan beliau berkunjung di akhir pekan dimana suamiku juga sedang libur.
Tanpa basa basi beliau langsung marah karena aku belum juga hamil.
“Apa ibu bilang, istrimu itu belum hamil-hamil karena pelihara kucing”. ujarnya dengan ketus.
“Bu, ini nggak ada hubungannya sama kucing, belum dikasih aja bu sama Allah. Lagian pernikahan kami juga baru setahun”. jelas suamiku.
“Buang aja lah kucing-kucingnya, kucing itu bisa bikin kita mandul”. jawabnya tambah ketus.
“Maaf bu, saya tidak setuju kucing-kucingku harus dibuang, mereka sudah bersama saya sebelum saya menikah dengan Mas Rangga. Lagupula saya sudah tes torch kok dan hasilnya negatif. Itu artinya saya bebas dari penyakit salah satunya toxoplasma karena saya selalu pastikan kebersihan dan kesehatan kucing saya terjamin. Bisa jadi ada faktor lain selain kucing kenapa kita belum juga di kasih anak." jelasku panjang lebar.
“Terserah kalian saja, ibu mau pulang saja”. bentak ibu mertuaku.
“Bu, tunggu, bu!” ucap suamiku sambil mengejar ibunya, namun ibu mertuaku tetap saja melengos pergi.
Aku menangis sesenggukan, rasanya sakit hatiku saat ibu mertuaku menyuruhku membuang kucing-kucingku. Jujur aku tidak suka kalau ada orang yang selalu mengkambinghitamkan kucing seolah-olah kucing itu biang kerok dan mengakibatkan seorang perempuan susah hamil. Padahal kan banyak faktor yang menyebabkan sepasang suami istri belum juga diberikan keturunan. Itu artinya suami istri tersebut harus dicek kesuburannya biar semuanya jelas.
Suatu hari aku dan Mas Rangga menginap di rumah ibu mertua dan kebetulan Astrid dan suaminya datang berkunjung. Astrid ini sepupunya Mas Rangga dari pihak ibu.
“Rangga, Nara ada Astrid nih”. ucap ibu mertuaku.
“Hai.” Sapaku pada Astrid dan suaminya.
Tiba-tiba ibu mertuaku berkata yang menyakitkan hatiku. “ Nara belum juga hamil karena sibuk banget ngurusin kucing”. ketus ibu mertuaku.
Aku hanya bisa diam menahan tangis dan juga malu, kenapa ibu selalu memojokkanku dan kucing-kucingku. Kenapa ibu seolah-olah berpikir kalau masalah anak itu kami yang atur, padalah hanya Allah yang berhak memutuskan kapan aku dan suamiku bakalan memiliki anak.
“Belum waktunya aja, tante. Lagian nikah juga baru setahun, belum bertahun-tahun. “ ucap Astrid memecah keheningan.
Hari demi hari ibu mertuaku semakin memojokkanku, ditambah dengan selalu membangga-banggakan Astrid yang ternyata audah mempunyai anak usia satu tahun.
“Gimana sih kamu ini kok belum juga hamil? Lihat tuh Astrid anaknya sudah satu tahun, dia cuma kosong beberapa bulan terus hamil loh.” kesal ibu mertuaku.
“Nggak bisa disamain gitu dong, bu. Semua ada waktunya.” jawabku sesopan mungkin.
“Ya makanya jangan pelihara kucing. Bisa jadi Rangga ninggalin kamu karena kamu nggak hamil-hamil juga, laki-laki ya pasti bakal mencari wanita yang subur lah biar dapat anak karena pernikahan tanpa anak itu ya tidak bakal bahagia.” tambah ibu mertuaku dengan nada datar seolah ucapannya tidak akan menyakitkanku.
“Enggak, bu. Mas Rangga sudah janji tidak akan meninggalkanku dalam keadaan apapun”. tambahku.
“Ibu sih bakalan dukung kalau Rangga nikah lagi supaya bisa ngasih ibu cucu”. tambah ibu mertuaku dengan nada yang lebih menyebalkan.
Seketika aku jadi kepikiran omongan ibu dan bertanya pada Mas Rangga.
“Mas kamu gak bakalan nikah lagi supaya dapat keturunan, kan?” tanyaku .
“Kamu ini ngomong apa sih? jawab Mas Rangga.
“Soalnya kemarin ibu bilang akan setuju kalau kamu nikah lagi biar ibu bisa cepat-cepat dapat cucu. “ jawabku.
“Ya ampun, ibu kok sampai segitunya sih. “ kesal Mas Rangga.
Besoknya, aku dan suamiku pergi ke dokter kandungan untuk cek kesuburan.
“Hasil untuk Bu Nara dan Pak Rangga bagus, tidak ada kendala. ujar dokter.
“Tapi kenapa kita belum juga diberi keturunan ya, dok?” tanya Mas Rangga.
“Mungkin ada faktor lain seperti stress, kalau mau program hamil kita tidak boleh stress. Sebaiknya kelola stress dengan baik, bisa juga karena kesibukan bapak dan ibu maka harus meluangkan waktu. Konsumsi makanan yang bergizi, istirahat yang cukup dan yang terpenting memang harus sabar, jangan berhenti berusaha dan berdoa”.jelas dokter.
Setibanya di rumah, Mas Rangga meminta maaf kepadaku karena akhir-akhir ini dia stress dengan sikap ibunya. Aku berusaha menenangkan Mas Rangga dengan mengajaknya bermain dengan para kucing.
“Untung kita pelihara kucing ya, bisa untuk penghilang stress. Sebenarnya kita juga sudah jadi orangtua tapi buat anak berbulu dan berkaki empat”. tutur Mas Rangga cekikikan.
Senangnya melihat Mas Rangga bisa tersenyum kembali.
Suatu pagi setelah Mas Rangga berangkat ke kantor, aku merasa tidak enak badan dan mual-mual.Saat hendak pergi ke dokter tiba-tiba pandanganku kabur, semunya gelap, dan seketika aku tidak ingat apa-apa.
Ibu-ibu yang sedang belanja di pedagang sayur keliling berteriak histeris.
“Bu Nara pingsan!” seru salah seorang dari mereka. Lalu mereka bergegas membawa Nara ke sebuah klinik di dekat komplek perumahan.
Kemudian perlahan kubuka mata dan masih sedikit pusing
.“Alhamdulillah ibu sudah sadar, tadi pas depan gerbang ibu pingsan, kita semua panik takut terjadi apa-apa, ya sudah kita bawa kesini. Sekarang ibu di klinik”. jawab seorang ibu-ibu.
“Makasih ya sudah membawa saya kesini”. Jawabku .
Kemudian dokter datang dan tersenyum kepadaku. “Selamat ya, saat ini ibu sedang mengandung”. ujar dokter tersebut.
“Benarkah, dok?” ucapku tidak percaya.
Dokter pun mengangguk dan itu artinya bukan mimpi. Sekarang aku sudah hamil, aku harus segera memberitahukan kabar gembira ini kepada suamiku. Lalu aku pun sudah sampai di rumah dengan diantar para ibu tadi. Rasanya tidak sabar menunggu suamiku pulang. Aku ingin memberitahunya langsung, tidak ingin lewat telepon.
Ditempat yang berbeda, ibu mertua bertemu dengan keponakannya yang lain, Nadia. Mereka pun kemudian mengobrol di suatu kafe.
“Apa kabar kamu Nadia? Jarang ketemu ya setelah kamu jadi dokter hewan, pasti sibuk banget di tempat praktek”. tanya ibu mertua.
“Baik, tante Alhamdulillah. Dibilang sibuk juga nggak sibuk sibuk banget kok, hehehe”. kekeh Nadia.
“Oh iya, gimana kabar Mas Rangga sama Mbak Nadia? Mereka masih tinggal sama kucing-kucingnya kan?” tanya Nadia.
“Masih lah, makanya si Nara gak hamil-hamil. Kucing kan bikin mandul. Tante jadi kesel deh sama mereka”’. jawab ibu mertua ketus.
“Tunggu, tante dapat teori itu dari mana? Jangan sembarangan ngomong loh tante, memang toxoplasma gondii ini dapat hidup pada kucing. Infeksi ini dapat menular kepada manusia melalui kontak dengan tinja kucing yang terinfeksi, bersentuhan dengan tanah yang terkontaminasi tinja kucing, mengonsumsi daging mentah, buah dan sayur yang tidak dicuci bersih, menggunakan peralatan masak yang digunakan untuk mengolah daging mentah tanpa dicuci, dan mengonsumsi air yang terkontaminasi”. jelas Nadia.
“Cara pencegahannya ya harus sering cuci tangan, mencuci bahan makanan dan peralatan masak, jangan mengonsumsi makanan mentah. Kebersihan kucing juga harus terjaga seperti harus rajin membersihkan kotoran kucing setiap harinya, beri makanan kucing dalam kemasan jangan beri kucing makanan mentah, jauhkan kucing dari makanan dan peralatan makan manusia, dan jangan menyentuh kucing liar”. jelas Nadia lagi.
Ibu mertua pun memperhatikan dengan seksama. Beliau seperti sudah mendapatkan sedikit pencerahan.
“Aku sih percaya kok Mbak Nara ngurus kucing-kucingnya dengan benar, orang dia suka bawa kucing-kucingnya ke klinik aku bahkan aku sudah kenal lama sama Mbak Nara, jauh sebelum menikah dengan Mas Rangga. Lagipula, Mas Rangga memilih Mbak Nara untuk jadi istrinya karena Mbak Nara telaten ngurus kucing-kucingnya. Coba deh tante bayangkan, sama kucing aja sayang banget apalagi nanti sama anaknya. Masalah belum juga hamil, ya mungkin belum waktunya aja, tan, kan yang ngatur Allah, bukan kita, iya kan?” tambah Nadia.
“Benar juga sih, saya sudah keterlaluan sama Nara. Saya juga baru tahu kamu sudah kenal lama sama Nara”. tutur ibu mertua.
Akhirya, sore hari pun tiba. Tak sabar aku ingin segera menyampaikan kabar gembira ini kepada Mas Rangga. Kemudian terdengar suara Mas Rangga mengetuk pintu”.
“Assalamualaikum”. ucap Mas Rangga.
“Waalaikumsalam, akhirnya mas pulang, aku ada kabar gembira”. ucapku sumringah.
“Kabar gembira apa?” tanya Mas Rangga.
Kemudian aku memperlihatkan sebuah amplop dan menyuruh Mas Rangga untuk membuka dan membacanya. Kemudian sebuah senyum tersimpul dan berkata, “Alhamdulillah, akhirnya doa kita terkabul, usaha kita membuahkan hasil”. ucap Mas Rangga sambil memelukku.
“Ada apa ini?” tiba-tiba ibu mertuaku datang.
“Nara hamil, bu. Ini coba ibu baca”. tutur Mas Rangga sambil memberikan surat tersebut.
“Alhamdulillah, akhirnya ibu punya cucu juga”. ucap ibu mertuaku sambil memelukku.
“Sekarang terbukti kan, bu, walaupun aku pelihara kucing tapi aku bisa hamil. Jadi, tidak ada alasan untuk menyalahkan kucing sebagai biang kerok”. jelasku.
“Iya, ibu minta maaf ya Nara, Rangga, sudah keterlaluan sama kalian. Dipikir-pikir ibu ini kayak yang tidak beriman saja. Masalah jodoh, rezeki, maut, sampai masalah hamil pun Allah yang atur kan, tugas kita hanya berusaha dan berdoa”. tutur ibu mertuaku.
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Diikuti Penunggu Toilet
Rabu, 23 November 2022 15:38 WIBMalaikat Kecil Pembawa Kebahagiaan
Senin, 17 Oktober 2022 08:05 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler